Pages

Minggu, 09 November 2014

Tanah dan Lahan


“Lahan, bukanlah sekedar tanah, tetapi lahan adalah merupakan lingkaran energi yang mengalir melalui tanah, tetumbuhan dan hewan.  Rantai makanan merupakan saluran kehidupan yang menyalurkan energi dari tanah ke atas dan kematian serta pembusukan kembali ke tanah” (Leopold dalam Simonds, 1978).
“Kita memperlakukan lahan dengan tidak sepatutnya karena kita menganggap lahan sebagai suatu komoditas milik kita.  Namun, manakala kita memandang lahan sebagai suatu komunitas dimana kita menjadi anggotanya dan hidup di dalamnya, maka kita mungkin akan mulai menggunakan lahan dengan rasa cinta dan hormat.  Lahan sebagai suatu komunitas adalah merupakan dasar dari konsep Ekologi, tetapi lahan yang diperlakukan dengan rasa cinta dan hormat akan menunjukkan tingkat peradaban yang lebih tinggi” (Leopold dalam Simonds, 1983).

 1. Gambaran Umum.
            Menurut PBB, sekitas 17 % dari tanah daratan di dunia berupa padang pasir yang bisa memberikan sumbangan terhadap ketersediaan bahan-bahan mineral bagi manusia, namun area ini tidak bisa dimanfaatkan untuk pertanian.  Kira-kira 25% tanah daratan merupakan daratan yang gersang namun bisa ditanami.  Selanjutnya hanya sekitar 11% dari tanah daratan tersebut yang ditanami.  Kemudian sekitar 33% dari tanah daratan ini yang ditempati oleh kota-kota, jalan dan bangunan-bangunan lain (Hagen dalam Suparmoko, 1989).
Lahan (Land) diartikan sebagai komponen keseluruhan dari suatu bentang alam yang mencakup tutupan vegetasi, tanah, kemiringan, permukaan geomorfologis, system hidrologis dan kehidupan binatang di dalamnya.
Tanah (Soil) adalah bagian dari lahan yang merupakan kerak atau lapisan teratas bumi yang mampu menunjang kehidupan tanaman secara permanent dan mengatur tata air pada lapisan tersebut.


2.  Aspek Perencanaan.
2.1.  Lahan Sebagai Warisan Leluhur.
            Apabila manusia dapat menggunakan lahan dan tanah sesuai dengan kondisi kesesuaian dan peruntukan lahan dan tanah, juga dengan perencanaan dan pelaksanaan yang baik dan tepat dengan memperhatikan aspek konservasi lingkungan maka kita telah menjaga warisan leluhur kita untuk kemudian kita wariskan kepada generasi yang akan dating.  Ini sesuai dengan konsep ekonomi normatif yaitu memanfaatkan sumber daya alam dengan tetap mempertimbangkan kelestariaannya untuk kepentingan generasi yang akan datang dimana mereka bisa mendapatkan warisan sumber daya alam yang tidak lebih buruk akibat perlakuan kita saat ini. (Tietenberg, 1996)
2.2.  Lahan /Tanah Sebagai Sumber Daya.
            Lahan dapat berfungsi sebagai area pertanian, hutan, pemukiman, industri, pertambangan, dan ruang terbuka. Setelah itu dapat ditentukan pola yang tepat bagi setiap lahan, apakah berfungsi sebagai daerah preservasi, konservasi atau daerah untuk dibangun dan dikembangkan.

1.2.1.      Lahan Sebagai Sumber Cadangan Tanah.     
Simonds menyatakan bahwa fungsi yang paling krusial dari lahan adalah sebagai sumber cadangan topsoil (Lapisan tanah paling atas yang sangat subur, mengandung zat-zat hara dan materi organic yang penting bagi pertumbuhan tanaman).  Lapisan topsoil ini melapisi lapisan-lapisan tanah dibawahnya (subsoil) dan batuan bumi.  Pembentukan lapisan ini membutuhkan waktu ribuan tahun.  Sekali lapisan topsoil hilang dari suatu permukaan lahan, maka ia akan hilang selamanya.  Kehilangan itu dapat disebabkan oleh pengaruh alam seperti run-off (aliran permukaan) yang mengakibatkan erosi oleh air, tertiup angin (erosi oleh angin), dan diperparah dengan pembukaan lahan dan pengelolaan tanah yang tidak tepat.
Menurut Soepardi (1983) topsoil terbentuk dari penguraian batuan bumi yang bercampur dengan sisa tumbuhan dan binatang yang terdekomposisi oleh bakteri pengurai.  Sedangkan tanah sendiri terbentuk dari batuan yang didekomposisikan oleh iklim melalui cuaca dingin atau salju, hujan, pemanasan sinar matahari dan oksidasi oleh udara.
1.2.2.      Lahan Sebagai Sumber Makanan.
Lahan sebagai tempat terjadinya aktivitas pertanian, maka lahan juga dikatakan sebagai sumber makanan.  Lahan sangat vitas bagi proses penyediaan makanan bagi manusia dan mahluk hidup lainnya.
1.2.3.      Lahan Sebagai Habitat.
Lahan adalah tempat dimana spesies manusia hidup bersama dengan mahluk hidup lainnya.  Menurut ilmu ekologi, semua mahluk hidup dan benda mati dialam saling berhubungan dan saling ketergantungan dan masing-masing memberikan kontribusi dan memainkan peran yang penting.
2.3   Hak Kepemilikan atas Lahan/Tanah.
Lahan dapat digunakan dan dijual sebagai suatu komoditas yang berharga.  Faktor yang menentukan dapat digunakan atau diperjual-belikan suatu lahan adalah adanya bukti atas kepemilikan lahan tersebut.  Menurut Simonds(1983), bukti itu mensyaratkan adanya :
  1. Survei dan penetapan terhadap batas-batas yang jelas dari area lahan dimaksud.
  2. Dibutuhkan cara untuk menjelaskan bagian-bagian lahan tersebut sebagai kapling-kapling yang berbeda, dan bisa dihubungkan antara satu pemilik lahan dengan pemilik lahan lainnya yang berdekatan.
  3. Dibutuhkan suatu cara yang jelas dan sistematis untuk mendokumentasikan keadaan lahan berikut hak kepemilikannya.
Sedangkan menurut Tietenberg (1996) Hak kepemilikan atas Lahan (Property Right) adalah konsep yang muncul akibat dari dan untuk memahami mengapa asset-aset lingkungan sering dinilai lebih rendah dari nilai sebenarnya baik oleh pemerintah maupun oleh mekanisme pasar. 
Tietenberg juga menyatakan bahwa property right memiliki sturktur yang dapat  memberikan alokasi yang efisien terhadap fungsi ekonomi pasar sebagai berikut :
  1. Universalitas : Semua SDA dimiliki dan jelas bukti-bukti kepemilikannya serta spesifikasinya.
  2. Eksklusifitas : semua keuntungan dan biaya yang bertambah akibat kepemilikan dan penggunaan SDA menjadi tanggung jawab pemilik baik secara langsung maupun tidak langsung.
  3. Transferabilitas : semua hak kepemilikan dapat ditransfer (dipindahtangankan) dengan penukaran yang terjadi secara suka rela.
  4. Enforsabilitas : semua hak kepemilikan harus aman dari perampasan dan pelanggaran atau gangguan pihak lain.
2.4  Tata Guna dan Konservasi Lahan.
Simonds (1983) memberikan aturan-aturan sederhana dalam Manajemen Lahan yaitu :
1. Mempelajari bentang alam dengan tahapan sebagai berikut :
  1. Memahami kerangka geologis lahan.
  2. Memahami proses vital dan saling ketergantungan antara system lahan dan air.
  3. Melihat setiap bentuk di alam dan menggambarkan ekspresi unik dari proses     alam yang kreatif.
2.                Menjadikan lahan menentukan kesesuaian penggunaannya sendiri secara alami, manusia tinggal menyesuaikan saja dengan peruntukan lahan tersebut.
3.                menentukan tindakan terhadap lahan melalui perencanaan penggunaan dan perlakuan dengan kualitas yang terbaik.
Prinsip-prinsip lain dalam manajemen lahan adalah :
1.                Meminimumkan gangguan terhadap lahan dan bentang alam.
2.                Mengurangi biaya pengerjaan tanah.
3.                Mencegah kehilangan topsoil.
4.                Menghindarkan dibutuhkannya control terhadap erosi dan penanaman kembali.
5.                Memanfaatkan system drainase yang sudah ada.
6.                Menyatukan dengan kondisi alami.
Konservasi lahan/tanah adalah : Penempatan tiap bidang lahan pada cara yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah.
Usaha-usaha konservasi ditujukan untuk mencegah :
§  Kerusakan tanah.
§  Memperbaiki tanah yang rusak.
§  Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah agar tercapai produktivitas maximal dalam waktu yang tak terbatas.
Klasifikasi kemampuan tanah adalah penilaian tanah secara sistematik dan pengelompokannya dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan penghambar bagi penggunaannya.
Arsyad (dalam Suparmoko, 1989) menyatakan bahwa berdasarkan kriteria klasifikasi tanah maka dapat disusun 8 kelas kemampuan tanah, yaitu sebagai berikut :

Kelas Tanah
Penggunaan
Tindakan yang diperlukan
Keterangan
I
Pertanian
Tidak ada tindakan khusus
Tanah datar, solum tanah dalam, tekstur halus atau sedang, mudah diolah, responsive terhadap pupuk
II
Sesuai segala jenis pertanian dengan sedikit hambatan dan ancaman kerusakan

Lereng landai, solum tanah dalam, tekstur halus-agak halus
III
Sesuai untuk segala jenis pertanian hambatan dan ancaman kerusakan lebih besar
Konservasi tanah khusus
Lereng agak miring, drainase buruk, volum tanah sedang, permeabilitas agak cepat.
IV
Sesuai untuk segala jenis pertanian, hambatan dan ancaman kerusakan lebih besar lagi
Konservasi lebih intensif, waktu penggunaan untuk tanaman semusim lebih terbatas
Kemiringan lereng 15-30%, drainase buru, solum dangkal.
V
Tidak sesuai untuk tanaman semusim, sesuai untuk tanaman pakan ternak atau dihutankan
Membuat drainase
Terletak pada tempat datar atau agak cekung sehingga selalu tergenang air, terlalu banyak batuan
VI
Tidak sesuai untuk tanaman semusim, sesuai untuk padang rumput atau hutan

Lereng agak curam 30-45%,  mudah tererosi, solum sangat dangkal.
VII
Tidak sesuai untuk tanaman semusim, sesuai untuk vegetasi permanent

Lereng curam 45-65%, solum dangkal, erosi berat.
VIII
Tidak sesuai untuk pertanian, harus dibiarkan alami dengan vegetasi.

Lereng sangat curam >90% permukaan ditutupi batuan lepas, tekstur kasar.

2.5  Lahan dan Penduduk.
Hubungan antara lahan dan penduduk mulai diperhatikan dengan adanya pernyataan Malthus dalam An Essay On Population (1798).  Malthus (dalam Tietenberg, 1996) menyatakan bahwa ada kecenderungan kuat pertumbuhan penduduk lebih cepat dari pertumbuhan pasok bahan makanan terutama disebabkan areal lahan adalah tetap.  Pertumbuhan penduduk bertambah berdasarkan deret ukur, sedangkan pertambahan produksi pangan bertambah berdasarkan deret hitung.
Menurut  Meadowas (dalam Tietenberg, 1996) pertumbuhan populasi memberikan tekanan yang besar dan terus menerus terhadap ketersediaan makanan dan sumber daya alam.
Dua pernyataan diatas erat kaitannya dengan istilah daya dukung lahan.  Konsep ini mencoba menjelaskan hubungan antara luas lahan dan jumlah penduduk.  Kepadatan penduduk (population density) merupakan ukuran daya dukung secara kuantitatif.  Sedangkan rasio manusia-lahan (man-land ratio) merupakan daya dukung secara kualitatif (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1988).
2.6  Aspek Ekonomi Lahan.
2.6.1.      Lokasi Lahan.
Lokasi merupakan tinjauan lahan dari aspek ruang.  Jika kekayaan alam suatu lahan dapat dipindahkan ke tempat lain, aspek ruang suatu lahan tidak bisa dipindahkan.  Dengan tidak bisa berpindahnya aspek ruang ini maka terdapat perhitungan untung rugi bagi setiap lokasi.  Dengan demikian ada lokasi lahan yang menguntungkan dan ada juga lokasi lahan yang kurang atau tidak menguntungkan.
2.6.2.      Sewa Lahan.
Secara umum sewa lahan dapat dibedakan menjadi dua :
1.      Contract Rent adalah pembayaran dari penyewa kepada pemilik atau pemilik memberikan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu.
2.      Economic Rent adalah pendapatan di atas minimum supply price yang memungkinkan factor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses produksi.
2.6.3.      Land Tenure dan Land Reform.
Lang Tenure berarti cara orang memiliki lahan dan bagaimana mereka menyewakannya kepada orang lain jika tidak ingin mengerjakan sendiri lahannya.  Jenis-jenis Land Tenure : 
1.      Ranching dan pertanian modern skala besar, berupa lahan pertanian yang luas dengan beberapa tenaga kerja yang bersifat mekanis.
2.      Pertanian perkebunan berupa lahan luas untuk tanaman perkebunan, pemilik langsung mengerjakannya sendiri atau menyewa manajer professional dan dibantu beberapa buruh.
3.      Latifundia adalah pertanian/peternakan besar dimana antara pemilik dan pekerja masih terdapat hubungan khusus yaitu master servant relationship.
4.      Pertanian kolektif, terdapat di negara-negara sosialis dimana lahan dimiliki oleh koperasi.
Jenis-jenis Land Reform :
1.      Reformasi kontrak sewa, memberikan jaminan hukum kepada penyewa sehingga penyewa lebih tenang melakukan investasi.
2.      Pengurangan sewa, membatasi bagian tertinggi yang bisa diminta pemilik sebagai sewa.
3.      Pembagian tanah dengan kompensasi, pemerintah memutuskan luas maksimum tanah yang bisa dimiliki oleh seseorang dan menjual kelebihannya.
4.      Pembagian tanah tanpa kompensasi, semua tanah yang tidak dikerjakan sendiri oleh pemilik disita oleh pemerintah dan tidak mendapatkan ganti.

Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian undang-undang pertanahan terkait dengan masalah kepemilikan dan penggunaan lahan/tanah.
Undang-undang tersebut adalah sebagai berikut :
No
Bentuk Peraturan
No Peraturan
Tgl Pengesahan
Perihal/Tentang
1.
Undang-Undang
1/1958
13-1-1958
Penghapusan tanah-tanah partikelir
2.
Undang-Undang
2/1960
7-1-1960
Perjanjian bagi hasil
3.
Undang-Undang
5/1960
24-9-1960
Peraturan dasar pokok-pokok agrarian
4.
Undang-Undang
38/Prp/1960
14-10-1960
Penggunaan dan penetapan luas tanah bentuk tanaman-tanaman tertentu
5.
Undang-Undang
56/1960
29-12-1960
Penetapan luas tanah pertanian
6.
Undang-Undang
20/1960
31-10-1960
Perubahan tentang bahan Undang-undang No 38 Prp tahun 1960
7.
Undang-Undang
2/1964
31-10-1964
Pengadilan Landreform
8.
Undang-Undang
7/1970
31-7-1970
Penghapusan pengadilan landreform
3.  Masalah-Masalah Lahan dan Tanah.
3.1.  Masalah Fisik.
Masalah fisik lahan dan tanah meliputi antara lain :
    1. Pencemaran Tanah.
Tanah dikatakan tercemar apabila terjadi perubahan fisik, kimiawi dan biologi tanah sampai derajat merugikan manusia. Pencemaran tanah terutama berkaitan dengan masalah sampah dan buangan limbah pabrik.   Menurut Reksohadiprodja dan Brodjonegoro (1992) yang dimaksud sampah atau buangan padat adalah : semua sisa yang tidak terpakai lagi dalam bentuk padat.  Sampah padat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu:
§  Garbage yaitu sampah organic yang dapat membusuk seperti sayuran, daging dan lainnya.
§  Rubbish yaitu sampah yang dapat membusuk dan terbakar seperti plastic dan kaca.
§  Ashes yaitu abu sisa dari pembakaran arang, kayu, dan bahan bakar fosil.
§  Carcasses yaitu bangkai binatang.
§  Sampah jalanan dan pasir.
§  Sampah industri yaitu sampah yang berasal dari proses industri kadang kala mengandung zat kimia yang bisa berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
    1. Kerusakan lahan dan tanah.
Kerusakan tanah telah menimbulkan penurunan nilai biologis tanah.  Secara global proses kerusakan tanah mencakup :
§  Degradasi vegetasi.
§  Erosi air.
§  Erosi angin.
§  Penggaraman.
§  Kehilangan kesuburan tanah.
§  Pemadatan dan pengerasan tanah.
Pada tingkat local, kerusakan tanah dapat dilihat dari adanya gejala perubahan tingkat kemasaman tanah, kontaminasi kandungan logam berat, water-logging dan polusi oleh kimia organik.Letak georafis dan kondisi geologis.
Indonesia terletak di pertemuan jalur pegunungan lingkar pasifik dan lingkara mediterania menyebabkan kawasan Indonesia rawan akan bencana letusan gunung berapi.  Selain itu menyebabkan tanah di Indonesia sebagian berjenis alluvial.  Struktur tanah ini berpotensi besar untuk terjadinya bencana alam seperti longsor, erosi dan banjir.
3.2.          Masalah Sosial .
Masalah social yang berkaitan dengan lahan antara lain meliputi system kepemilikan lahan, keresahan social akibat kerusakan tanah, pertumbuhan penduduk dan kebijaksanaan pemerintah dan pihak terkait yang kuran berpihak pada aspek perlindungan lahan dan tanah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar