Pages

Sabtu, 26 Mei 2012

Prinsip - Prinsip Survei Tanah


I.                   PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Survey adalah mengadakan pemeriksaan, penyelidikan atau peninjauan, melakukan
pengukuran seperti pada survey tanah (kamus bahasa Indonesia,1988). Survey adalah melihat-lihat atau inspeksi seperti melihat-lihat harga pasar (kamus Oxford,1961).
Survey tanah adalah penguraian karakteristik tanah disuatu wilayah,mengklasifikasikan
nya kedalam suatu sistem tertent,menarik batas dari masing-masing satuan peta tanah,
kemudian menduga prilaku tanah dan bagaimana dampaknya dari pengelolaan tanah
tehadap lingkungannya(Van de Broek,1981; survey devision staff,1993).
Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian, memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan.
Data sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk kepentingan perencanaan pembangunan dan pengembangan pertanian. Data yang dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit untuk dapat dipakai oleh pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi keperluan tertentu. Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Adanya berbagai sistem atau metode yang digunakan dalam evaluasi lahan tanpa mempertimbangkan tingkat dan skala peta dalam hubungannya dengan ketersediaan dan kehandalan (accuracy) data, dapat mengakibatkan terjadinya kerancuan dalam interpretasi dan evaluasi lahan. Sebagai contoh sistem Atlas Format (CSR/FAO, 1983) yang pada awalnya ditujukan untuk keperluan evaluasi lahan pada tingkat tinjau (reconnaissance) skala 1:250.000, sering juga digunakan untuk evaluasi lahan pada skala yang lebih besar (semi detil atau detil).
Hal ini mengakibatkan informasi dan data yang begitu lengkap dari hasil pemetaan semi detil dan detil, tidak nampak peranannya dalam hasil evaluasi lahan, sehingga hasil tersebut masih sulit digunakan untuk keperluan alih teknologi dalam perencanaan pembangunan pertanian khususnya untuk skala mikro. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya suatu Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan yang dapat digunakan sesuai dengan  tingkat pemetaan dan skala peta, serta tujuan dari evaluasi lahan yang akan dilakukan dalam kaitannya dengan ketersediaan dan validitas data. Petunjuk teknis ini disusun mengacu kepada “Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian Versi 3.0” (Djaenudin et al., 2000), dan dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detil (skala peta 1:50.000).
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip survei tanah, satuan peta tanah, taksonomi dan satuan  peta dalam survei tanah.


II.                PEMBAHASAN
Dalam melakukan survey  tanah, terdapat beberapa prinsip dasar yang harus dipahami prinsip tersebut akan di uraikan di bawah  ini.
2.1. Satuan Peta Tanah Dan Satuan Taksonomi
Satuan  peta tanah (satuan peta) dan satuan taksonomi merupakan dua istilah yang berbeda. Satuan peta tanah merupakan satuan yang dibatasi dilapangan berdasarkan pada kenampakan bentang alam (landscape). Satuan taksonomi (satuan tanah) merupakan satuan yang diperoleh dari menentukan satu selang sifat (Range in Cracteristic)  tertentu dari sifat-sifat tanah yang didefenisikan oleh suatu sistem klasifikasi tanah. Setiap satuan peta tanah bisa berisi satu atau lebih satuan taksonomi tanah.
2.1.1.      Satuan Peta Tanah
Satuan  peta tanah ( soil mapping unit) atau satuan peta terdiri atas kumpulan-kumpulan semua deliniasi tanah yang ditandai oleh simbol, warna, nama atau lambang yang khas pada suatu peta. Delineasi tanah (soil deliniation) adalah daerah yang dibatasi oleh suatu btas tanah pada suatu peta. Umumnya peta tanah terdiri atas lebih dari satu satuan peta. Data atau informasi dari masing-masing satuan peta yang terdapat dalam peta tanah dijelaskan dalam legenda peta.
Satuan peta ialah satuan lahan yang mempunyai sistem fisiografi/landform yang sama, yang dibedakan satu sama lain dilapangan oleh batas-batas alami dan dapat dipakai sebagai suatu evaluasi lahan. Satuan-satuan yang dihasilkan umunya berupa tumbuhan lahan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang dibedakan oleh batas-batas alami ditempat terjadinya perubahan ciri-ciri yang paling cepat kearah lateral.  Pendekatannya merupakan pendekatan fisiografis.
Satuan peta disusun untuk menampung informasi penting dari suatu lahan (poligon) tentang hal-hal yang berkaitan dengan survei tanah. Satuan peta tanah harus dengan mudah dapat di kenali, diukur, dan dapat dipetakan pada skala yang tersedia dari dari peta dasarnya, waktu yang tersedia, kemampuan dari para pemetanya, dan tujuan dari surve tersebut.
Dalam taksonomi tanah dikenal istilah pedon dan polipedon. Pedon dianggap terlalu kecil untuk dapat menunjukkan kenampakkan yang lebih luas lereng dan permukaan berbatu. Polipedon, seperti dikemukakan dalam taksonomi tanah, merupakan suatu satuan klasifikasi tumbuhan tanah dan homogen pada tingkatan seri dan cukup luas untuk menggambarkan semua karakteristik tanah yang dipertimbangkan dalam deskripsi dan klasifikasi tanah. Polipedon jarang dapat bertindak sebagai sesuatu yang nyata untuk klasifikasi karena amat sangat sulit menemukan batas suatu polipedon dilapangan dan karena adanya kontradiksi dan circular nature dari konsep tersebut. Ahli tanah mengklasifikasikan pedon tanpa memperhatikan batas ukurannya, yang secara sadar atau tanpa disadari mengaitkan berbagai sifat-sifat yang lebih luas yang dibutuhkan dari daerah sekitar tanah tersebut ke pedon. Polipedon mengaitkan tubuh tanah nyata dialam kepada konsep mental dari klas taksonomi.
Oleh dari itu batasan dari polipedon ini secara konsepsional awal sama dengan batasan dari seri tanah, yaitu yang merupakan kategori terendah dari sistem klasifikasi taksonomi tanah. Dengan demikian, setiap polipedon dapat diklasifikasikan dalam seri tanah, hanya saja bahwa seri tanah mempunyai selang sifat yang lebih lebar dari pada polipedon. Polipedon mempunyai luasan minimal > 1 m2 dan maksimalnya tak terbatas.
Menurut Soil Survei Division Staff (1993), satuan peta merupakan kumpulan daerah-daerah (area) yang didefenisikan dan komponen tanah atau daerah anaeka atau kedua-duanya diberi nama yang sama. Setiap satuan peta tanah berbeda dalam beberapa dengan yan lainnya dalam satu daerah survei dan secara unik didefenisikan pada suatu peta tanah. Masing-masing daerah (luasan) pada peta tersebut disebut delineasi. Suatu peta terdiri atas 1 atau lebih komponen (taksa) tanah. Komponen individu dari suatu satuan peta mewakili kumpulan polipedon-polipedon atau bagian-bagian polipedon yang merupakan anggota dari taksa tersebut atau macam dari daerah aneka.
2.1.2.      Satuan Taksonomi
Satuan taksonomi adalah sekelompok tanah dari satuan sistem klasifikasi tanah ; masing-masing diwakili oleh suatu profil tanah yang mencerminkan ‘central concept’ (konsep pusat) dengan sejumlah kisaran menyimpan sifat-sifat dari konsep pusat tersebut. Jadi satuan taksonomi tanah menentukan suatu selang tertentu dari sifat-sifat tanah dalam kaitannya dengan selang sifat tanah secara total dalam suatu sistem klasifikasi tanah tertentu. Pendekatannya merupakan pendekatan morfologik.
Satuan taksonomi tanah sering kali dibuat tanpa mempertimbankan fakta-fakta yang ada dilapangan. Misalnya kita dapat saja mengelompokkan tanah-tanah dengan lapisan-bawah warna kelabu sebagai kelas tersendiri dan yang memiliki kontak litik  yang dankal sebagai kelas yang lain. Pengelompokan ini mungkin dapat didelineasi pada peta. Tetapi pada umumnya sangat sukar dilakukan karena tidak terlihat dilapangan secara lansung.orang yang melakukan klasifikasi atau pengelompokkan tadi menciptakan konsep yang abstrak. Yang dapat diterima sebagai anggota suatu kelas hanyalah tanah-tanah yang memenuhi sifat tertentu. Kelas yang berwarna kelabu merupakan suatu taksa didalam sistem taksonomi, sebagai suatu pembagian lebih lanjut dari tanah yang universal. Masing-masig nama tersebut akan menunjuk semua tanah yang mempunyai sifat-sifat yang telah ditentukan.
Hampir tidak mungkin mendelineasi secara akurat pada peta daerah yang benar-benar termasuk kedalam taksonomi dilapangan. Artinya tidak seorangpun yang mampu memetakan tanah dengan satuan taksonomi. Semua tanah tersembunyi dibawah permukaan. Han ya kenampakkan permukaan dan sifat-sifat permukaan tanah yan terlihat dengan demikian tidak mungkin menulusurinya dilapangan.
Menurut Van Wambeke Dan Forbes (1986), perbedaan yang prinsip antara satuan taksonomi dan satuan peta adalah satuan taksonomi merupakan suatu konsep yang dihasilkan dari membagi tanah sejagat (soil universal) sedangkan satuan peta merupakan hasil ari pengelompokkan delineasi tanah yang mempunyai nama, simbol, warna, atau lambang khas lainnya yang sama pada suatu peta yang dapat dikenali, diukur, dan dipetakan dilapangan denan mudah.
Komponen dari satuan peta tanah berbeda-beda, tergantung pada skala survei tanah. Semakin besar skala peta tanah semakin banyak jumlah pengamatan  yang dilakukan dan semakin rendah kateori dari satuan taksonomi.
Kenampakkan permukaan  bentang-alam sangat membantu pemeta dalam mendelineasi satuan peta tanah. Tanah-tanah yang berada dalam suatu delineasi (Satuan) peta, seringkali tidak semuanya dapat dikelompokkan kedalam satu satuan taksonomi, melainkan termasuk dua tau lebih satuan taksonomi yang berbeda. Karena satuan peta mengikuti kenampakkan bentang-alam, dapat dikatakan bahwa satuan peta itu benar-benar terdapat di alam dan dapat dilihat serta diraba, sedankan satuan taksonomi merupakan satuan yang abstrak.
Klasifikasi (taksonomi) tanah merupakan pengembangan konsep fikiran manusia. Dalam hal ini satuan taksonomi tanah adalah buatan manusia, sedangkan satuan peta merupakan batas tanah sesungguhnya (merupakan tubuh tanah alami).
Berikut adalah fungsi sistem klasifikasi tanah :
-          Sebagai media komunikasi bagi para pakar tanah, penyuluh, peneliti, dan lain-lain.
-          Mengekstrapolasikan hasil-hasi penelitian.
Beberapa sistem klasifikasi tanah yang digunakan sebagai satuan taksonoi di indonesia antara lain sistem Puslittan (1981) yang merupakan penyempurnaan dari sistem Dudal dan Supraptohardjo (1957), sistem FAO-Unesco (1974 : 1998) dan sistem soil taxsonomi USDA  (siol survey staff, 1999, 2003).
2.2. Satuan Peta Tanah Dalam Survei Tanah
Satuan peta tanah (SPT) dibuat tergantung tingkat ketelitian urvei atau tingkat pemetaan yang dilakukan, sehingga satuan peta tanah dapat memiliki kisaran karakteristik yang luas maupun sempit. Macam satuan peta tanah menurut (Wambeke , & Forbes, 1986) ada 4, yaitu konsosiasi, asosiasi, kompleks, dan kelompok tak dibedakan (‘undefferentiated groups’) yan dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1.      Satuan peta tanah sederhana (simple mapping unit)
Satuan peta ini hanya mengandung satu satuan tanah saja atau terdapat tanah lain yang disebut sebagai inklusi satuan peta tanah ini banyak dijumpai pada survei tanah detail, dari daerah yang relatif seragam. Satuan peta ini disebut konsosiasi. Menururt Wambeke dan Forbes (1986), konsosiasi merupakan satuan peta yang didominasi oleh satu satuan tanah dan tanah yang mirip (similar soil). Sekarang kurangnya 50% dari edon-pedon yang ada didalam satuan peta tersebut sama dengan yang tertulis dalam satuan peta tanah, sedangkan pedon-pedon atau tanah-tanah yang berbeda (dissimilar soil) yang disebut inklusi, dalam satuan peta konsosiasi tidak lebih dari 25 %, 15 % atau 10 % tergantung dari sifat yang diuraikan sebagai berikut :
·         Jika tanah yang berbeda tersebut lebih baik sama dengan tanah utamanya, maka diperkenakan 25%.
·         Jika tanah yang berbeda tersebut bersifat sebagai pembatas untuk pembangunannya, maka hanya diperkenankan hingga 15%.
·         Jika tanah yang berbeda tersebut berbeda kontras dan merupakan faktor pembatas yang berat, maka hanya diperbolehkan hingga 10%.
·         Sedangkan sisanya merupakan tanah-tanah yang serupa (similar soil).

2.      Satuan peta tanah majemuk (compound mapping unit)
Terdiri atas dua satuan tanah atau lebih yang berbeda (dissimilar soil). Biasanya satuan peta tanah ini digunakan pada survei tinjau atau survei lainnya yang berskala lebih kecil pada daerah yang rumit/heterogen. Satuan peta tanah ini majemuk dibedakan menjadi :
a.      Asosiasi tanah, yaitu sekelompok tanah yang berhubungan secara geografis, tersebar dalam suatu satuan peta menurut pola tertentu yang dapat diduga posisinya, tetapi karena kecilnya skala peta, taksa-taksa tanah itu tidak dapat dipisahkan.
·         Setiap komponenen dideskripsi secara terperinci tanpa ada perbedaan
·         Posisi geografis masing-masing anggota satuan peta dalam bentang-alam diterangkan denan jelas, sehinga memungkinkan untuk diperhalus oleh pemakaian peta.
b.      Kompleks tanah, merupakan sekelompok tanah dari taksa yang berbeda, yang berbaur satu dengan lainnya dalam satuan deliniasi (satuan peta) tanpa memperlihatkan pola tertentu atau menunjukkan pola yang tidak beraturan.
·         Meskipun ada komponen tanah yang berasosiasi secara geografis, tetapi tidak dapat dipisahkan kecuali pada tingkat amat detail.
              Menurut Wambeke dan Forbes (1986) satuan peta tanah dikatan kompleks jika komponen utama dalam satuan peta kompleks tidak dapat membentuk satuan peta tersendiri jika dipetakan dalam skala 1 : 24.000. pada skala tersebut luasan 0,4 cm2 pada peta adalah 2,3 ha dilapangan. Komponen utama dalam satuan peta asosiasi jika dipetakan pada skala tersebut dapat membentuk satuan peta tersendiri.
c.       Kelompok tak dibedakan (undifferentiated groups), terdiri atas dua atau lebih tanah yan secara geografis tidak selalu berupa konsosiasi tetapi termasuk dalam satuan peta yang sama karena penggunaan dan pengelolaannya sama atau mirip. Tanah-tanah tersebut dimasukkan kedalam satuan peta yang sama karena sama-sama mempunyai sifat sebagai berikut : berlereng terjal, berbatu, mengalami pengaruh banjir yang cukup parah sehingga membatasi penggunaan dan pengelolaannya.
              Ketentuan proporsi dari masing-masing tanah yang menyusunnya sama dengan asosiasi atau kompleks . beberapa kriteria untuk menentukan satuan peta menurut Dent dan Young (1981) adalah :
1.      Satuan peta hendaknya sehomogen mungkin (tidak perlu mempunyai karakteristik yang seragam, tetapi variasi dalam satu satuan peta dipertahankan dalam batasan yang telah dibuat). Macam variasi hendaklah tetap konsisten dengan semua satuan peta yang mempunyai nama yang sama.
2.      Pengelompokkan hendaklah mempunyai nilai yang praktis.
3.      Harus memungkinkan untuk memetakan satuan secara konsisten.
4.      Pemetaan hendaklah diselesaikan dalam waktu yang layak dan dengan peralatan yang umum. Sifat tanah yang digunakan dalam pemetaan haruslah (terutama) sifat yang dapat diamati dan dirasakan seperti warna dan tekstur. Banyak sifat-sifat tanah penting didalam praktek seperti unsur hara misalnya, tidak dapat langsung diamati dan dipetakan dilapangan. Hubungan sifat tanah yang dapat diamati dan sifat tanah penting lainnya harus ditemukan selama survei.
5.      Sifat tanah yang relatif stabil, seperti tekstur dan litologi, hendaklah digunakan untuk memberi batasan satuan taksonomi, bukan sifat yang cepat berubah dengan pengelolaan seperti struktur atau bahan organik tanah-atas.
              Satuan taksonomi tanah pada masing-masing satuan peta tanah, baik satuan sederhana maupun majemuk, tergantung dari skala peta final yang akan dihasilkan. Makin besar skala makin rendah kategori klasifikasi (taksonomi) tanah yang di gunakan (lihat tabel 2.1)
              Dalam survei tanah detail, satuan peta yang sering digunakan adalah :
1.      Seri tanah, merupakan sekelompok tanah yang memiliki ciri dan perilaku serupa, berkembang dari bahan induk yang sama dan mempunyai sifat-sifat dan susunan horizon, terutama dibagian bawah horizon olah dan sam dalam rezim kelembaban dan suhu tanah.
Nama seri diambil dari nama lokasi pertama kali ditemukan seri tanah tersebut. Misalnya seri Labuanteratak.
2.      Fase tanah, merupakan pembagian lebih lanjut dari seri tanah sesuai dengan ciri-ciri penting bagi pengelolaan/penggunaan lahan, seperti drainase dan erosi.
Fase dapat juga digunakan pada tingkat kategori lainnya seperti famili, sub-group dan lain-lain
3.      ‘Soil variant’, merupakan tanah yang sangat mirip dengan seri yang sudah ditemukan, tetapi berbeda dalam beberapa sifat penting. Hal ini mengurangi banyak seri tanah yang mungkin ditemukan dalam suatu survei, dimana perbedaan tidak terlalu besar. ‘Soil variant’ dapat menjadi seri tersendiri, jika pengkajian lapangan telah dilakukan lebih intensif.


2.3. Penamaan Satuan Peta Tanah
Penamaan satuan tanah yang dikemukakan dalam hal ini adalah penamaan mengunakan sistem klasifikasi taksonomi tanah USDA (Soil Survey Staff, 1990: 2003), seperti yang dikemukakan dalam Hardjowigeno, Marsoedi dan Ismangun (1993)
Satuan peta tanah terdiri atas satuan tanah dan fasenya. Kategori untuk penamaan satuan tanah tergantung dari skala peta. Pemetaan skala besar (pemetaan detail) mengunakan kategori rendah (famili atau seri), sedangkan skala kecil menggunakan kategori tinggi (sub-group, great-group, sub-ordo atau ordo) masing-masing kategori dapat menggunakan satuan fase.
Fase merupakan segala sifat tanah atau faktor lingkungan yang mempengaruhi penggunaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Biasanya merupakan sifat-sifat atau corak tambahan suatu seri tanah atau satuan tanah lainnya dalam kategori klasifkasi tanah. Misalnya tekstur lapisan atas, kemiringan lahan (lereng) batuan diatas permukaan maupun didalam prifil tanah dan sebagainya.
1.      Konsosiasi
Cara penamaannya mengikuti ketentuan sebagai berikut :
·         Nama pertama terdiri dari satua tanah atau taxon yang kemudian diikuti dengan fase.
·         Untuk fase tekstur lapisan atas atau lapisan organik dipermukaan tidak disertai dengan tanda ‘koma’.
Contoh : Ciawi liat. Tidak ditulis Ciawi, liat.
·         Jika fase tekstur lapisan atas tidak digunakan tetapi karena berbatu, berkerikil dsbnya, maka penulisannya menggunakan ‘koma’. Contoh : Cobanrondo, berbatu.
·         Untuk dua atau tiga fase digunakan ‘koma’. Contoh : pujian liat, lereng 15-20%, tererosi.
·         Penulisan fase erosi ditulis paling belakang.
·         Penulisan fase lereng ditu;s paling belakang kecuali jika ada fase erosi. Contoh : pujian skeletal berliat, substratum padas, leren 5-30%, tererosi.
2.      Kompleks
·         Ditulis kata ‘kompleks; jika fase dari masing-masing taxon tersebut tidak sama, misalnya tekstur lapisan atas tidak sama. Contoh : Kompleks Cobanrondo-Sebaluh.
·         Kata ‘kompleks’ tidak ditulis jika fase tekstur lapisan atas seri-seri tanah yang menyusunnya sama. Contoh : Jeho-Cula liat.
Perhatikan beberapa contoh berikut :
·         Kompleks Sedep-Pali, berbatu (kedua seri tersebut mempunyai fase berbatu di permukaan)
·         Kompleks Batu-Tandem, lereng 5 – 8%  (keduanya mempunyai fase lereng yang sama).
·         Tandem-Toki liat, lereng 5 – 8% (keduanya mempunyai fase tekstur lapisan atas dan lereng yan sama).
·         Kompleks Toki berbatu-Lante (hanya seri toki yang mempunyai fase berbatu).
3.      Asosiasi
Berbeda dengan kompleks, maka kata asosiasi selalu digunakan. Perhatikan contoh berikut :
·         Asosiasi Cangar-Batu, terjal (dua seri tanah dengan fase lereng terjal)
·         Asosiasi Cangar, terjal-Batu (fase lereng terjal hanya pada seri cangar)
·         Asosiasi Typic Frgiochrepts-Aeric Fragioaquepts (asosiasi sub-group)
4.      Kelompok tak dibedakan (‘undiferentiated groups’)
Untuk penamaan digunakan kata dan guna menggabunkan satu seri dengan seri lainnya. Atau digunakan kata ‘tanah’ didepan nama seri tanah tersebut. Contoh :
·         Batu dan Cangar lempung berdebu atau tanah Batu dan Cangar
·         Tanah Ciasem dan Ido, sangat terjal
·         Tanah Pendem dan Dau, sangat berbatu

2.3.1.      Inkluisi Dalam Satuan Peta Tanah
Dalam setiap satuan peta tanah hampir selalu mengandung satuan tanah lain yang didalam legenda peta tanah namanya tidak muncul. Satuan tanah ini disebut inkluisi.
Inkluisi tersebut terlalu kecil untuk dideliniasi tersendiri, atau kadang memang tidak teramati oleh metode survei yang dilakukan. Hal ini berkaitan dengan ketentuan bahwa delineasi terkecil dalam peta adalah 0.4 cm2 (USDA, 1989). Inkluisi dapat berupa tanah yang serupa atau tanah yang tidak serupa dengan tanah yang digunakan sebagai nama satuan peta tersebut. Tanah yang tidak serupa dapat pula berupa tanah penghambat (limiting) atau tanah yang bukan penghambat (non limiting).
1.      Inkluisi tanah serupa
o   Mempunyai beberapa sifat penciri yang sama dengan sifat tanah utama.
o   Berperilaku dan berpotensi serupa dengan tanah utama.
o   Memerlukan usaha konservasi dan pengelolaan yang sama dengan tanah utama.
Contoh : Typiq Argiaquolls dan Udollic Ocharaqualfs.
Kedua tanah ini mempunyai persamaan sifat dalam hal :
·         Kelembaban tanah
·         Kejenuhan basa
·         Kandungan bahan organik
·         Memiliki perbedaan tidak lebih dari 2 atau 3 kriteria.
Kesamaan sifat dapat terjadi pada sembarang tingkat kategori (fase, seri, famili, subroup).
2.      Inkluisi tanah tidak serupa
·         Tidak mempunyai kesamaan terhadap sifat-sifat penciri penting atau memerlukan pengelolaan yang berbeda dengan tanah utama.
·         Perbedaan antara tanah yang tidak serupa dapat dalam arti banyaknya sifat tanah yang berbeda atau besarnya tingkat perbedaan atau kedua-duanya.
·         Perbedaan dapat terjadi pada tingkat fase, seri famili atau kategori yang lebih tinggi. Tanah tidak serupa dapat sebagai penghambat atau bukan penghambat.
Contoh : tanah sempit dengan lereng 15 – 25% yang merupakan inkluisi dalam satuan peta tanah dengan lereng dominan 4 – 8% dapat merupakan penhambat serius penggunaan tanah di daerah tersebut. Inkluisi ini disebut inkluisi penghambat.
Berikut adalah keterangan dari dua macam inkluisi yaitu :
§  Inkluisi penghambat
Adalah inkluisi tanah tidak serupa yang mempunyai faktor penghambat lebih besar dari tanah utama atau mempengaruhi tingkat pengelolaannya.
§  Inkluisi bukan penghambat
Adalah inkluisi tanah tidak serupa dengan faktor penghambat lebih rendah dari pada tanah utama. Tidak akan mempenaruhi interpretasi terhadap potensi satuan peta tersebut.
2.3.2.      Fase Tanah
Fase merupakan pengelompokkan tanah secara fungsional yang bermanfaat untuk memprediksi potensi tanah didaerah yang disurvei. Semua sifat yang mempengaruhi potensi tanah yang tidak digunakan sebagai pembeda pada tingkat seri tanah atau kategori yang lebih tinggi, dapat digunakan sebagai pembeda untuk fase.
Fase yang biasa digunakan untuk seri tanah menurut Hardjowigeno, Marsoedi dan Ismangun (1993) adalah sebagai berikut:
1.      Tekstur lapisan atas tanah mineral
·         Fase tekstur diambil dari nama tekstur lapisan atas.
·         Bila terdapat lapisan tipis bahan organik dipermukaan, maka nama tekstur diambil dari tekstur setelah lapisan sampai kedalaman paling sedikit 12 cm (tetapi tidak lebih dari 25 cm dicampur)
·         Untuk tanah yang mempunyai desert pavement (umumnya tanah daerah arid) adalah tekstur etelah dicampur dengan horizon A dan E.
Contoh : Bogor lempung berliat, Cibinong liat berdebu.
Catatan : seri tanah yan diikuti dengan fase tidak perlu ditulis kata seri didepannya.
2.      Lapisan organik di permukaan tanah
·         Fase lapisan organik diberi nama sebagai berikut :
Bergambut kasar (peat), bergambut sedang (mucky peat) dan bergambut halus (muck).
·         Peat, setara dengan bahan fibrik (bahan organik kasar)
·         Mucky peat, setara dengan bahan hemik (bahan organik dengan tingkat dekomposisi sedang)
·         Muck, setara dengan bahan saprik (bahan organik halus)
Contoh :
o   Cinta manis bergambut kasar
o   Banjar lempung berdebu, bergambut halus (lapisan mineral di permukaan yang banyak mengandung bahan organik halus).
3.      Fragmen batuan di dalam tanah atas
Di gunakan untuk framen batuan (kerikil) didalam tanah atas yan jumlahnya lebih dari 15% volume.
Contoh :
·         Pakem lempun berkerikil (fragmen batuan 15 – 30%).
·         Kaliurang lempung sangat berkerikil (fragmen batuan 35 – 60%)
·         Tempel lempung amat sanagat berkerikil (framen batuan lebih dari 60%)
4.      Batuan dipermukaan tanah
Digunakan untuk batu atau  batuan dipermukaan tanah yang jumlahnya lebih dari 0.01% volume. Batu tersebut akan mempengaruhi pengolahan tanah, panen, penggunaan mesin-mein pertanian.
Tabel perbandingan batuan di permukaan tanah
Tidak berbatu
< 0.01 %
Berbatu
0.01– 0.1 %
Sangat berbatu
0.1 – 3.0 %
Amat sangat berbatu
3.0 – 15.0 %
Berbatuan (rubly)
15 – 75 %
Lahan batuan
>75 %
            Contoh :
Ø  Cangkringan lempung, lereng 10 – 20 %, amat sangat berbatu.
Ø  Ciapus lempung, lereng 15 – 30 %, berbatuan (rubly).
5.      Fase lereng
·         Fase lereng digunakan baik sebagai lereng tunggal maupun lereng majemuk.
·         Lereng majemuk (kompleks) adalah lereng dengan lebih dari satu arah dan ditujukan oleh daerah punggung dan lembah dalam satu delineasi , sedangkan lereng tunggal relatif mempunyai arah lereng yang seragam.
·         Satuan peta dengan lereng tunggal menggunakan nama fase dengan selang lereng dalam persen.
Contoh :
Ø  Darmaga lempung berdebu, lereng 4 – 8 %, tererosi
Ø  Kompleks seri Darmaga-Cimulang, lereng 8 – 15 %
·         Satuan peta dengan seri majemuk, biasanya mengunakan adjective
Contoh :
Ø  Asosiasi Darmaga-Cimulang, berbukit
Ø  Seri Pakem dan Kaliurang, bergelombang.
6.      Erosi tanah
Fase erosi tanah digunakan untuk menunjukkan besarnya erosi yang telah terjadi dan bukan untuk potensi terjadinya erosi. Fase erosi tanah ditentukan berdasarkan atas kela-kelas erosi yang didefenisikan dalam soil survey manual (USDA, 1989) berikut :
·         Agak tererosi – kelas 2 erosi.
·         Sanagt tererosi – kelas 3 erosi
·         Gulled tanah yang mengalami erosi parit kurang dari 10%.bila yang mengalami erosi parit lebih dari 10%, satuan peta menjadi komplek atau daerah aneka.
·         Agak tererosi angin – kelas 1 erosi agin.
·         Sangat tererosi angin – kelas 2 atau 3 erosi angin.
Contoh : turgo lempun berdebu, lereng 10 – 15 % sangat tererosi.
7.      Fase pengendapan
Fase pengendapan digunakan untuk bahan-banah yang diendapkan oleh air atau angin diatas tanah lain yang tidak memenuhi syarat sebagai tanah tertimbun. (tebal kurang dari 30 cm atau antara 30 – 50 cm, tetapi kuarang dari setengah dari tebal horizon penciri tanah yang tertimbun.
·         Fase endapan angin (overblown) è endapan baru berasal dari bahan-bahan yang diterbangkan angin.
·         Fase Hummocky è endapan angin yang membentuk pola humok.
·         Fase endapan air è bahan yang diendapkan air yang sifatnya sangat berbeda dengan epipedon tanah yang dibawahnya.
Contoh : Cibinong lempung berpasir, lereng 2 – 8%, endapn air.
8.      Fase kedalaman
Yang dimaksud kedalaman dalam tingkat fase adalah kedalaman sampai kelapisan dengan sifat-sifat tertentu yang berpengaruh nyata terhadap tujuan survei tersebut, dan belum digunakan sebagai pembeda dalam seri tanah atau kategori yang lebih tinggi.
Tabel kelas kedalaman pada fase kedalaman
Sangat Dangkal
< 25 cm
Dangkal
25 – 50 cm
Agak dalam (agak dangkal)
50 – 100 cm
Dalam
100 – 150 cm
Sangat dalam
Lebih dari 150 cm


Sebutkan diatas bahan apa kedalaman yang dimaksud !
Misalnya :        Agak dalam diatas kerikil.
                        Agak dalam diatas pasir
                        Agak dalam diatas liat
                        Dangkal diatas skist
                        Dalam diatas basalt
            Contoh : Kaliwanglu lempung berdebu, dangkal diatas kerikil.
9.      Fase substratum
·         Digunakan untuk substratum yang terletak dibawah control section dari seri dan famili.
·         Biasanya digunakan untuk substratum yang tidak padu dibawah kedalaman 100 cm.
Jenis Fase Substratum:
·         Substratum kalkareus.
·         Substratum kapur (batu gamping-lunak).
·         Substratum liat.
·         Substratum berkerikil.
·         Substratum bergipsum.
·         Substratum endapan danau (Lakustrin)
·         Substratum bernapal (marly)
·         Substratum berpasir
·         Substratum berdebu
·         Substratum serpi (Shale).


10.  Fase yang berhubungan dengan air
·         Fase ini digunakan membedakan sekuen dari status air tanah, permukaan air tanah dan drainase tanah.
·         Pada beberapa tanah, satus air tanah yang ada tidak dicerminkan oleh sifat-sifat tanah yang dimilikinya. Misalnya tanah yang tidak menunjukkan sifat-sifat drainase buruk, padahal. Tanah tersebut tergenang.
Contoh : Imogiri lempung berdebu, basah.
·         Dalam kedalaman lain, ada tanah yang masih mencerminkan pengaruh air, tetapi sudah tidak tergenang lagi karena telah dilakukan perbaikan drainase. Contoh : rawapening lempung berdebu, drainase.
·         Beberapa jenis fase yang berhubung dengan air adalah :
Ø  Basah
Ø  Agak Basah
Ø  Cukup Basah
Ø  Tergenang
Ø  Didrainase
Ø  Muka air tanah tinggi
11.  Fase salin
Digunakan untuk membedakan derajat salinitas yang penting untuk penggunaan dan pengelola tanah didalam kisaran suatu seri tanah.
Tabel kelas-kelas salin
Sedikit agak salin
< 0.4 mmho
Agak salin
0.4 – 0.8 mmho
Cukup salin
0.8 – 1.6 mmho
Sangat salin
> 1.6 mmho
Contoh :
Kupang lempung berdebu, cukup salin.
12.  Fase sodik
Beberapa tanah mempunyai sifat salin dan sodik; untuk itu fase sodi perlu ditambahkan.
Contoh : Dili lempung berdebu sangat salin, sodik.
13.  Fase fisiografi
Fase ini digunakan untuk mengelompokkan tanah yang memunyai sifat yan sama (masuk dalam seri yang sama) tetapi ditemukan dalam satu fisiografis yang berbeda misalny tanah berpasir clari loess diatas teras dan tanah berpasir dari loess diatas dataran aluvial termasuk dari seri yang sama tetapi dalam peta perlu dibedakan dalam fisiografis.
Contoh :
Ø  Parangkritis lempung berpasir, teras, lereng 0 – 5%
Ø  Parangkritis lempung berpasir, dataran aluvial lereng 0 – 3%
14.  Fase iklim
·         Fase iklim didasrkan pada suhu udara, evapotranspirasi potensial (PE) dan curah hujan.
·         Fase iklim digunakan bila perbedaan cukup nyata untuk tujuan survei dan dapat diidentifikasikan dan dipetakan secara konsisten dilapangan.
·         Ada dua kemungkinan keadaan iklim untuk seri yang sama
Ø  Keadaan iklim yang sama dengan keadaan iklim seri yang dimaksud, sehingga fase iklim tidak digunakan.
Ø  Terdapat penyimpanan keadaan iklim dari iklim yang biasanya ditemukan pada seri yang dimaksud. Untuk itu fase iklim perlu digunakan.
Contoh : tawang sari lempung berpasir, dingin.
15.  Fase-fase lain
Semua sifat pembeda yang berguna untuk tujuan survei dan dapat dipetakan dengan konsisten, dapat diunakan sebagai fase.
·         Contoh :          Sering banjir
Kadang-kadang banjir
Jarang banjir
Terbakar (gambut)
Kalkareus (berkapur)
Permukaan tercuci
Jenis-jenis fase yang telah diuraikan diatas biasanya digunakan untuk seri tanah dalam pemetaan tanah detail (skala 1:10.000), sehingga dalam satu satuan peta tanah mungkin dapat ditemukan satu jenis fase secara homogen.



III.             KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Survey adalah mengadakan pemeriksaan, penyelidikan atau peninjauan,melakukan
pengukuran seperti pada survey tanah(kamus bahasa Indonesia,1988).
Survey adalah melihat-lihat atau inspeksi seperti melihat-lihat harga pasar
(kamus Oxford,1961).
2.      Prinsip survei tanah meliputi satuan peta tanah dan satuan taksonomi, satuan peta tanah dalam survei tanah dan penamaan peta tanah.
3.      Dalam melakukan survei tanah seorang peneliti harus berpegang pada prinsip survei yang ada agar supaya survei dapat berjalan sesuai dengan prosedur yang ada.
3.2. Saran
Diharapkan agar para peneliti yang hendak melakukan survei tanah alangkah baiknya berpegang pada prinsip survei yang telah ditetapkan.


DAFTAR PUSTAKA
Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Andi. Yogyakarta.
www.google.com/php. Survey tanah dan evaluasi lahan. 2011