I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tanah sebagai salah satu komponen sumberdaya
alam yang mempunyai peran sangat besar bagi kehidupan manusia yang mana
mencakup semua bagian padat diatas permukaan bumi termasuk semua yang ada
diatas dan didalamnya yang terbentuk dari bahan induk yang dipengaruhi oleh
kinerja iklim, jasad hidup dan relief setempat dalam waktu tertentu dalam satu
toposekuen akan dijumpaiberbagai jenis tanah sebagai akibat adanya perbedaan
bahan induk, iklim, topografi dan penggunaan lahan (Hardjowigeno, 2003).
Tanah juga sebagai salah satu
subsistem dari lahan memegang peranan penting dalam mencirikan, merubah maupun
mempertahankan kualitas lahan.Setiap satuan tanah memiliki karakteristik yang
berbeda-beda baik secara fisik, kimia, dan biologi.Dengan adanya perbedaan
karakteristik ini, maka diperlukan perlakuan pemanfaatan yang berbeda pula.
Hakim dkk., (1986) mengemukakan bahwa setiap penggunaan lahan dipengaruhi oleh
karakteristik tanahnya atau setiap penggunaan lahan perlu diselaraskan dengan
karakteristik satuan tanahnya.
Penggunaan lahan merupakan
pencerminan dari manajemen yang dilakukan manusia terhadap lahan.Seringkali
manusia menggunakan lahan tersebut kurang memperhatikan daya dukung dan
kesesuaian lahan serta tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah.
Penggunaan lahan yang tidak didasarkan pada kesesuaian
lahannya dan tanpa adanya pengelolaan tanaman yang kurang tepat akan
menyebabkan berkurangnya kesesuaian lahan tersebut dalam memproduksi hasil
pertanian dan mendorong timbulnya lahan kritis. Lahan yang kritis telah
mengalami kerusakan baik fisik, kimia, dan biologisnya yang akhirnya
membahayakan fungsi hidrologisnya, produksi pertaniaan, pemukiman dan tempat berpengaruh terhadap iklim, jenis tanah, fisiografi dan
penggunaan lahan. Pengaruh tinggi tempat terhadap iklim terutama terjadi
terhadap komponen suhu, kelembaban dan curah hujan, tetapi semakin rendah suhu
udaranya, demikian juga sebaliknya makin rendah suatu tempat makin tinggi
suhunya dan semakin rendah kelembabannya.
Faktor iklim merupakan komponen
agroekosistem yang paling sulit dimodifikasi, komponen iklim yang paling
berpengaruh terhadap keragaman tanaman adalah suhu dan kelembaban.Berdasarkan
ketinggian tempatnya di Indonesia dikenal dengan dua suhu yaitu panas dan dingin.Suhu
panas umumnya dijumpai pada ketinggian tempat dibawah 700 meter diatas
permukaan laut, sedangkan suhu dingin dijumpai pada ketinggian tempat diatas
700 meter dari permukaan laut. Semua
itu dibatasi oleh fisiografi permukaan bumi sehingga perbedaan tersebut dapat
terjadi.
Fisiografi adalah bentukan alam permukaan
bumi yang dibedakan berdasarkan proses pembentukan dan evolusinya, proses
pembentukan dan evolusinya dapat berasal dari tenaga dalam bumi (Endogen) dan
dari luar bumi (Eksogen). Tenaga dari dalam bumi adalah tenaga yang disebabkan
oleh penimbunan panas, akibat adanya arus radio aktif dilapisan bumi paling
dalam. Tenaga ini dapat menimbulkan perubahan-perubahan (tinggi rendahnya)
permukaan bumi sedangkan tenaga eksogen berasal dari luar bumi dan tenaga ini
juga dapat menimbulkan perubahan pada permukaan bumi. Dari pengertian
fisiografi tersebut wilayah yang berada dalam satu toposekuen dapat dibedakan
dalam beberapa fisiografi, karena wilayah dalam satu toposekuen terdiri dari
berbagai macam proses pembentukan lahan dan evolusinya (Subroto, 2004).
Dalam pengelompokkan lahan
untuk daerah pertanian seharusnya di kelompokkan berdasarkan fisiografis karena
tidak semua fisiografis di permukaan bumi sama dan sesuai untuk semua jenis
tanaman. Pada fisiografis yang tinggidan memiliki toposekuen yang miring maka
hanyalah tanaman tertentu yang dapat tumbuh berkembang namun pada fisiografis
yang rendah dan toposekuen yang datar maka berbeda pula tanaman yang akan
tumbuh diatasnya.
Maka dalammengelola suatu unit lahan untuk dijadikan usaha budidaya tanaman
sangatlah diperlukan pengelolaan khusus dan harus sesuai dengan kaidah
kesesuaian lahan yang baik, sebab jika tidak maka lahan yang dikelola akan
cepat terdegradasi dan akhirnya rusak.
Untuk dapat
menjaga kelestarian sumberdaya lahan agar nantinya tidak mudah terdegradasi
makapengembangan wilayah di suatu daerah memerlukan daya dukung lingkungan yang
sesuai dengan peruntukannya, hal ini terkait dengan pemanfaatan sumber daya
geologi, seperti bentang alam, air tanah, dan batuan.Penggunaan lahan yang
tidak sesuai dengan peruntukannya, dapat menimbulkan dampak yaitu seperti
terjadinya degradasi lingkungan geologi seperti menurunnya potensi air tanah,
intrusi air laut, erosi/abrasi, amblesan, longsoran.Perencanaan penggunaan
lahan untuk pengembangan wilayah perlu disesuaikan dengan aspek lingkungan
fisik (geologi) yang berperan sebagai faktor pendukung dan faktor kendala.
Dari uraian diatas dalam pengelolaan daerah pertanian,
pengelompokkan lahan berdasarkan keragaman fisik lingkungan yang sama yang
selanjutnya disebut zona agroekosistem dapat dijadikan sebagai wadah dalam penerapan satu
teknologi tertentu. Komponen zona atau sub zona agroekosistem yang perlu dipertimbangkan kesamaannya dalam satu
unit pengelolaan adalah iklim, fisiografi, jenis tanah, dan penggunaan
lahannya. Keempat komponen ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman pertanian.Lereng selatan Gunung Gamalama mulai dari dari pantai sampai
puncak gunung Gamalama mempunyai fisiografi, iklim, Tanah, dan penggunaan lahan
yang sangat bervariasi. Untuk itu delineasi zona atau sub zona agroekosistem lereng Selatan Gunung Gamalama
dalam penelitian Identifikasi karakteristik zona agroekosistem dan kesesuaian lahan pertanian
ini dapat dijadikan sebagai satuan lahan atau unit lahan.
B.
Rumusan Masalah
Dari
tujuan yang telah di rumuskan maka permasalahan yang di angkat adalah :
1.
Bagaimana
karakteristik zona agroekosistem yang terdapat di Lereng Selatan Gunung
Gamalama?.
2.
Sejauh
mana kesesuaian lahan yang terdapat di Lereng Selatan Gunung Gamalama dan apa
faktor pembatasnya?.
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Mengidentifikasi karakteristik zona agroekosistem dan,
2.
Menentukan Kesesuaian lahan dan
faktor pembatasnya di lereng selatan gunung Gamalama Kota Ternate yang meliputi
daerah Kastela sampai Foramadiahi.
D.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi
informasi terkait dengan zona agroekosistem dan kesesuain lahan dilereng selatan Gunung Gamalama Kota Ternate,
dan karakteristik tanah dan pengelolaan
lahan bagi para pengambil kebijakan perencanaan pengembangan wilayah serta
berguna sebagai acuan bagi masyarakat setempat dalam upaya pemanfaatan lahan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep
Agroekosistem
Diketahui
bahwa salah satu komponen yang terdapat dalam biosfer adalah
ekosistem
yang merupakan suatu kawasan atau wilayah yang di dalamnya terjadi proses
interaksi, asosiasi dan hubungan timbal balik antara komponen-komponen yang ada
di dalamnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa lahan pertanian merupakan salah
satu bentuk ekosistem. Ekosistem lahan pertanian dapat disebut
juga sebagai agroekosistem. (Jumil, 2002)
Agroekosistem
adalah suatu sistem kawasan tempat membudidayakanmakhluk hidup tertentu
meliputi apa saja yang hidup di dalamnya serta materialyang saling
berinteraksi. Lahan pertanian merupakan arti agroekosistem secaraluas, sehingga
di dalamnya juga dapat pula dimasukkan hutan produksi dengankomoditas tanaman
industri (KTI), kawasan peternakan dengan padangpenggembalaan serta
tambak-tambak ikan. Indonesia yang secara geografisterletak di wilayah yang
beriklim tropis memiliki agroekosistem yang dapatdigolongkan sebagai
agroekosistem tropik. Agroekosistem ini adalah kawasanpertanian yang terletak
di daerah tropika secara geografis ataupun vegetatif danedafis (tanah) yang
dipengaruhi oleh faktor iklim setempat (Jumil : 2002).
Dalam
agroekosistem tersebut berbagai organisme dan materi yang salingberinteraksi
dalam menunjang eksistensi dari agroekosistem tersebut.SelanjutnyaJumil (2002)
mengemukakan bahwa agroekosistem yang terdapat dikawasantropika memiliki
beberapa karakteristik diantaranya suhu rata-rata harian yangrelatif tinggi
sepanjang tahun, tidak adanya musim dingin dan musim panas.Musim yang dikenal
pada kawasan ini adalah musim hujan dan musim kemarau.Kedua musim ini
dipengaruhi oleh arah angin dan letak pantai terhadappegunungan (dataran
tinggi) yang menghadang angin laut.Berdasarkan iput teknologi dan
pengelolaannya, agroekosistem dapatdibagi menjadi tiga jenis yakni; (1)
agroekosistem tradisional (tradisionalagroekosistem), merupakan agroekosistem dengan pembudidayaan sumber dayaalam
hayati adaptif setempat. Agroekosistem tipe ini tidak memerlukan
masukanteknologi yang mengubah kondisi setempat secara
drastis.Keanekaragamanhayati (biodiversitas)-nya dapat dipertahankan.Potensi
produktivitasnya beragam,sesuai dengan kondisi sosial budaya dan ekosistem
petani setempat; (2)agroekosistem konvensional (convensional agroecosystem), merupakanagroekosistem dengan masukan
teknologi tinggi seperti pupuk buatan danpestisida.Produktivitas biasanya
tinggi dan sangat tergantung ketepatanpenggunaan masukan teknologi bahan kimia
tersebut secara alternatif manipulasisistem yang memungkinkan untuk mencegah
penurunan hasil: (3) agroekosistemberkelanjutan (sustainable agroecosystem) merupakan agroekosistem yangdikelola dengan
memberikan masukan teknologi yang dapat mempertahankantingkat produktivitas
tinggi dan tidak atau sangat minim sekali dampak negatifnyaterhadap lingkungan
(Jumil : 2002).
Seperti
yang telah diuraikan sebelumnya bahwa di dalam agroekosistemtersebut terdapat
komponen-komponen yang dapat menunjang eksistensiagroekosistem
tersebut.Komponen yang dimaksud disini adalah biodiversitas(keanekaragaman
hayati).Biodiversitas secara umum dapat diartikan sebagaikeanekaragaman hayati
atau sumber daya hayati termasuk di dalamnya adalahflora, fauna maupun
mikroorganisme.Biodiversitas lahan pertanian dikenaldengan istilah
agrobiodiversitas. Secara umum agrobiodiversitas merupakansemua komponen yang
terdapat di lahan pertanian termasuk di dalamnya adalahsemua organisme yang
hidup di lahan pertanian dan memberikan fungsinya padaproses yang terjadi di
lahan pertanian tersebut. Contoh organisme yang dimaksuddisini seperti mikroba
tanah dan fauna, gulma, herbivora dan karnivora yangberkoloni dan hidup sesuai
dengan kondisi dan proses lingkungan yang berjalan,(Jackson et al: 2007).
Selain beberapa unsur yang telah disebutkan
di atas, habitat maupunspesies yang terdapat di luar dari kawasan lahan
pertanian yang mendukungproses pertanian dan menjalankan fungsi ekologis, juga
dapat dimasukkan sebagaibagian dari agrobiodiversitas. Sesuai dengan hirarki
dalam ekologi makaagrobiodiversitas dapat terdiri dari; (1) genetik dan
karakterstik populasi, (2)komunitas, (3) keberagaman biota dalam hubungannya
dengan proses biofisikdalam ekosistem dan (4) interaksi secara luas pada
tingkat ekosistem baiktermasuk interaksi antara ekosistem pertanian dan non
pertanian.(Jackson et al: 2007).
Manusia telah mengubah ekosistem alam
secara luas sejak mulai mengenal pemukiman. Mereka membersihkan hutan dan lahan
rumput untuk mengusahakan tanaman bahan makanan dan bahan makanan ternak untuk dirinya
dan ternaknya melalui berbagai pengalaman. Mereka mengembangkan pertanian
dengan membersihkan tanah, membajaknya, menanam tanaman musiman dan memberikan
unsur-unsur yang diperlukan, seperti pupuk dan air. Setelah menghasilkan
kemudian dipanen. Sejak menebar benih sampai panen tanaman pertanian sangat
tergantung alam, gangguan iklim, hama dan penyakit.(Jackson et al: 2007).
Agroekosistem
(ekosistem pertanian) ditandai oleh komunitas yang monospesifik dengan kumpulan
beberapa gulma. Ekosistem pertanian sangat peka akan kekeringan, frost,
hama/penyakit sedangkan pada ekosistem alam dengan komunitas yang kompleks dan
banyak spesies mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap gangguan iklim dan
makhluk perusak. Dalam agroekosistem, tanaman dipanen dan diambil dari lapangan
untuk konsumsi manusia/ternak sehingga tanah pertanian selalu kehilangan
garam-garam dan kandungan unsur-unsur antara lain N, P, K, dan lain-lain. Untuk
memelihara agar keadaan produktivitas tetap tinggi kita menambah pupuk pada
tanah pertanian itu. Secara fungsional agroekosistem dicirikan dengan tingginya
lapis transfer energi dan nutrisi terutama di grazing food chain dengan
demikian hemeostasis kecil. (Marten, 1998).
Aktivitas pertanian
merupakan interaksi antara manusia dengan lingkungan alam yang memberikan arti
bagi ekologi pertanian.Analisis agroekosistem merupakan hal baru yang
dikembangkan untuk memperbaiki kapasitas kita dalam melihat persoalan-persoalan
yang muncul dari penerapan berbagai teknologi di bidang pertanian. Khususnya
persoalan yang muncul sejak Revolusi Hijau. (Marten, 1998).
Menurut pengertian
agroekosistem adalah sistem ekologi yang dimodifikasi manusia dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama bahan makanan. Agroekosistem
memiliki kaidah-kaidah ekologi umum yang memiliki khas tersendiri seperti yang
terlihat pada ekosistem sawah dengan ekosistem lainnya.(Marten, 1998).
Marten (1998) juga
mengemukakan bahwa di dalam suatu tatanan agroekosistem, terdapat empat aspek
penting yang dapat mendukung terciptanya keseimbangan agroekosistem, yaitu :
- Produktivitas (Productivity).
Produktivitas dapat didefinisikan sebagai suatu tingkat
produksi atau keluaran berupa barang atau jasa, misalnya produktivitas
padi/ha/tahun. Hasil akhir panen atau pendapatan bersih, nilai produksi
dibandingkan masukan sumber. Produktifitas selalu diukur dalam pendapatan
per hektar, atau total produksi barang dan jasa per rumah tangga atau negara.
Produktifitas juga dapat diukur dalam kilogram butiran, ikan atau daging,
atau juga dapat dikonversikan dalam kalori, protein, vitamin atau unit-unit uang.
Input sumberdaya dasar adalah tanah, tenaga kerja,dan modal.Artinya, apabila
produktifitas dari suatu agroekosistem itu tinggi maka hendaknya kebutuhan
hidup bagi manusia akan terpenuhi, dan sepantasnya untuk diupayakan kondisi
agroekosistem yang lestari. Namun, pada kenyataannya upaya konservasi terhadap
agroekosistem itu jarang sekali dilakukan. Seharusnya disusun suatu model
pendekatan agroekosistem yang di desain untuk pencegahan dan pengendalian
terjadinya kemerosotan kualitas
sumberdaya lahan dan lingkungan dan tetap mernpertahankan produktivitas pertanian. Karena,
sejatinya keterpaduan dua aspek tersebut merupakan konsepsi pembangunan
pertanian berkelanjutan dan melembagakan aspek ekologi ke dalam kebijakan
ekonomi. (Marten, 1998).
- Stabilitas (Stability)
Stabilitas diartikan sebagai tingkat produksi yang dapat
dipertahankan dalam kondisi konstan normal, meskipun kondisi lingkungan
berubah. Suatu sistem dapat dikatakan memiliki kestabilan tinggi apabila hanya
sedikit saja mengalami fluktuasi ketika sistem usaha tani tersebut mengalami
gangguan. Sebaliknya, sistem itu dikatakan memiliki kestabilan rendah apabila
fluktuasi yang dialami sistem usaha tani tersebut besar. Produktifitas menerus
yang tidak terganggu oleh perubahan kecil dari lingkungan sekitarnya. Fluktuasi
ini mungkin disebabkan karena perubahan iklim atau sumber air yang tersedia,
atau kebutuhan pasar akan bahan makanan. (Marten, 1998).
Stabil, artinya dalam hal ini tercipta kondisi yang
konsisten terhadap suatu hasil produksi. Namun secara menyeluruh, hal ini
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti variasi curah hujan, serangan
hama periodik, fluktuasi harga, dll.
- Keberlanjutan (Sustainability).
Kemampuan agroekosistem untuk memelihara produktifitas
ketika ada gangguan besar. Gangguan utama ini berkisar dari gangguan biasa
seperti salinasi tanah, sampai ke yang kurang biasa dan lebih besar seperti
banjir, kekeringan atau terjadinya introduksi hama baru. Aspek keberlanjutan sebenarnya mengacu
pada bagaimana mempertahankan tingkat produksi tertentu dalam jangka panjang. (Marten, 1998).
Apakah pada kondisi tertentu produktivitas dapat
dipertahankan dari waktu ke waktu (artinya bisa sustain). Prinsipnya,
keberlanjutan melibatkan kemampuan manajemen pertanian untuk mempertahankan
fungsi agroekosistem (termasuk produksi) , meskipun proses-proses ekologi alami
yang cenderung mengubah agroekosistem menuju suatu titik degradasi. Seperti
dengan stabilitas, keberlanjutan (sustainability) memiliki berbagai kebijakan
yang terkait dengan tindakan berbagai produktivitas. Beberapa langkah
keberlanjutan bisa tinggi sementara yang lain rendah untuk agroekosistem yang
sama. (Marten, 1998)
- Pemerataan (Equitability).
Aspek Ekuitabilitas digunakan untuk menggambarkan bagaimana
hasil-hasil pertanian dinikmati oleh segenap lapisan masyarakat. Contoh apabila
suatu sistem usaha tani dapat dikatakan memiliki suatu ekuitabilitas atau
pemerataan sosial yang tinggi apabila penduduknya memperoleh manfaat
pendapatan, pangan, dan lain-lain yang cukup merata dari sumber daya yang ada.
Indikatornya antara lain rata-rata keluarga petani memiliki akses lahan yang
luasnya tidak terlalu berbeda atau senjang. Pemerataan biasanya diukur melalui
distribusi keuntungan dan kerugian yang terkait dengan produksi barang dan jasa
dari agroekosistem. (Marten, 1998).
B.
Tanah
Dalam bidang pertanian, tanah memiliki
arti yang lebih khusus dan penting sebagai media tumbuh tanaman
darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa
bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau
di dalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air yang
berasal dari hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat
lain. Dalam proses pembentukan tanah, selain campuran bahan mineral dan
bahan organik terbentuk pula lapisan-lapisan tanah yang disebut horizon.
Dengan demikian tanah (dalam arti pertanian) dapat didefenisikan sebagai
kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon,
terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan
media tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno, 2003).
Secara umum tanah dapat dipelajari
dengan pendekatan pedologi dan pendekatan edaphologi.
Ilmu yang mempelajari proses-proses pembentukan tanah beserta faktor-faktor
pembentuknya, klasifikasi tanah, survai tanah, dan cara-cara pengamatan tanah
di lapang disebut “Pedologi”.Dalam
hal ini tanah dipandang sebagai suatu benda alam yang dinamis dan tidak secara
khusus dihubungkan dengan pertumbuhan tanaman. Walaupun demikian
penemuan-penemuan dalam bidang pedologi akan sangat bermanfaat pula dalam
bidang pertanian maupun non pertanian misalnya pembuatan bangunan (teknik
sipil). Apabila tanah dipelajari dalam hubungannya dengan pertumbuhan
tanaman disebut “edaphologi”. Dalam edaphologi yang dipelajari
adalah sifat-sifat tanah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, serta
usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah bagi
pertumbuhan tanaman seperti pemupukan, pengapuran dan lain-lain (Hardjowigeno,
2003).
Tanah merupakan salah satu sumberdaya
fisik lahan yang sangat penting dalam perencanaan penggunaan tanah. Sifat-sifat tanah senantiasa beragam dari
satu tempat ke tempat lain sehingga memungkinkan perbedaan tanah dalam
mendukung suatu penggunaan. Oleh sebab itu, untuk mengetahui sifat-sifat tanah
yang menentukan potensi penggunaan tanah maka perlu melakukan survei tanah dan
analisis laboratorium (Hardjowigeno dkk.,2001).
Survei tanah dapat didefinisikan
sebagai penelitian tanah dilapangan dan dilaboratorium yang dilakukan secara
sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu, yang ditunjang oleh
informasi dari sumber-sumber lain yang relevan (Soil conservation service of america ,1982 dalam Rayes, 2007).
Menurut Soil Survey Division Staff
(1993) dalam (Rayes, 2007) bahwa
survey tanah mencakup kegiatan mendiskripsikan karakteristik tanah-tanah
disuatu daerah, mengklasifikasikan menurut system klasifikasi baku, membatasi
(memplot) batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah
sangat membatntu perencanaan penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan
memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan.Hasil interpretasi
tanah merupakan prediksi tentang prilaku tanah sebagai respon terhadap berbagai
penggunaan dan berbagai jenis tanaman serta respon tanah terhadap
pengelolaannya.
C.
Kualiatas Dan Karakteristik Lahan
Karakterisik lahanmerupakan atribut lahan yang dapat diukur atau
diestimasi. Misalnya kemiringan, curah
hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia, biomasa vegetasi, dll. Sedangkan Kualitas lahan adalah kompleks
atribut lahan yang mempunyai peranan spesifik dalam menentukan tingkat
kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Contohnya ketersediaan air, resistensi erosi,
bahaya banjir, dan aksesibilitas. Kriteria diagnostik adalah suatu peubah yang
mempunyai pengaruh tertentu terhadap hasil (atau input yang diperlukan ) pada
penggunaan tertentu, dan peubah ini juga berfungsi sebagai dasar untuk menilai
kesesuaian suatu bidang lahan bagi penggunaan tersebut. Peubah ini
bisa berupa kualitas lahan, karakteristik lahan, atau fungsi dari
beberapa karakteristik lahan. (Madjid, 2009)
Beberapa macam kualitas lahan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
produktivitas tanaman adalah: (i) hasil tanaman, (ii) ketersediaan air, (iii)
ketersediaan hara, (iv) ketersediaan oksigen dalam zona perakaran, (v) kondisi bagi
perkecambahan, (vi) kemudahan pengolahan, (vii) salinitas atau alkalinityas,
(viii) toksisitas tanah, (ix) ketahanan terhadap erosi, (x) bahaya banjir, (xi)
rejim suhu, dan (xii) Fotoperiodik.
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau yang bersifat kompleks dari
sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan yang berpengaruh
terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu
atau lebih karakteristik lahan. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau
diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan
karakteristik lahan (FAO, 1976). Hubungan antara kualitas dan karakteristik
lahan diberikan pada Tabel berikut :
Tabel 1. Hubungan antara kualitas
dan karakteristik lahan yang dipakai pada
metode evaluasi lahan menurut Djaenudin dkk. (2003).
Kualitas Lahan
|
Karakteristik Lahan
|
Temperatur (tc)
|
Temperatur rata -rata (oC)
|
Ketersediaan air (wa)
|
Curah hujan (mm), Kelembaban (%), Lamanya bulankering
(bln)
|
Ketersediaan
oksigen (oa)
|
Drainase
|
Keadaan media
perakaran(rc)
|
Tekstur, Bahan kasar (%), Kedalaman tanah (cm)
|
Gambut
|
Ketebalan
(cm), Ketebalan (cm) jika ada sisipan bahanmineral/pengkayaan, Kematangan
|
Retensi hara
(nr)
|
KTK liat
(cmol/kg), Kejenuhan basa (%), pH C-organik(%)
|
Toksisitas
(xc)
|
Salinitas
(dS/m)
|
Sodisitas
(xn)
|
Alkalinitas/ESP
(%)
|
Bahaya
sulfidik (xs)
|
Bahaya
sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm)
|
Bahaya erosi
(eh)
|
Lereng (%),
Bahaya erosi
|
Bahaya banjir
(fh)
|
Genangan
|
Penyiapan
lahan (lp)
|
Batuan di permukaan (%), Singkapan batuan (%)
|
Khusus dalam hubungannya dengan
aktivitas pembangunan dalam sektor pertanian dikenal istilah penggunaan lahan
pertanian dan evaluasi lahan pertanian yang melibatkan berbagai macam kegiatan. Dalam hubungan ini, kesesuaian lahan juga
bermakna sebagai kecocokan suatu bidang lahan bagi penggunaan tertentu. Perbedaan tingkat kesesuaian ini ditentukan
oleh hubungan-hubungan (aktual atau yang diantisipasi) antara benefit dan input
yang berhubungan dengan penggunaan lahan tersebut. Dengan demikian ada dua macam klasifikasi
kese-suaian lahan, yaitu kesesuaian aktual dan kesesuaian potensial. (Madjid, 2009.)
D.
Konsep Evaluasi Dan Kesesuaian Lahan
Evaluasi
lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu
dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi
lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan
keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat
ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian
lahanpotensial). (Sofyan, dkk, 2007)
Kesesuaian
lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau
sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik
tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan
persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial
menggambarkankesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha
perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar
atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang
memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya
diganti dengan tanaman yang lebih sesuai. (Sofyan, dkk. 2007).
1. Klasifikasi
Kesesuaian Lahan
Struktur
klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976)dalam Sofyan, dkk (2007) dapat dibedakan
menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah
keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan
dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak
sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat
ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala
pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat
semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong
ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1),
cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong
ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan
tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas
Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).Klasifikasi lahan
dapat dibagi menjadi 2 yaitu, klasifikasi kuantitatif dan klasifikasi
kualitatif berdasarkan dari data yang ada atau yang tersedia (FAO). Klasifikasi
kuantitatif adalah klasifikasi yang memuat informasi kepada pemakai bahwa
dimana hasil penelitian beserta unsur-unsur ekonomi telah dipetimbangkan
didalamnya. Jika dalam suatu penelitian belum mempertimbangkan unsur-unsur
ekonomi maka belum dianggap sebagai klasifikasi kuantitatif. Klasifikasi
kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi 4 kategori yang merupakan hasil
generalisasi yang bersifat menurun yaitu; (1) ordo kesesuaian lahan (order):
menunjukkan jenis atau macam kesesuaian atau keadaan kesesuaian secara umum,
(2) kelas kesesuaian lahan (class): menunjukkan tingkat kesesuaian dalam kelas,
(3) subkelas kesesuaian lahan (subclass): menunjukkan jenis pembatas (subkelas
atau macam perbaikan yang diperlukan di dalam kelas, (4) unit/satuan kesesuaian
lahan (unit): menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam
pengelolaan di dalam subkelas.
2. Kesesuaian Lahan Tingkat Ordo
Kesesuaian lahan pada tingkatan ordo menunjukkan kesesuaian lahan
untuk penggunaan tertentu, dimana tingkat kesesuai ordo ini dapat dibagi
menjadi 2 yaitu:
a. Ordo S (Sesuai/Suitable): Lahan
yang termasuk kedalam ordo ini adalah lahan yang dapat dipergunakan untuk suatu
penggunaan tertentu secara berkelanjutan tanpa atau dengan sedikt resiko
kerusakan terhadap sumberdaya lahan yang ada. Dari segi keuntungan, diharapkan
hasil dari pemanfaatan lahan ini lebih dari biaya (cost) yang diperlukan.
b. Ordo N (Tidak Sesuai/Not Suitable):
lahan yang tergolong dalam ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga
mencegah suatu penggunaan secara berkelanjutan.
3.
Kesesuaian Lahan
Tingkat Kelas
Kesesuaian lahan tingkat kelas merupakan pembagian lebih
lanjut dari tingkat ordo yang menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari
ordo. Kelas ini diberi notasi atau simbol pada nomor urut yang dituliskan
dibelakang simbol ordo. Nomor urut ini menunjukkan tingkat kelas yang menurun
dalam suatu ordo. Jumlah kelas dalam suatu ordo tidak terbatas, karena
penentuan jumlah kelas ini didasarkan pada keperluan minimum untuk mencapai
tujuan interpretasi yang pada umumnya terdiri dari 5 kelas. Jika dalam ordo
Sesuai (S) digunakan 3 kelas dan 2 kelas dalam ordo Tidak Sesuai (N), maka
pembagian serta definisi kelas-kelas tersebut adalah sebagai berikut.
a. Kelas S1 (Sangat Sesuai/Highly Suitable): lahan ini tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu
penggunaan lahan secara berkelanjutan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak
berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksinya/pemanfaatannya
untuk penggunaan tertentu serta tidak membutuhkan penanganan khusus.
b. Kelas S2 (Cukup Sesuai/Moderately Suitable): lahan ini memiliki pembatas-pembatas agak berat untuk suatu
penggunaan lahan tertentu secara berkelanjutan. Pembatas-pembatas tersebut
dianggap dapat mengurangi produktivitas, keuntungan atau nilai pemanfaatannya
untuk penggunaan tertentu serta membutuhkan biaya atau penanganan lebih.
c. Kelas S3
(Sesuai Marginal/Marginally Suitable): lahan
ini memiliki pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan secara
berkelanjutan. Pembatas akan mengurangi produktivitas, keuntungan atau nilai
pemanfaatannya untuk penggunaan tertentu serta membutuhkan biaya atau
penanganan yang lebih jika dibandingkan dengan Kelas S2.
d. Kelas N1 (Tidak Sesuai untuk Saat Ini/Currently Not
Suitable): lahan ini memiliki pembatas yang
sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi untuk penggunaan tertentu
serta membutuhkan biaya atau penanganan lebih jika dibandingkan dengan Kelas S3.
e. Kelas N2 (Tidak Sesuai Secara Permanen/Permanently Not
Suitable): lahan ini memiliki pembatas
permanen yang tidak dapat diatasi sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk
penggunaan tertentu secara berkelanjutan.
4.
Kesesuaian Lahan
Tingkat Subkelas
Kesesuaian lahan tingkat subkelas menggambarkan jenis
pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas. Tiap kelas
selain kelas S1 dapat dibagi menjadi satu atau lebih subkelas tergantung
dari jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas ini dituliskan dengan simbol huruf
kecil yang diletakkan setelah simbol kelas. Misalnya kelas S2 yang
memiliki faktor pembatas kesuburan tanah/fertility (f) dapat dituliskan dalam
subkelas S2f. Pada umumnya faktor pembatas subkelas hanya ada satu,
tetapi tidak menutup kemungkinan faktor pembatas subkelas berjumlah hingga
tiga. Jika faktor pembatas subkelas lebih dari satu maka urutan penulisannya
urut dari yang pertama merupakan faktor pembatas subkelas yang lebih dominan
dan seterusnya. Sebagai contoh kelas S2 yang memiliki faktor
pembatas kesuburan (f) dan perakaran (r), dimana faktor pembatas kesuburan
lebih dominan dan faktor pembatas perakaran bersifat pembatas kedua atau
tidak dominan maka cara penulisan subkelasnya adalah S2fr.
5.
Kesesuaian Lahan
Tingkat Satuan
Kesesuaian
lahan tingkat satuan merupakan pembagian lebih lanjut dari kesesuaian lahan
tingkat subkelas. Semua satuan yang berada dalam satu subkelas memiliki tingkat
kesesuaian yang sama dalam kelas dan memiliki jenis pembatas yang sama pada
tingkat subkelas. Satuan-satuan berbeda satu dengan yang lainnya dalam
sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering
merupakan perbedaan rinci/detil dari pembatas-pembatas yang ada. Simbol
kesesuaian lahan pada tingkat satuan dibedakan menjadi angka-angka yang
ditempatkan setelah simbol subkelas (contoh: S2f-1, dimana Ordo S
atau Sesuai, Kelas S2 atau Sesuai Marginal, Subkelas S2f
Sesuai Marginal dan bermasalah dengan kesuburan, dan Satuan 1 dari
subkelas S2f).
III.
METODE PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu
Penelitian
ini dilaksanakan di lereng selatan gunung Gamalama yang meliputi Kelurahan
Kastela sampai Foramadiahi, Kota Ternate dan analisis tanah dilaksanakan di
laboratorium tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin Makassar.Penelitian ini direncanakan
berlangsung pada bulan Desember 2012 sampai selesai.
B.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dipakai adalah
seperangkat peralatan dan perlengkapan survei lapangan yang meliputi alat dan
bahan sebagai berikut:
Tabel 2. Daftar Alat dan
bahan peralatan survei
Alat Penggali
|
Kegunaan
|
Cangkul
Bor
tanah
Sekop
|
Penggali
tanah
Indentifikasi
tanah
Penggali
tanah
|
Deskripsi Tanah
|
Kegunaan
|
Pisau Lapang/pisau tanah
Buku ‘Munsell Colour Chart’
Meteran (roll meter)
Pengukur pH (pH tester)
Boring
Kartu deskripsi profil
Alat-alat tulis (ballpoint dan spidol)
Kamera
Kantong plastik
Ring sampel
Kertas label
Karet gelang
|
Deskripsi
tanah
Melihat
warna tanah
Mengukur
kedalaman Tanah
Mengukur
reaksi tanah
Identifikasi
tanah
Mencatat
sifat morfologi tanah
Menulis
data
Mengambil
gambar
Tempat
menyimpan sampel
Mengambil
sampel tanah tidak
terusik
Mencatat
kode sampel tanah
Mengikat
plastik sampel
|
Deskripsi
Lokasi
|
Kegunaan
|
Kompas
GPS (Global Potition System)
Klinometer/Abney-
hand Level
Altimeter
Buku
catatan
|
Penunjuk arah
Penunjuk titik koordinat
Penunjuk kemiringan lahan
Mengukur ketinggian tempat
Mencatat semua informasi lahan
|
|
Kegunaan
|
Buku
Panduan Deskripsi Profil Tanah Lapangan (Rayes,2006)
Peta
kerja lapangan skala
1:50.000
|
Panduan deskripsi profil
Panduan kerja lapangan
|
C.
Metode Penelitian
Penelitian
ini dilakukan menggunakan pendekatan satuan agroekosistem dengan metode survei
bebas yang terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yaitu pengumpulan data primer
dan sekunder, delineasi satuan agroekosistem, pengamatan dan pengambilan contoh
tanah analisis laboratorium dan analisis kesesuaian lahan.
D.
Tahapan Penelitian
Data dan infomasi yang dibutuhkan
bersumber dari data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh langsung
dari hasil observasi lapangan dan analisis laboratorium.Sedangkan data sekunder
bersumber dari instansi terkait, data dan peta dasar, serta studi literatur.
Tahapan pengumpulan data sebagai berikut:
a)
Tahap Persiapan
Kegiatan tahap
persiapan meliputi pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan lokasi
penelitian, serta pengumpulan peta-peta dasar meliputi peta administrasi, peta
tanah, geologi, peta lereng serta peta penggunaan lahan, kegiatan pra survei
lapangan, persiapan perlengkapan survei tanah dan administrasi perjalanan.
Selain itu tahapan selanjutnya
meliputi delineasi satuan agroekosistem yang dilakukan berdasarkan
kesamaan faktor-faktor agroekosistem seperti fisiografi, iklim dan jenis
tanah.Setiap zona agroekosistem dapat terdiri dari satu atau lebih tipe
penggunaan lahan utama. Oleh karena itu
setiap zona agroekosistem selanjutnya dipisahkan lagi menjadi sub zona agroekosistem
berdasarkan perbedaan atau kesamaan tipe penggunaan lahannya.
b)
Tahap Lapangan
Kegiatan penelitian lapangan
dilaksanakan menggunakan metode survei tanah dengan mengacu pada hasil
delineasi batas-batas agroekosistem selanjutnya dicek kebenarannya dilapangan
terutama terhadap batas-batas yang masih meragukan.Batas-batas yang tidak sesuai
dengan kondisi lapangan selanjutnya diperbaiki dengan kondisi zona agroekosistem yang
ada dilapangan. Hasil perbaikan dari pengecekan lapang adalah zona agroekosistem yang
terdiri dari beberapa subzona agroekosistem.
Berdasarkan satuan zona agroekosistem yang
telah ditetapkan selanjutnya dilakukan pengamatan dan pengambilan contoh tanah
pada setiap sub zona agroekosistem. Pengamatan/pengukuran dilakukan secara
langsung dilapangan terutama terhadap sifat fisik tanahnya.Karakteristik fisik
tanah yang diamati dilapangan disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan
dalam analisis kesesuaian lahan.Data tersebut adalah kemiringan lereng,
kedalaman tanah, drainase, keadaan batuan/kerikil dan ancaman terhadap banjir. (Jaenudin, dkk,
2003). Sifat tanah yang tidak dapat ditetapkan dilapangan kemudian dilakukan
pengambilan contoh tanah untuk dianalisis dilaboratorium
c)
Analisis Laboratorium
Analisis tanah dilaksanakan di
Laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin
Makassar.Data sifat tanah yang di analisis meliputi beberapa sifat fisik dan
kimia tanah seperti terlihat dalam Tabel 3.
Tabel
3. Analisis Beberapa Sifat Fisik
dan Kimia Tanah.
No
|
Parameter
|
Metode Analisis
|
1.
|
Sifat Fisik Tanah :
a.
Tekstur
(%)
b.
Bahan
Organik
|
Hydrometer
Black and Walky
|
2.
|
Sifat Kimia Tanah:
a.
Salinitas
b.
KTK (cmol (+)kg-1)
c.
pH
d.
N total
e.
P2O5
f.
K2O
|
Conductometer
NH4oAc
pH meter
Kyedall
Bray I
Bray II
|
E.
Analisis Data
Dalam tahap ini dilakukan analisis, klasifikasi, dan
evaluasi data untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan di daerah penelitian,
untuk selanjutnya diadakan penyajian kedalam bentuk tabel, gambar atau peta.
Analisis data dilakukan secara matching atau perbandingan yaitu
membandingkan antara persyaratan penggunaan lahan dengan sifat-sifat lahan yang
ada di daerah penelitian. Hasil dari perbandingan tersebut memperlihatkan
tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman-tanaman di daerah tersebut yang meliputi
kelas S1 (sangat
sesuai), S2 (sesuai),
S3, (sesuai secara
marjinal), N (tidak sesuai).
Identifikasi Karakteristik Zona
Agroekosistem dan Kesesuaian Lahan Di Lereng Selatan
Gunung Gamalama
|
Data Primer
§ Kemiringan Lereng
§ Kedalaman Efektif
§ Drainase
§ Keadaan Batuan
§ Ancaman Terhadap Banjir
§ Morfologi Tanah
§ Vegetasi
§ Penggunaan Lahan
|
Analisis Laboratorium
·
Sifat Fisik
-
Tekstur
-
Bahan Organik
·
Sifat Kimia
-
Salinitas
-
KTK
-
pH
-
N Total
-
P2O5
-
K2O
|
Data Sekunder
·
Curah Hujan
·
Bulan Kering dan Bulan Basah
·
Temperatur
|
Ket:
Kesesuaian Lahan dan
Karakterisrik Zona Agroekosistem Lereng Selatan Gunung Gamalama
|
: Data
: Proses
: Hasil
: Data sekunder
Gambar
1. Alur Kerja Penelitian Identifikasi Karakteristik Zona
Agroekosistem dan Kesesuaian Lahan di Lereng Selatan Gunung Gamalama Kota
Ternate
DAFTAR PUSTAKA
Djaenudin D,. Marwan
H,. Subagjo.,dan A Hidayat. 2003. Petunjuk
Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanahdan Agroklimat. Badan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian. Bogor.
Hakim, dkk. 1986. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung. Lampung.
Hardjowigeno
S. 2003. Ilmu Tanah. CV Akademika
Pressindo. Jakarta.
Hardjowigeno S., Widiatmaka., dan Yogaswara A.S., 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Tanah. Institut Pertanian Bogor.
Jackson,
L.E. and U. Pascual, T. Hodgkin. 2007. Utilizing and Conservation
Agrobiodiversity in Agricultural Landscapes. Elsevier Science Direct
Agricultural Ecosystems & Environment. xxx: 1-15.http:/www.docs-finder.pdf.com Diakases pada tanggal 30 Agustus 2012
Jumil, Hasan Basri. 2002. Agroekologi
Suatu Pendekatan Fisiologis. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Marten, Gerald G.,1998.
Productivity, Stability, Sustainability,
Equitability and Autonomy as Properties for Agroecosystem Assessment. JurnalSistem Pertanian 26 (1988)
291-316.http:/www.docs-finder.pdf.comDiakses pada
tanggal 30 agustus 2012.
Rayes, L.
2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya
Lahan. Andi. Yogyakarta.
Sofyan, Ritung, dkk, 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan. Balai Penelitian Tanah dan World
Agroforestry Centre. Bogor
Subroto,
H. 2004. Geomorfologi dan Analisis
Landscape. Fajar Gemilang. Samarinda