Pages

Selasa, 13 November 2012

Bulk Density (BD), Partikel Density (PD), dan Porositas Tanah

Berat (Massa) Tanah
Massa tanah, lebih sering dipakai istilah berat tanah, dapat dinyatakan  dalam dua cara : (1) berta (massa) jenis butiran padat dan (2) berat isi, yaitu berat suatu volume tanah dalam keadaan struktur alamiah
             Berat Jenis Butiran
Berat jenis butiran adalah berat dari satu satuan volume fase padat tanah, biasanya dinyatakan dalam gram per cm3. Berat jenis butiran diukur dengan piknometer. Piknometer yang berisi penuh air ditimbang. Kemudia piknometer tersebut yang telah dikosongkan dari air diisi dengan sejumlah berat tertentu tanah dan ditambah air untuk mengisi penuh piknometer. Piknometer ditimbang kembali. Volume butiran tanah yang sama dengan jumlah air yang diganti tempat oleh tanah dapat dihitung.
Berat jenis butiran tanah beragam antara 2.6 – 2.7 g/cm3. Berat jenis rata-rata butiran tanah mineral biasanya dianggap 2.65 g/cm3 untuk kepentingan praktis. Sebagai perbandingan beratjenis tanah-tanah organic jauh lebih kecil, yaitu sekitar 0,5-0,8 g/cm3. Berat jenis butiran tidak berubah dengan ukuran butir atau dengan perubahan pori-pori. Berat jenis
Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung. Berat jenis tanah mineral rata-rata merupakan rata-rata berat jenis mineral yang paling banyak terdapat dalam tanah. (lihat table 2.1)
Tabel 2.1 Berat Jenis Mineral yang umum terdapat dalam tanah
Mineral
Berat jenis (g/cm3)
Kwarsa
2.65
Ortoklas
2.56
Plagioklas
2.60 – 2.76
Mika
2.76 – 3.0
Liat Silikat
2.0 – 2.7
Hidroksida Fe dan Al
2.40 – 4.3
            Sumber : Pairunan et al (1985).
        Berat isi (Bulk density, volume-weight)
      Berat isi adalah berat (massa) satu satuan volume tanah kering, umumnya dinyatakan dalam gram per cm3. Volume tanah termasuk volume butiran padat dan ruang pori.
Kerapatan Masa Tanah menyatakan berat tanah, dimana seluruh ruang tanah diduduki butir padat dan pori yang masuk dalam perhitungan. Berat volume dinyatakan dalam masa suatu kesatuan volume tanah kering. Volume yang dimaksudkan adalah menyangkut benda padat dan pori yang terkandung di dalam tanah. (www.beratbutirtanah.com)
Berat isi berguna untuk menghitung berat tanah di lapangan misalnya berat 1 Ha tanah di lapangan. Berat isi ditentukan oleh porositas dan padatan tanah. Tanah yang renggang berpori-pori mempunyai bobot kecil per satuan volume dan tanah yang padat berbobot tinggi per satuan volume. Tanah yang bertekstur halus mempunyai porositas tinggi dan berat isi yang lebih rendah daripada tanah berpasir.
            Tabel 2.2 Berat Isi tanah dari berbagai Tekstur
Kelas Tekstur
Berat Isi
Porositas
Pasir
1.55
42
Lempung berpasir
1.40
48
Lempung berpasir halus
1.30
51
Lempung
1.20
55
Lempung bedebu
1.15
56
Lempung berliat
1.10
59
Liat
1.05
60
Liat Beragregat
1.00
62
            Sumber : Pairunan et al, 1985.
Kerapatan Butir Tanah menyatakan berat butir-butir padat tanah yang terkandung di dalam tanah. Menghitung kerapatan butir tanah, berarti menentukan kerapatan partikel tanah dimana pertimbangan hanya diberikan untuk partikel yang solid. Oleh karena itu kerapatan partikel setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral kerapatan partikelnya rata–rata sekitar 2, 6 gram/cm3. Kandungan bahan organic di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah, akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan butirnya lebih kecil dari subsoil. Walau demikian kerapatan butir tanah tidak berbeda banyak pada tanah yang berbeda, jika tidak, akan terdapat suatu variasi yang harus mempertimbangkan kandungan tanah organik atau komposisi mineral ( Foth, 1995 ).
Bahan organic memperkecil berat isi tanah karena bahan organic jauh lebih ringan dari pada mineral, dan bahan organic memperbesar porositas tanah. Berat isi menggambarkan keadaan tekstur, struktur dan porositas.
2.1.3                       Porositas Tanah
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) tang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Porositas dapat ditentukan melalui 2 cara, yaitu menghitung selisih bobot tanah jenuh dengan bobot tanah kering dan menghitung ukuran volume tanah yang ditempati bahan padat.
Komposisi pori-pori tanah ideal terbentuk dari kombinasi fraksi debu, pasir, dan lempung. Porositas itu sendiri mencerminkan tingkat kesarangan untuk dilalui aliran masa air (permeabilitas, jarak per waktu) atau kecepatan aliran air untuk melewati masa tanah (perkolasi, waktu per jarak). Kedua indikator ini ditentukan oleh semacam pipa berukuran non kapiler (yang terbentuk dari pori-pori makro dan meso yang berhubungan secara kontinu) di dalam tanah. Hal tersebut menekankan bahwa tanah permukaan yang berpasir memiliki porositas lebih kecil daripada tanah liat. Sebab tanah pasir memiliki ruang pori total yang mungkin rendah tetapi mempinyai proporsi yang besar yang disusun oleh komposisi pori-pori yang besar yang efisien dalam pergerakan udara dan airnya.
Ini berarti karena prosentase volume yang terisi pori-pori kecil pada tanah pasir menyebabkan kapasitas menahan air nya rendah. Maka tanah-tanah yang memiliki tekstur halus, memiliki ruang pori lebih banyak dan disusun oleh pori-pori kecil karena proporsinya relatif besar.  
Faktor Yang Mempengaruhi Bulk Density (BD) Dan Partikel Density (PD) Tanah
            Kerapatan partikel (Bulk Density) merupakan berat partikel persatuan volume tanah beserta porinya. Kisaran kerapatan limbat tanah berfariasi cukup lebar tergantung ruang pori dan tekstur tanahnya. Bahan organik mineral juga mempengaruhi kerapatan limbat. Bahan organik ini berperan dalam pengembangan struktur. Semakin tinggi kandungan bahan organiknya semakin berkembang struktur tanah yang dapat mengakibatkan bongkah semakin kecil (Hartati,2001).
Ada beberapa factor yang mempengaruhi BD dan PD tanah.
-          Tekstur
            Tekstur tanah dapat diartikan sebagai penampilan visual suatu tanah berdasarkan komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu massa tanah tertentu. Tekstur tanah menunjukan komposisi partikel penyusun tanah (Hanafiah,2005)
-          Bahan Organik
            Bahan organik biasanya berasal dari proses pelapukan batuan. Bahan organik komposisinya didalam taha memang sedikit yaitu berkisar 3-5% tapi pengaruhnya sangat besar terhadap perubahan sifat-sifat tanah. Bahan organik dalam tanah terdiri atas bahan organik kasar dan bahan organik halus (Hanafiah,2005)
-          Struktur
            Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil alami dari tanah, akibat melekatnya butir-butir primer tanah satu sama lain. Satu unit struktur disebut ped (terbentuk karena prose salami ). Clod juga merupakan unit gumpalan tanah teatpi terbentuknya bukan karena proses alami (misanya karena pencangkulan tusukan pisau dan sebagainya) (hanafiah,2005).
 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persen (%) Pori
            Ruang pori merupakan bagian volume tanah yang ditempati oleh air dan udara, keseimbangan antara udara dan air yang menempati ruang pori ditentukan oleh uuran pori.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi % pori
-          Kandunan bahan organik
-          Struktur tanah
-          Tekstur tanah
            Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tinggi tanah-tanh dengan struktur granuler atau remah,mempunyai porositas yang lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan struktur massive (pejal).tanah denag tkstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air.(Hardjowigeno,1987).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persen (%) Field Capacity (FC)
            Kapasitas lapang (field capacity) menunjukkan keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tan ah terhadap gaya gravitasi. Kapsitas lapang ini sangat dipengaruhi tingkat kelembaban tanah yang sangat penting bagi pertumbuhhan tanaman. (Hanafiah, 2005).

Partikel Mineral
Partikel mineral dapat berupa fraksi anorganik, hasil perombakan bahan-bahan batuan dan anorganik yang terdapat di permukaan buk.
Bahan Induk/Bahan Organik lainnya 
Dalam proses pembentukan tanah juga terdapat bahan induk tersebut bersumber dari batuan dan bahan organic. Batuan dapat di definisikan sebagai bahan padat yang terjai didalam membentuk kerak bumi,batuan pada umumnya tersusun atas dua mineral  atau lebih.berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan menjadi 3 jenis batuan,yaitu beku,batuan endapan danbatuan sedimen.
Bahan Organik lainnya dapat berupa sisa-sisa tanaman yang telah lapuk, ataupun pengendapan binatang dan berbagai hasil kotoran binatang.
Air
Air  mempunyai  beberapa funsi  penting  dalam tanah.air penting dalam pelapukan  mineral dan bahan organik,yaitu reaksi yang menyiapkan hara larut bagi pertumbuhan tanaman.air berfungsi sebagai media gerak hara ke akar-akar  tanaman.akan tetapi bila air terlalu banyak,hara-hara yang bolil dapat hilang tercuci dari lingkungan  perakaran atau bila evaprorasi  tinggi, garam-garam terlarut mungkin  terangkut  ke lapisan atas tanah  dan kadang-kadang  tertimbun dalam  jumlah yang dapat merusakan  tanah.air yang berlebihan juga membatasi pergerakan udara di dalam tanah,dan merintani akar tanaman memperoleh O2 .karena itu air dapat berguna atu merugikan bagi pertumbuhan  tanaman,tergantung pada jumlah air yang ada dalam tanah.
Air juga berpengaruh penting  pada sifat fisik tanah. Kandungan air dalam tanah sangat berpengaruh pada konsistensi  tanah,dan kesesuaian tanah  untuk di olah. begitu pula variasi kandungan air mempengaruhi daya dukung tanah .
Tiga fungsi yang saling berkaitan dalam penyediaan air bagi tanaman :(1) memperoleh air dalam tanah(2) penyimpanan sementara air dalam pori-pori tanah,dan(3) penyerahan air yang di simpan ke akar-akar tanaman.jumlah air yang di peroleh tanah sebagai bergantung pada kemampuan tanah menyerap cepat dan meneruskan air yang di tarima di permukaan tanah ke bawah akan tetapi jumlah ini juga di pengaruhi oleh factor-faktor  luar seperti  jumlah curah hujan tahunan dan sebaran hujan sepanjang tahun .dalam kebanyakan hal penyimpanan air,penyerahan air ke akar mencrminkan konfigurasi pori dalam tanah.
Udara Tanah
Unsur  udara selain berperan memindahkan debu-debu yang telah terbentuk, juga berperan dalam menggerakan uap air di angkasa sehingga terjadi sirkulasi air yang teratur. Udara yang mengandung karbondioksida dan air merupakan unsure kimiawi dalam pembentukkan tanah stadium pertama, sedangkan kegiatan matahari dapat dinyatakan sebagai factor mekanis, dalam pembentukan tanah tersebut.
Jasad Renik
Semua mahluk hidup ,baik hidup hidupnya mampu sudah mati mempunyai pengaruh terhadap pembentukan tanah .Diantara mahluk yang paling berpengaruh adalah vegetasi karena jumlahnya banyak dan berkedudukan tepat untuk waktu yang lama,sedangkan hewan dan manusia berpenngaruh tidak langsung melalui  vegetasi.
Jasad renik (Mikro organism)dalam tanah mempunyai peranan dalam proses peruraian bahan organic menjadi unsur hara dapat di serap oleh akar tanaman dan pembentukan humus (bunda tanah). Cacing tanah aktif dalam peruraian (dekomposisi)serasah.pada waktu malam hari cacing-cacing membawa guguran dedaunan dan rerumputan kedalam lubang-lubangnya dan mencampur dengan mineral –mineral tanah. Sekresi yang dikeluarkan mengandung Ca lebih banyak daripada tanah disekitarnya.Lubang-lubang cacing akan mempengaruhi erosi dan pembebasan air.

Rabu, 07 November 2012

Karakteristik Zona Agroekosistem dan Kesesusaian Lahan


I.            PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Tanah sebagai salah satu komponen sumberdaya alam yang mempunyai peran sangat besar bagi kehidupan manusia yang mana mencakup semua bagian padat diatas permukaan bumi termasuk semua yang ada diatas dan didalamnya yang terbentuk dari bahan induk yang dipengaruhi oleh kinerja iklim, jasad hidup dan relief setempat dalam waktu tertentu dalam satu toposekuen akan dijumpaiberbagai jenis tanah sebagai akibat adanya perbedaan bahan induk, iklim, topografi dan penggunaan lahan (Hardjowigeno, 2003).
Tanah juga sebagai salah satu subsistem dari lahan memegang peranan penting dalam mencirikan, merubah maupun mempertahankan kualitas lahan.Setiap satuan tanah memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik secara fisik, kimia, dan biologi.Dengan adanya perbedaan karakteristik ini, maka diperlukan perlakuan pemanfaatan yang berbeda pula. Hakim dkk., (1986) mengemukakan bahwa setiap penggunaan lahan dipengaruhi oleh karakteristik tanahnya atau setiap penggunaan lahan perlu diselaraskan dengan karakteristik satuan tanahnya.
Penggunaan lahan merupakan pencerminan dari manajemen yang dilakukan manusia terhadap lahan.Seringkali manusia menggunakan lahan tersebut kurang memperhatikan daya dukung dan kesesuaian lahan serta tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah.
Penggunaan lahan yang tidak didasarkan pada kesesuaian lahannya dan tanpa adanya pengelolaan tanaman yang kurang tepat akan menyebabkan berkurangnya kesesuaian lahan tersebut dalam memproduksi hasil pertanian dan mendorong timbulnya lahan kritis. Lahan yang kritis telah mengalami kerusakan baik fisik, kimia, dan biologisnya yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologisnya, produksi pertaniaan, pemukiman dan tempat berpengaruh terhadap iklim, jenis tanah, fisiografi dan penggunaan lahan. Pengaruh tinggi tempat terhadap iklim terutama terjadi terhadap komponen suhu, kelembaban dan curah hujan, tetapi semakin rendah suhu udaranya, demikian juga sebaliknya makin rendah suatu tempat makin tinggi suhunya dan semakin rendah kelembabannya.
Faktor iklim merupakan komponen agroekosistem yang paling sulit dimodifikasi, komponen iklim yang paling berpengaruh terhadap keragaman tanaman adalah suhu dan kelembaban.Berdasarkan ketinggian tempatnya di Indonesia dikenal dengan dua suhu yaitu panas dan dingin.Suhu panas umumnya dijumpai pada ketinggian tempat dibawah 700 meter diatas permukaan laut, sedangkan suhu dingin dijumpai pada ketinggian tempat diatas 700 meter dari permukaan laut. Semua itu dibatasi oleh fisiografi permukaan bumi sehingga perbedaan tersebut dapat terjadi.
Fisiografi adalah bentukan alam permukaan bumi yang dibedakan berdasarkan proses pembentukan dan evolusinya, proses pembentukan dan evolusinya dapat berasal dari tenaga dalam bumi (Endogen) dan dari luar bumi (Eksogen). Tenaga dari dalam bumi adalah tenaga yang disebabkan oleh penimbunan panas, akibat adanya arus radio aktif dilapisan bumi paling dalam. Tenaga ini dapat menimbulkan perubahan-perubahan (tinggi rendahnya) permukaan bumi sedangkan tenaga eksogen berasal dari luar bumi dan tenaga ini juga dapat menimbulkan perubahan pada permukaan bumi. Dari pengertian fisiografi tersebut wilayah yang berada dalam satu toposekuen dapat dibedakan dalam beberapa fisiografi, karena wilayah dalam satu toposekuen terdiri dari berbagai macam proses pembentukan lahan dan evolusinya (Subroto, 2004).
Dalam pengelompokkan lahan untuk daerah pertanian seharusnya di kelompokkan berdasarkan fisiografis karena tidak semua fisiografis di permukaan bumi sama dan sesuai untuk semua jenis tanaman. Pada fisiografis yang tinggidan memiliki toposekuen yang miring maka hanyalah tanaman tertentu yang dapat tumbuh berkembang namun pada fisiografis yang rendah dan toposekuen yang datar maka berbeda pula tanaman yang akan tumbuh diatasnya.
Maka dalammengelola suatu unit lahan untuk dijadikan usaha budidaya tanaman sangatlah diperlukan pengelolaan khusus dan harus sesuai dengan kaidah kesesuaian lahan yang baik, sebab jika tidak maka lahan yang dikelola akan cepat terdegradasi dan akhirnya rusak.
Untuk dapat menjaga kelestarian sumberdaya lahan agar nantinya tidak mudah terdegradasi makapengembangan wilayah di suatu daerah memerlukan daya dukung lingkungan yang sesuai dengan peruntukannya, hal ini terkait dengan pemanfaatan sumber daya geologi, seperti bentang alam, air tanah, dan batuan.Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, dapat menimbulkan dampak yaitu seperti terjadinya degradasi lingkungan geologi seperti menurunnya potensi air tanah, intrusi air laut, erosi/abrasi, amblesan, longsoran.Perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan wilayah perlu disesuaikan dengan aspek lingkungan fisik (geologi) yang berperan sebagai faktor pendukung dan faktor kendala.
Dari uraian diatas dalam pengelolaan daerah pertanian, pengelompokkan lahan berdasarkan keragaman fisik lingkungan yang sama yang selanjutnya disebut zona agroekosistem dapat dijadikan sebagai wadah dalam penerapan satu teknologi tertentu. Komponen zona atau sub zona agroekosistem yang perlu dipertimbangkan kesamaannya dalam satu unit pengelolaan adalah iklim, fisiografi, jenis tanah, dan penggunaan lahannya. Keempat komponen ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian.Lereng selatan Gunung Gamalama mulai dari dari pantai sampai puncak gunung Gamalama mempunyai fisiografi, iklim, Tanah, dan penggunaan lahan yang sangat bervariasi. Untuk itu delineasi zona atau sub zona agroekosistem lereng Selatan Gunung Gamalama dalam penelitian Identifikasi karakteristik zona agroekosistem dan kesesuaian lahan pertanian ini dapat dijadikan sebagai satuan lahan atau unit lahan.
B.       Rumusan Masalah
            Dari tujuan yang telah di rumuskan maka permasalahan yang di angkat adalah :
1.      Bagaimana karakteristik zona agroekosistem yang terdapat di Lereng Selatan Gunung Gamalama?.
2.      Sejauh mana kesesuaian lahan yang terdapat di Lereng Selatan Gunung Gamalama dan apa faktor pembatasnya?.

C.      Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.      Mengidentifikasi karakteristik zona agroekosistem dan,
2.      Menentukan Kesesuaian lahan dan faktor pembatasnya di lereng selatan gunung Gamalama Kota Ternate yang meliputi daerah Kastela sampai Foramadiahi.
D.      Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi informasi terkait dengan zona agroekosistem dan kesesuain lahan dilereng selatan Gunung Gamalama Kota Ternate, dan  karakteristik tanah dan pengelolaan lahan bagi para pengambil kebijakan perencanaan pengembangan wilayah serta berguna sebagai acuan bagi masyarakat setempat dalam upaya pemanfaatan lahan.
 II.            TINJAUAN PUSTAKA
A.      Konsep Agroekosistem
Diketahui bahwa salah satu komponen yang terdapat dalam biosfer adalah
ekosistem yang merupakan suatu kawasan atau wilayah yang di dalamnya terjadi proses interaksi, asosiasi dan hubungan timbal balik antara komponen-komponen yang ada di dalamnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa lahan pertanian merupakan salah satu bentuk ekosistem. Ekosistem lahan pertanian dapat disebut
juga sebagai agroekosistem. (Jumil, 2002)
Agroekosistem adalah suatu sistem kawasan tempat membudidayakanmakhluk hidup tertentu meliputi apa saja yang hidup di dalamnya serta materialyang saling berinteraksi. Lahan pertanian merupakan arti agroekosistem secaraluas, sehingga di dalamnya juga dapat pula dimasukkan hutan produksi dengankomoditas tanaman industri (KTI), kawasan peternakan dengan padangpenggembalaan serta tambak-tambak ikan. Indonesia yang secara geografisterletak di wilayah yang beriklim tropis memiliki agroekosistem yang dapatdigolongkan sebagai agroekosistem tropik. Agroekosistem ini adalah kawasanpertanian yang terletak di daerah tropika secara geografis ataupun vegetatif danedafis (tanah) yang dipengaruhi oleh faktor iklim setempat (Jumil : 2002).
Dalam agroekosistem tersebut berbagai organisme dan materi yang salingberinteraksi dalam menunjang eksistensi dari agroekosistem tersebut.SelanjutnyaJumil (2002) mengemukakan bahwa agroekosistem yang terdapat dikawasantropika memiliki beberapa karakteristik diantaranya suhu rata-rata harian yangrelatif tinggi sepanjang tahun, tidak adanya musim dingin dan musim panas.Musim yang dikenal pada kawasan ini adalah musim hujan dan musim kemarau.Kedua musim ini dipengaruhi oleh arah angin dan letak pantai terhadappegunungan (dataran tinggi) yang menghadang angin laut.Berdasarkan iput teknologi dan pengelolaannya, agroekosistem dapatdibagi menjadi tiga jenis yakni; (1) agroekosistem tradisional (tradisionalagroekosistem), merupakan agroekosistem dengan pembudidayaan sumber dayaalam hayati adaptif setempat. Agroekosistem tipe ini tidak memerlukan masukanteknologi yang mengubah kondisi setempat secara drastis.Keanekaragamanhayati (biodiversitas)-nya dapat dipertahankan.Potensi produktivitasnya beragam,sesuai dengan kondisi sosial budaya dan ekosistem petani setempat; (2)agroekosistem konvensional (convensional agroecosystem), merupakanagroekosistem dengan masukan teknologi tinggi seperti pupuk buatan danpestisida.Produktivitas biasanya tinggi dan sangat tergantung ketepatanpenggunaan masukan teknologi bahan kimia tersebut secara alternatif manipulasisistem yang memungkinkan untuk mencegah penurunan hasil: (3) agroekosistemberkelanjutan (sustainable agroecosystem) merupakan agroekosistem yangdikelola dengan memberikan masukan teknologi yang dapat mempertahankantingkat produktivitas tinggi dan tidak atau sangat minim sekali dampak negatifnyaterhadap lingkungan (Jumil : 2002).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa di dalam agroekosistemtersebut terdapat komponen-komponen yang dapat menunjang eksistensiagroekosistem tersebut.Komponen yang dimaksud disini adalah biodiversitas(keanekaragaman hayati).Biodiversitas secara umum dapat diartikan sebagaikeanekaragaman hayati atau sumber daya hayati termasuk di dalamnya adalahflora, fauna maupun mikroorganisme.Biodiversitas lahan pertanian dikenaldengan istilah agrobiodiversitas. Secara umum agrobiodiversitas merupakansemua komponen yang terdapat di lahan pertanian termasuk di dalamnya adalahsemua organisme yang hidup di lahan pertanian dan memberikan fungsinya padaproses yang terjadi di lahan pertanian tersebut. Contoh organisme yang dimaksuddisini seperti mikroba tanah dan fauna, gulma, herbivora dan karnivora yangberkoloni dan hidup sesuai dengan kondisi dan proses lingkungan yang berjalan,(Jackson et al: 2007).
Selain beberapa unsur yang telah disebutkan di atas, habitat maupunspesies yang terdapat di luar dari kawasan lahan pertanian yang mendukungproses pertanian dan menjalankan fungsi ekologis, juga dapat dimasukkan sebagaibagian dari agrobiodiversitas. Sesuai dengan hirarki dalam ekologi makaagrobiodiversitas dapat terdiri dari; (1) genetik dan karakterstik populasi, (2)komunitas, (3) keberagaman biota dalam hubungannya dengan proses biofisikdalam ekosistem dan (4) interaksi secara luas pada tingkat ekosistem baiktermasuk interaksi antara ekosistem pertanian dan non pertanian.(Jackson et al: 2007).
Manusia telah mengubah ekosistem alam secara luas sejak mulai mengenal pemukiman. Mereka membersihkan hutan dan lahan rumput untuk mengusahakan tanaman bahan makanan dan bahan makanan ternak untuk dirinya dan ternaknya melalui berbagai pengalaman. Mereka mengembangkan pertanian dengan membersihkan tanah, membajaknya, menanam tanaman musiman dan memberikan unsur-unsur yang diperlukan, seperti pupuk dan air. Setelah menghasilkan kemudian dipanen. Sejak menebar benih sampai panen tanaman pertanian sangat tergantung alam, gangguan iklim, hama dan penyakit.(Jackson et al: 2007).
Agroekosistem (ekosistem pertanian) ditandai oleh komunitas yang monospesifik dengan kumpulan beberapa gulma. Ekosistem pertanian sangat peka akan kekeringan, frost, hama/penyakit sedangkan pada ekosistem alam dengan komunitas yang kompleks dan banyak spesies mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap gangguan iklim dan makhluk perusak. Dalam agroekosistem, tanaman dipanen dan diambil dari lapangan untuk konsumsi manusia/ternak sehingga tanah pertanian selalu kehilangan garam-garam dan kandungan unsur-unsur antara lain N, P, K, dan lain-lain. Untuk memelihara agar keadaan produktivitas tetap tinggi kita menambah pupuk pada tanah pertanian itu. Secara fungsional agroekosistem dicirikan dengan tingginya lapis transfer energi dan nutrisi terutama di grazing food chain dengan demikian hemeostasis kecil. (Marten, 1998).
Aktivitas pertanian merupakan interaksi antara manusia dengan lingkungan alam yang memberikan arti bagi ekologi pertanian.Analisis agroekosistem merupakan hal baru yang dikembangkan untuk memperbaiki kapasitas kita dalam melihat persoalan-persoalan yang muncul dari penerapan berbagai teknologi di bidang pertanian. Khususnya persoalan yang muncul sejak Revolusi Hijau. (Marten, 1998).
Menurut pengertian agroekosistem adalah sistem ekologi yang dimodifikasi manusia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama bahan makanan. Agroekosistem memiliki kaidah-kaidah ekologi umum yang memiliki khas tersendiri seperti yang terlihat pada ekosistem sawah dengan ekosistem lainnya.(Marten, 1998).
Marten (1998) juga mengemukakan bahwa di dalam suatu tatanan agroekosistem, terdapat empat aspek penting yang dapat mendukung terciptanya keseimbangan agroekosistem, yaitu :
  1. Produktivitas (Productivity).
Produktivitas dapat didefinisikan sebagai suatu tingkat produksi atau keluaran berupa barang atau jasa, misalnya produktivitas padi/ha/tahun. Hasil akhir panen atau pendapatan bersih, nilai produksi dibandingkan masukan sumber. Produktifitas selalu diukur dalam  pendapatan per hektar, atau total produksi barang dan jasa per rumah tangga atau negara. Produktifitas juga dapat  diukur dalam kilogram butiran, ikan atau daging, atau juga dapat dikonversikan dalam kalori, protein, vitamin atau unit-unit uang. Input sumberdaya dasar adalah tanah, tenaga kerja,dan modal.Artinya, apabila produktifitas dari suatu agroekosistem itu tinggi maka hendaknya kebutuhan hidup bagi manusia akan terpenuhi, dan sepantasnya untuk diupayakan kondisi agroekosistem yang lestari. Namun, pada kenyataannya upaya konservasi terhadap agroekosistem itu jarang sekali dilakukan. Seharusnya disusun suatu model pendekatan agroekosistem yang  di desain untuk pencegahan dan pengendalian terjadinya kemerosotan kualitas sumberdaya lahan dan lingkungan dan tetap mernpertahankan produktivitas pertanian. Karena, sejatinya  keterpaduan dua aspek tersebut merupakan konsepsi pembangunan pertanian berkelanjutan dan melembagakan aspek ekologi ke dalam kebijakan ekonomi. (Marten, 1998).
  1. Stabilitas (Stability)
Stabilitas diartikan sebagai tingkat produksi yang dapat dipertahankan dalam kondisi konstan normal, meskipun kondisi lingkungan berubah. Suatu sistem dapat dikatakan memiliki kestabilan tinggi apabila hanya sedikit saja mengalami fluktuasi ketika sistem usaha tani tersebut mengalami gangguan. Sebaliknya, sistem itu dikatakan memiliki kestabilan rendah apabila fluktuasi yang dialami sistem usaha tani tersebut besar. Produktifitas menerus yang tidak terganggu oleh perubahan kecil dari lingkungan sekitarnya. Fluktuasi ini mungkin disebabkan karena perubahan iklim atau sumber air yang tersedia, atau kebutuhan pasar akan bahan makanan. (Marten, 1998).
Stabil, artinya dalam hal ini tercipta kondisi yang konsisten terhadap suatu hasil produksi. Namun secara menyeluruh, hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti variasi curah hujan, serangan hama periodik, fluktuasi harga, dll.
  1. Keberlanjutan (Sustainability).
Kemampuan  agroekosistem untuk memelihara produktifitas ketika ada gangguan besar. Gangguan utama ini berkisar dari gangguan biasa seperti salinasi tanah, sampai ke yang kurang biasa dan lebih besar seperti banjir, kekeringan atau terjadinya introduksi hama baru. Aspek keberlanjutan sebenarnya mengacu pada bagaimana mempertahankan tingkat produksi tertentu dalam jangka panjang. (Marten, 1998).
Apakah pada kondisi tertentu produktivitas dapat dipertahankan dari waktu ke waktu (artinya bisa sustain). Prinsipnya,  keberlanjutan melibatkan kemampuan manajemen pertanian untuk mempertahankan fungsi agroekosistem (termasuk produksi) , meskipun proses-proses ekologi alami yang cenderung mengubah agroekosistem menuju suatu titik degradasi. Seperti dengan stabilitas, keberlanjutan (sustainability) memiliki berbagai kebijakan yang terkait dengan tindakan berbagai produktivitas. Beberapa langkah keberlanjutan bisa tinggi sementara yang lain rendah untuk agroekosistem yang sama. (Marten, 1998)
  1. Pemerataan (Equitability).
Aspek Ekuitabilitas digunakan untuk menggambarkan bagaimana hasil-hasil pertanian dinikmati oleh segenap lapisan masyarakat. Contoh apabila suatu sistem usaha tani dapat dikatakan memiliki suatu ekuitabilitas atau pemerataan sosial yang tinggi apabila penduduknya memperoleh manfaat pendapatan, pangan, dan lain-lain yang cukup merata dari sumber daya yang ada. Indikatornya antara lain rata-rata keluarga petani memiliki akses lahan yang luasnya tidak terlalu berbeda atau senjang. Pemerataan biasanya diukur melalui distribusi keuntungan dan kerugian yang terkait dengan produksi barang dan jasa dari agroekosistem. (Marten, 1998).
B.        Tanah
Dalam bidang pertanian, tanah memiliki arti yang lebih khusus dan penting  sebagai media tumbuh tanaman darat.  Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya.  Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air yang berasal dari hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain.  Dalam proses pembentukan tanah, selain campuran bahan mineral dan bahan organik terbentuk pula lapisan-lapisan tanah yang disebut horizon.  Dengan demikian tanah (dalam arti pertanian) dapat didefenisikan sebagai kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno, 2003).
Secara umum tanah dapat dipelajari dengan pendekatan pedologi dan pendekatan edaphologi.   Ilmu yang mempelajari proses-proses pembentukan tanah beserta faktor-faktor pembentuknya, klasifikasi tanah, survai tanah, dan cara-cara pengamatan tanah di lapang disebut “Pedologi”.Dalam hal ini tanah dipandang sebagai suatu benda alam yang dinamis dan tidak secara khusus dihubungkan dengan pertumbuhan tanaman.  Walaupun demikian penemuan-penemuan dalam bidang pedologi akan sangat bermanfaat pula dalam bidang pertanian maupun non pertanian misalnya pembuatan bangunan (teknik sipil). Apabila tanah dipelajari dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman disebut “edaphologi”.  Dalam edaphologi yang dipelajari adalah sifat-sifat tanah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, serta usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah bagi pertumbuhan tanaman seperti pemupukan, pengapuran dan lain-lain (Hardjowigeno, 2003).
Tanah merupakan salah satu sumberdaya fisik lahan yang sangat penting dalam perencanaan penggunaan tanah.  Sifat-sifat tanah senantiasa beragam dari satu tempat ke tempat lain sehingga memungkinkan perbedaan tanah dalam mendukung suatu penggunaan. Oleh sebab itu, untuk mengetahui sifat-sifat tanah yang menentukan potensi penggunaan tanah maka perlu melakukan survei tanah dan analisis laboratorium (Hardjowigeno dkk.,2001).
Survei tanah dapat didefinisikan sebagai penelitian tanah dilapangan dan dilaboratorium yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu, yang ditunjang oleh informasi dari sumber-sumber lain yang relevan (Soil conservation service of america ,1982 dalam Rayes, 2007).
Menurut Soil Survey Division Staff (1993) dalam (Rayes, 2007) bahwa survey tanah mencakup kegiatan mendiskripsikan karakteristik tanah-tanah disuatu daerah, mengklasifikasikan menurut system klasifikasi baku, membatasi (memplot) batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah.  Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah sangat membatntu perencanaan penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan.Hasil interpretasi tanah merupakan prediksi tentang prilaku tanah sebagai respon terhadap berbagai penggunaan dan berbagai jenis tanaman serta respon tanah terhadap pengelolaannya.
C.      Kualiatas Dan Karakteristik Lahan
Karakterisik lahanmerupakan atribut lahan yang dapat diukur atau diestimasi.  Misalnya kemiringan, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia, biomasa vegetasi, dll.  Sedangkan Kualitas lahan adalah kompleks atribut lahan yang mempunyai peranan spesi­fik dalam menentukan tingkat kesesuaian lahan untuk suatu penggu­naan tertentu.  Contohnya ketersediaan air, resistensi erosi, bahaya banjir, dan aksesibilitas. Kriteria diagnostik adalah suatu peubah yang mempunyai pengaruh tertentu terhadap hasil (atau input yang diperlukan ) pada penggunaan tertentu, dan peubah ini juga berfung­si sebagai dasar untuk menilai kesesuaian suatu bidang lahan bagi penggunaan tersebut.   Peubah ini  bisa berupa kualitas lahan, karak­teristik lahan, atau fungsi dari beberapa karakteristik lahan. (Madjid, 2009)
Beberapa macam kualitas lahan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan produktivitas tanaman adalah: (i) hasil tanaman, (ii) ketersediaan air, (iii) ketersediaan hara, (iv) ketersediaan oksigen dalam zona perakaran, (v) kondisi bagi perkecambahan, (vi) kemuda­han pengolahan, (vii) salinitas atau alkalinityas, (viii) toksisitas tanah, (ix) ketahanan terhadap erosi, (x) bahaya banjir, (xi) rejim suhu, dan (xii) Fotoperiodik.
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976). Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan diberikan pada Tabel  berikut :
Tabel 1. Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan yang dipakai pada  metode evaluasi lahan menurut Djaenudin dkk. (2003).
Kualitas Lahan
Karakteristik Lahan
Temperatur (tc)
Temperatur rata -rata (oC)
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm), Kelembaban (%), Lamanya bulankering (bln)
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
Keadaan media perakaran(rc)
Tekstur, Bahan kasar (%), Kedalaman tanah (cm)
Gambut
Ketebalan (cm), Ketebalan (cm) jika ada sisipan bahanmineral/pengkayaan, Kematangan
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol/kg), Kejenuhan basa (%), pH C-organik(%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%), Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh)
Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%), Singkapan batuan (%)
Khusus dalam hubungannya dengan aktivitas pembangunan dalam sektor pertanian dikenal istilah penggunaan lahan pertanian dan evaluasi lahan pertanian yang melibatkan berbagai macam kegia­tan.  Dalam hubungan ini, kesesuaian lahan juga bermakna sebagai kecocokan suatu bidang lahan bagi penggunaan tertentu.  Perbedaan tingkat kesesuaian ini ditentukan oleh hubungan-hubungan (aktual atau yang diantisipasi) antara benefit dan input yang berhubungan dengan penggunaan lahan tersebut.  Dengan demikian ada dua macam klasifikasi kese-suaian lahan, yaitu kesesuaian aktual dan kesesuaian potensial. (Madjid, 2009.)
D.      Konsep Evaluasi Dan Kesesuaian Lahan
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahanpotensial). (Sofyan, dkk, 2007)
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkankesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai. (Sofyan, dkk. 2007).
1.     Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976)dalam Sofyan, dkk (2007) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).Klasifikasi lahan dapat dibagi menjadi 2 yaitu, klasifikasi kuantitatif dan klasifikasi kualitatif berdasarkan dari data yang ada atau yang tersedia (FAO). Klasifikasi kuantitatif adalah klasifikasi yang memuat informasi kepada pemakai bahwa dimana hasil penelitian beserta unsur-unsur ekonomi telah dipetimbangkan didalamnya. Jika dalam suatu penelitian belum mempertimbangkan unsur-unsur ekonomi maka belum dianggap sebagai klasifikasi kuantitatif. Klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi 4 kategori yang merupakan hasil generalisasi yang bersifat menurun yaitu; (1) ordo kesesuaian lahan (order): menunjukkan jenis atau macam kesesuaian atau keadaan kesesuaian secara umum, (2) kelas kesesuaian lahan (class): menunjukkan tingkat kesesuaian dalam kelas, (3) subkelas kesesuaian lahan (subclass): menunjukkan jenis pembatas (subkelas atau macam perbaikan yang diperlukan di dalam kelas, (4) unit/satuan kesesuaian lahan (unit): menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam pengelolaan di dalam subkelas.
2.      Kesesuaian Lahan Tingkat Ordo
Kesesuaian lahan pada tingkatan ordo menunjukkan kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu, dimana tingkat kesesuai ordo ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a.      Ordo S (Sesuai/Suitable): Lahan yang termasuk kedalam ordo ini adalah lahan yang dapat dipergunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara berkelanjutan tanpa atau dengan sedikt resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahan yang ada. Dari segi keuntungan, diharapkan hasil dari pemanfaatan lahan ini lebih dari biaya (cost) yang diperlukan.
b.      Ordo N (Tidak Sesuai/Not Suitable): lahan yang tergolong dalam ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah suatu penggunaan secara berkelanjutan.

3.      Kesesuaian Lahan Tingkat Kelas
Kesesuaian lahan tingkat kelas merupakan pembagian lebih lanjut dari tingkat ordo yang menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari ordo. Kelas ini diberi notasi atau simbol pada nomor urut yang dituliskan dibelakang simbol ordo. Nomor urut ini menunjukkan tingkat kelas yang menurun dalam suatu ordo. Jumlah kelas dalam suatu ordo tidak terbatas, karena penentuan jumlah kelas ini didasarkan pada keperluan minimum untuk mencapai tujuan interpretasi yang pada umumnya terdiri dari 5 kelas. Jika dalam ordo Sesuai (S) digunakan 3 kelas dan 2 kelas dalam ordo Tidak Sesuai (N), maka pembagian serta definisi kelas-kelas tersebut adalah sebagai berikut.
a.      Kelas S1 (Sangat Sesuai/Highly Suitable): lahan ini tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan lahan secara berkelanjutan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksinya/pemanfaatannya untuk penggunaan tertentu serta tidak membutuhkan penanganan khusus.
b.      Kelas S2 (Cukup Sesuai/Moderately Suitable): lahan ini memiliki pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan lahan tertentu secara berkelanjutan. Pembatas-pembatas tersebut dianggap dapat mengurangi produktivitas, keuntungan atau nilai pemanfaatannya untuk penggunaan tertentu serta membutuhkan biaya atau penanganan lebih.
c.       Kelas S3 (Sesuai Marginal/Marginally Suitable): lahan ini memiliki pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan secara berkelanjutan. Pembatas akan mengurangi produktivitas, keuntungan atau nilai pemanfaatannya untuk penggunaan tertentu serta membutuhkan biaya atau penanganan yang lebih jika dibandingkan dengan Kelas S2.
d.      Kelas N1 (Tidak Sesuai untuk Saat Ini/Currently Not Suitable): lahan ini memiliki pembatas yang sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi untuk penggunaan tertentu serta membutuhkan biaya atau penanganan lebih jika dibandingkan dengan Kelas S3.
e.       Kelas N2 (Tidak Sesuai Secara Permanen/Permanently Not Suitable): lahan ini memiliki pembatas permanen yang tidak dapat diatasi sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk penggunaan tertentu secara berkelanjutan.
4.      Kesesuaian Lahan Tingkat Subkelas
Kesesuaian lahan tingkat subkelas menggambarkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas. Tiap kelas selain kelas S1 dapat dibagi menjadi satu atau lebih subkelas tergantung dari jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas ini dituliskan dengan simbol huruf kecil yang diletakkan setelah simbol kelas. Misalnya kelas S2 yang memiliki faktor pembatas kesuburan tanah/fertility (f) dapat dituliskan dalam subkelas S2f. Pada umumnya faktor pembatas subkelas hanya ada satu, tetapi tidak menutup kemungkinan faktor pembatas subkelas berjumlah hingga tiga. Jika faktor pembatas subkelas lebih dari satu maka urutan penulisannya urut dari yang pertama merupakan faktor pembatas subkelas yang lebih dominan dan seterusnya. Sebagai contoh kelas S2 yang memiliki faktor pembatas kesuburan (f) dan perakaran (r), dimana faktor pembatas kesuburan lebih dominan dan faktor pembatas  perakaran bersifat pembatas kedua atau tidak dominan maka cara penulisan subkelasnya adalah S2fr.
5.      Kesesuaian Lahan Tingkat Satuan
Kesesuaian lahan tingkat satuan merupakan pembagian lebih lanjut dari kesesuaian lahan tingkat subkelas. Semua satuan yang berada dalam satu subkelas memiliki tingkat kesesuaian yang sama dalam kelas dan memiliki jenis pembatas yang sama pada tingkat subkelas. Satuan-satuan berbeda satu dengan yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan perbedaan rinci/detil dari pembatas-pembatas yang ada. Simbol kesesuaian lahan pada tingkat satuan dibedakan menjadi angka-angka yang ditempatkan setelah simbol subkelas (contoh: S2f-1, dimana Ordo S atau Sesuai, Kelas S2 atau Sesuai Marginal, Subkelas S2f Sesuai Marginal dan bermasalah dengan kesuburan,  dan Satuan 1 dari subkelas S2f).
III.            METODE PENELITIAN
A.      Tempat dan Waktu
            Penelitian ini dilaksanakan di lereng selatan gunung Gamalama yang meliputi Kelurahan Kastela sampai Foramadiahi, Kota Ternate dan analisis tanah dilaksanakan di laboratorium tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin Makassar.Penelitian ini direncanakan berlangsung pada bulan Desember 2012 sampai selesai.
B.       Alat dan Bahan
            Alat dan bahan yang dipakai adalah seperangkat peralatan dan perlengkapan survei lapangan yang meliputi alat dan bahan sebagai berikut:
Tabel 2.  Daftar Alat dan bahan peralatan survei
Alat Penggali
Kegunaan
Cangkul
Bor tanah 
Sekop         
Penggali tanah
Indentifikasi tanah
Penggali tanah
Deskripsi Tanah
Kegunaan
Pisau Lapang/pisau tanah
Buku ‘Munsell Colour Chart’
Meteran (roll meter)
Pengukur pH (pH tester)
Boring
Kartu deskripsi profil
Alat-alat tulis (ballpoint dan spidol)
Kamera
Kantong plastik
Ring sampel
Kertas label
Karet gelang
Deskripsi tanah
Melihat warna tanah
Mengukur kedalaman Tanah
Mengukur reaksi tanah
Identifikasi tanah
Mencatat sifat  morfologi tanah
Menulis data
Mengambil gambar
Tempat menyimpan sampel
Mengambil sampel tanah tidak terusik
Mencatat kode sampel tanah
Mengikat plastik sampel
Deskripsi Lokasi
Kegunaan
Kompas
GPS (Global Potition System)
Klinometer/Abney- hand Level
Altimeter
Buku catatan
Penunjuk arah
Penunjuk titik koordinat
Penunjuk kemiringan lahan
Mengukur ketinggian tempat
Mencatat semua informasi lahan
Referensi Lapangan
Kegunaan
Buku Panduan Deskripsi Profil Tanah Lapangan (Rayes,2006)
Peta kerja lapangan skala 1:50.000
Panduan deskripsi profil

Panduan kerja lapangan
C.      Metode Penelitian
            Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan satuan agroekosistem dengan metode survei bebas yang terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yaitu pengumpulan data primer dan sekunder, delineasi satuan agroekosistem, pengamatan dan pengambilan contoh tanah analisis laboratorium dan analisis kesesuaian lahan.
D.      Tahapan Penelitian
Data dan infomasi yang dibutuhkan bersumber dari data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh langsung dari hasil observasi lapangan dan analisis laboratorium.Sedangkan data sekunder bersumber dari instansi terkait, data dan peta dasar, serta studi literatur. Tahapan pengumpulan data sebagai berikut:
a)        Tahap Persiapan
  Kegiatan tahap persiapan meliputi pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan lokasi penelitian, serta pengumpulan peta-peta dasar meliputi peta administrasi, peta tanah, geologi, peta lereng serta peta penggunaan lahan, kegiatan pra survei lapangan, persiapan perlengkapan survei tanah dan administrasi perjalanan.
Selain itu tahapan selanjutnya meliputi delineasi satuan agroekosistem yang dilakukan berdasarkan kesamaan faktor-faktor agroekosistem seperti fisiografi, iklim dan jenis tanah.Setiap zona agroekosistem dapat terdiri dari satu atau lebih tipe penggunaan lahan utama.  Oleh karena itu setiap zona agroekosistem selanjutnya dipisahkan  lagi menjadi sub zona agroekosistem berdasarkan perbedaan atau kesamaan tipe penggunaan lahannya.
b)         Tahap Lapangan
Kegiatan penelitian lapangan dilaksanakan menggunakan metode survei tanah dengan mengacu pada hasil delineasi batas-batas agroekosistem selanjutnya dicek kebenarannya dilapangan terutama terhadap batas-batas yang masih meragukan.Batas-batas yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan selanjutnya diperbaiki dengan kondisi zona agroekosistem yang ada dilapangan. Hasil perbaikan dari pengecekan lapang adalah zona agroekosistem yang terdiri dari beberapa subzona agroekosistem.
Berdasarkan satuan zona agroekosistem yang telah ditetapkan selanjutnya dilakukan pengamatan dan pengambilan contoh tanah pada setiap sub zona agroekosistem. Pengamatan/pengukuran dilakukan secara langsung dilapangan terutama terhadap sifat fisik tanahnya.Karakteristik fisik tanah yang diamati dilapangan disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan dalam analisis kesesuaian lahan.Data tersebut adalah kemiringan lereng, kedalaman tanah, drainase, keadaan batuan/kerikil dan ancaman terhadap banjir. (Jaenudin, dkk, 2003). Sifat tanah yang tidak dapat ditetapkan dilapangan kemudian dilakukan pengambilan contoh tanah untuk dianalisis dilaboratorium
c)      Analisis Laboratorium
Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin Makassar.Data sifat tanah yang di analisis meliputi beberapa sifat fisik dan kimia tanah seperti terlihat dalam Tabel 3.


Tabel 3. Analisis Beberapa Sifat Fisik dan Kimia Tanah.
No
Parameter
Metode Analisis
1.
Sifat Fisik Tanah :
a.    Tekstur (%)
b.    Bahan Organik

 Hydrometer
Black and Walky
2.



Sifat Kimia Tanah:
a.    Salinitas
b.    KTK (cmol (+)kg-1)
c.    pH
d.    N total
e.    P2O5
f.     K2O

Conductometer
NH4oAc
pH meter
Kyedall
Bray I
Bray II

E.       Analisis Data
            Dalam tahap ini dilakukan analisis, klasifikasi, dan evaluasi data untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan di daerah penelitian, untuk selanjutnya diadakan penyajian kedalam bentuk tabel, gambar atau peta. Analisis data dilakukan secara matching atau perbandingan yaitu membandingkan antara persyaratan penggunaan lahan dengan sifat-sifat lahan yang ada di daerah penelitian. Hasil dari perbandingan tersebut memperlihatkan tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman-tanaman di daerah tersebut yang meliputi kelas S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3, (sesuai secara marjinal), N (tidak sesuai).





Peta Administrasi
Peta Geologi
Peta Tanah
Peta Lereng
Peta Penggunaan Lahan
Identifikasi Karakteristik Zona Agroekosistem dan Kesesuaian Lahan Di Lereng Selatan Gunung Gamalama
Tumpang Susun (Over Lay)
Peta Kerja Lapangan
Prasurvey
Survey Utama
Data Primer
§  Kemiringan Lereng
§  Kedalaman Efektif
§  Drainase
§  Keadaan Batuan
§  Ancaman Terhadap Banjir
§  Morfologi Tanah
§  Vegetasi
§  Penggunaan Lahan
Analisis Laboratorium
·         Sifat Fisik
-          Tekstur
-          Bahan Organik
·         Sifat Kimia
-          Salinitas
-          KTK
-          pH
-          N Total
-          P2O5
-          K2O
Data Sekunder
·         Curah Hujan
·         Bulan Kering dan Bulan Basah
·         Temperatur
Analisis Data
Peta Satuan Lahan
 















Ket:
Kesesuaian Lahan dan Karakterisrik Zona Agroekosistem Lereng Selatan Gunung Gamalama
: Data
: Proses
: Hasil
: Data sekunder
Gambar 1. Alur Kerja Penelitian Identifikasi Karakteristik Zona Agroekosistem dan Kesesuaian Lahan di Lereng Selatan Gunung Gamalama Kota Ternate


DAFTAR PUSTAKA
Djaenudin D,. Marwan H,. Subagjo.,dan A Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanahdan Agroklimat. Badan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.
Hakim, dkk. 1986. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. CV Akademika Pressindo. Jakarta.
Hardjowigeno  S., Widiatmaka., dan Yogaswara A.S.,  2001.  Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Institut Pertanian Bogor.
Jackson, L.E. and U. Pascual, T. Hodgkin. 2007. Utilizing and Conservation Agrobiodiversity in Agricultural Landscapes. Elsevier Science Direct Agricultural Ecosystems & Environment. xxx: 1-15.http:/www.docs-finder.pdf.com Diakases pada tanggal 30 Agustus 2012
Jumil, Hasan Basri. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologis. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online.Universitas Sriwijaya. Palembang. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2012.
Marten, Gerald G.,1998. Productivity, Stability, Sustainability, Equitability and Autonomy as Properties for Agroecosystem Assessment. JurnalSistem Pertanian 26 (1988) 291-316.http:/www.docs-finder.pdf.comDiakses pada tanggal 30 agustus 2012.

Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Andi. Yogyakarta.
Sofyan, Ritung, dkk, 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre. Bogor
Subroto, H. 2004. Geomorfologi dan Analisis Landscape. Fajar Gemilang. Samarinda