“Lahan, bukanlah
sekedar tanah, tetapi lahan adalah merupakan lingkaran energi yang mengalir
melalui tanah, tetumbuhan dan hewan.
Rantai makanan merupakan saluran kehidupan yang menyalurkan energi dari
tanah ke atas dan kematian serta pembusukan kembali ke tanah” (Leopold dalam
Simonds, 1978).
“Kita memperlakukan lahan dengan tidak sepatutnya karena kita menganggap
lahan sebagai suatu komoditas milik kita.
Namun, manakala kita memandang lahan sebagai suatu komunitas dimana kita
menjadi anggotanya dan hidup di dalamnya, maka kita mungkin akan mulai
menggunakan lahan dengan rasa cinta dan hormat.
Lahan sebagai suatu komunitas adalah merupakan dasar dari konsep
Ekologi, tetapi lahan yang diperlakukan dengan rasa cinta dan hormat akan
menunjukkan tingkat peradaban yang lebih tinggi” (Leopold dalam Simonds, 1983).
1. Gambaran Umum.
Menurut PBB, sekitas
17 % dari tanah daratan di dunia berupa padang pasir yang bisa memberikan
sumbangan terhadap ketersediaan bahan-bahan mineral bagi manusia, namun area
ini tidak bisa dimanfaatkan untuk pertanian.
Kira-kira 25% tanah daratan merupakan daratan yang gersang namun bisa
ditanami. Selanjutnya hanya sekitar 11%
dari tanah daratan tersebut yang ditanami.
Kemudian sekitar 33%
dari tanah daratan ini yang ditempati oleh kota-kota, jalan dan
bangunan-bangunan lain (Hagen dalam Suparmoko, 1989).
Lahan (Land) diartikan
sebagai komponen keseluruhan dari suatu bentang alam yang mencakup tutupan
vegetasi, tanah, kemiringan, permukaan geomorfologis, system hidrologis dan
kehidupan binatang di dalamnya.
Tanah (Soil) adalah bagian
dari lahan yang merupakan kerak atau lapisan teratas bumi yang mampu menunjang
kehidupan tanaman secara permanent dan mengatur tata air pada lapisan tersebut.
2. Aspek Perencanaan.
2.1. Lahan Sebagai Warisan Leluhur.
Apabila manusia dapat menggunakan lahan dan tanah sesuai dengan
kondisi kesesuaian dan peruntukan lahan dan tanah, juga dengan perencanaan dan
pelaksanaan yang baik dan tepat dengan memperhatikan aspek konservasi lingkungan
maka kita telah menjaga warisan leluhur kita untuk kemudian kita wariskan
kepada generasi yang akan dating. Ini
sesuai dengan konsep ekonomi normatif yaitu memanfaatkan sumber daya alam
dengan tetap mempertimbangkan kelestariaannya untuk kepentingan generasi yang
akan datang dimana mereka bisa mendapatkan warisan sumber daya alam yang tidak
lebih buruk akibat perlakuan kita saat ini. (Tietenberg, 1996)
2.2. Lahan /Tanah Sebagai
Sumber Daya.
Lahan dapat berfungsi sebagai area
pertanian, hutan, pemukiman, industri, pertambangan, dan ruang terbuka. Setelah
itu dapat ditentukan pola yang tepat bagi setiap lahan, apakah berfungsi
sebagai daerah preservasi, konservasi atau daerah untuk dibangun dan
dikembangkan.
1.2.1. Lahan Sebagai Sumber Cadangan Tanah.
Simonds menyatakan bahwa fungsi yang paling krusial dari lahan
adalah sebagai sumber cadangan topsoil (Lapisan tanah paling atas
yang sangat subur, mengandung zat-zat hara dan materi organic yang penting bagi
pertumbuhan tanaman). Lapisan topsoil
ini melapisi lapisan-lapisan tanah dibawahnya (subsoil) dan batuan bumi.
Pembentukan lapisan ini membutuhkan waktu ribuan tahun. Sekali lapisan topsoil hilang dari suatu
permukaan lahan, maka ia akan hilang selamanya.
Kehilangan itu dapat disebabkan oleh pengaruh alam seperti run-off
(aliran permukaan) yang mengakibatkan erosi oleh air, tertiup angin (erosi oleh
angin), dan diperparah dengan pembukaan lahan dan pengelolaan tanah yang tidak
tepat.
Menurut Soepardi (1983) topsoil terbentuk dari penguraian batuan
bumi yang bercampur dengan sisa tumbuhan dan binatang yang terdekomposisi oleh
bakteri pengurai. Sedangkan tanah
sendiri terbentuk dari batuan yang didekomposisikan oleh iklim melalui cuaca
dingin atau salju, hujan, pemanasan sinar matahari dan oksidasi oleh udara.
1.2.2.
Lahan Sebagai Sumber Makanan.
Lahan sebagai tempat terjadinya aktivitas
pertanian, maka lahan juga dikatakan sebagai sumber makanan. Lahan sangat vitas bagi proses penyediaan
makanan bagi manusia dan mahluk hidup lainnya.
1.2.3.
Lahan Sebagai Habitat.
Lahan adalah tempat dimana spesies manusia hidup bersama dengan
mahluk hidup lainnya. Menurut ilmu ekologi, semua mahluk hidup
dan benda mati dialam saling berhubungan dan saling ketergantungan dan
masing-masing memberikan kontribusi dan memainkan peran yang penting.
2.3 Hak
Kepemilikan atas Lahan/Tanah.
Lahan dapat digunakan dan dijual sebagai suatu komoditas yang
berharga. Faktor yang menentukan dapat
digunakan atau diperjual-belikan suatu lahan adalah adanya bukti atas
kepemilikan lahan tersebut. Menurut Simonds(1983),
bukti itu mensyaratkan adanya :
- Survei dan penetapan terhadap batas-batas yang jelas dari area lahan dimaksud.
- Dibutuhkan cara untuk menjelaskan bagian-bagian lahan tersebut sebagai kapling-kapling yang berbeda, dan bisa dihubungkan antara satu pemilik lahan dengan pemilik lahan lainnya yang berdekatan.
- Dibutuhkan suatu cara yang jelas dan sistematis untuk mendokumentasikan keadaan lahan berikut hak kepemilikannya.
Sedangkan menurut Tietenberg (1996) Hak kepemilikan atas Lahan
(Property Right) adalah konsep yang muncul akibat dari dan untuk memahami
mengapa asset-aset lingkungan sering dinilai lebih rendah dari nilai sebenarnya
baik oleh pemerintah maupun oleh mekanisme pasar.
Tietenberg juga menyatakan bahwa property right memiliki sturktur yang
dapat memberikan alokasi yang efisien
terhadap fungsi ekonomi pasar sebagai berikut :
- Universalitas
: Semua SDA dimiliki dan jelas bukti-bukti kepemilikannya serta
spesifikasinya.
- Eksklusifitas
: semua keuntungan dan biaya yang bertambah akibat kepemilikan dan
penggunaan SDA menjadi tanggung jawab pemilik baik secara langsung maupun
tidak langsung.
- Transferabilitas
: semua hak kepemilikan dapat ditransfer (dipindahtangankan) dengan
penukaran yang terjadi secara suka rela.
- Enforsabilitas
: semua hak kepemilikan harus aman dari perampasan dan pelanggaran atau
gangguan pihak lain.
2.4 Tata Guna dan Konservasi Lahan.
Simonds (1983) memberikan aturan-aturan sederhana
dalam Manajemen Lahan yaitu :
1. Mempelajari bentang alam dengan tahapan sebagai
berikut :
- Memahami kerangka geologis lahan.
- Memahami
proses vital dan saling ketergantungan antara system lahan dan air.
- Melihat
setiap bentuk di alam dan menggambarkan ekspresi unik dari proses alam yang kreatif.
2.
Menjadikan
lahan menentukan kesesuaian penggunaannya sendiri secara alami, manusia tinggal
menyesuaikan saja dengan peruntukan lahan tersebut.
3.
menentukan tindakan terhadap
lahan melalui perencanaan penggunaan dan perlakuan dengan kualitas yang
terbaik.
Prinsip-prinsip lain dalam manajemen lahan adalah
:
1.
Meminimumkan gangguan terhadap
lahan dan bentang alam.
2.
Mengurangi biaya pengerjaan
tanah.
3.
Mencegah kehilangan topsoil.
4.
Menghindarkan dibutuhkannya
control terhadap erosi dan penanaman kembali.
5.
Memanfaatkan
system drainase yang sudah ada.
6.
Menyatukan dengan kondisi
alami.
Konservasi lahan/tanah adalah : Penempatan tiap bidang lahan pada
cara yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut dan memperlakukannya sesuai
dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah.
Usaha-usaha konservasi ditujukan untuk mencegah :
§ Kerusakan tanah.
§ Memperbaiki tanah yang rusak.
§ Memelihara dan meningkatkan kesuburan
tanah agar tercapai produktivitas maximal dalam waktu yang tak terbatas.
Klasifikasi kemampuan tanah adalah penilaian tanah secara sistematik
dan pengelompokannya dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang
merupakan penghambar bagi penggunaannya.
Arsyad (dalam Suparmoko, 1989) menyatakan bahwa berdasarkan kriteria
klasifikasi tanah maka dapat disusun 8 kelas kemampuan tanah, yaitu sebagai berikut
:
Kelas Tanah
|
Penggunaan
|
Tindakan yang diperlukan
|
Keterangan
|
I
|
Pertanian
|
Tidak ada tindakan khusus
|
Tanah datar, solum tanah dalam, tekstur
halus atau sedang, mudah diolah, responsive terhadap pupuk
|
II
|
Sesuai segala jenis
pertanian dengan sedikit hambatan dan ancaman kerusakan
|
|
Lereng landai, solum tanah dalam, tekstur
halus-agak halus
|
III
|
Sesuai untuk segala jenis pertanian
hambatan dan ancaman kerusakan lebih besar
|
Konservasi tanah khusus
|
Lereng agak miring, drainase buruk, volum
tanah sedang, permeabilitas agak cepat.
|
IV
|
Sesuai untuk segala jenis pertanian,
hambatan dan ancaman kerusakan lebih besar lagi
|
Konservasi lebih intensif, waktu
penggunaan untuk tanaman semusim lebih terbatas
|
Kemiringan lereng
15-30%, drainase buru, solum dangkal.
|
V
|
Tidak sesuai untuk
tanaman semusim, sesuai untuk tanaman pakan ternak atau dihutankan
|
Membuat drainase
|
Terletak pada tempat datar atau agak
cekung sehingga selalu tergenang air, terlalu banyak batuan
|
VI
|
Tidak sesuai untuk tanaman semusim,
sesuai untuk
|
|
Lereng agak curam 30-45%, mudah tererosi, solum sangat dangkal.
|
VII
|
Tidak sesuai untuk tanaman semusim,
sesuai untuk vegetasi permanent
|
|
Lereng curam 45-65%, solum dangkal, erosi
berat.
|
VIII
|
Tidak sesuai untuk
pertanian, harus dibiarkan alami dengan vegetasi.
|
|
Lereng sangat curam
>90% permukaan ditutupi batuan lepas, tekstur kasar.
|
2.5
Lahan dan Penduduk.
Hubungan antara lahan dan penduduk mulai diperhatikan
dengan adanya pernyataan Malthus dalam An Essay On Population (1798). Malthus (dalam Tietenberg, 1996) menyatakan
bahwa ada kecenderungan kuat pertumbuhan penduduk lebih cepat dari pertumbuhan
pasok bahan makanan terutama disebabkan areal lahan adalah tetap. Pertumbuhan penduduk bertambah berdasarkan deret ukur, sedangkan pertambahan
produksi pangan bertambah berdasarkan deret hitung.
Menurut
Meadowas (dalam Tietenberg, 1996) pertumbuhan populasi memberikan
tekanan yang besar dan terus menerus terhadap ketersediaan makanan dan sumber
daya alam.
Dua pernyataan diatas erat
kaitannya dengan istilah daya dukung lahan.
Konsep ini mencoba menjelaskan hubungan antara luas lahan dan jumlah
penduduk. Kepadatan penduduk (population
density) merupakan ukuran daya dukung secara kuantitatif. Sedangkan rasio manusia-lahan (man-land
ratio) merupakan daya dukung secara kualitatif (Reksohadiprodjo dan Pradono,
1988).
2.6
Aspek Ekonomi Lahan.
2.6.1.
Lokasi Lahan.
Lokasi merupakan tinjauan lahan dari aspek
ruang. Jika kekayaan alam suatu lahan
dapat dipindahkan ke tempat lain, aspek ruang suatu lahan tidak bisa
dipindahkan. Dengan tidak bisa
berpindahnya aspek ruang ini maka terdapat perhitungan untung rugi bagi setiap
lokasi. Dengan demikian ada lokasi lahan
yang menguntungkan dan ada juga lokasi lahan yang kurang atau tidak
menguntungkan.
2.6.2.
Sewa Lahan.
Secara umum sewa lahan dapat dibedakan menjadi dua :
1.
Contract Rent adalah pembayaran
dari penyewa kepada pemilik atau pemilik memberikan kontrak sewa dalam jangka
waktu tertentu.
2.
Economic Rent adalah pendapatan
di atas minimum supply price yang memungkinkan factor produksi lahan dapat
dimanfaatkan dalam proses produksi.
2.6.3. Land Tenure dan Land Reform.
Lang Tenure berarti cara orang memiliki lahan dan bagaimana mereka
menyewakannya kepada orang lain jika tidak ingin mengerjakan sendiri
lahannya. Jenis-jenis Land
Tenure :
1. Ranching dan pertanian modern skala besar,
berupa lahan pertanian yang luas dengan beberapa tenaga kerja yang bersifat
mekanis.
2. Pertanian perkebunan berupa lahan luas
untuk tanaman perkebunan, pemilik langsung mengerjakannya sendiri atau menyewa
manajer professional dan dibantu beberapa buruh.
3. Latifundia adalah pertanian/peternakan
besar dimana antara pemilik dan pekerja masih terdapat hubungan khusus yaitu
master servant relationship.
4. Pertanian kolektif, terdapat di
negara-negara sosialis dimana lahan dimiliki oleh koperasi.
1.
Reformasi kontrak sewa,
memberikan jaminan hukum kepada penyewa sehingga penyewa lebih tenang melakukan
investasi.
2. Pengurangan sewa, membatasi bagian
tertinggi yang bisa diminta pemilik sebagai sewa.
3. Pembagian tanah dengan kompensasi,
pemerintah memutuskan luas maksimum tanah yang bisa dimiliki oleh seseorang dan
menjual kelebihannya.
4. Pembagian tanah tanpa kompensasi, semua
tanah yang tidak dikerjakan sendiri oleh pemilik disita oleh pemerintah dan tidak
mendapatkan ganti.
Undang-undang tersebut adalah sebagai berikut :
No
|
Bentuk Peraturan
|
No Peraturan
|
Tgl Pengesahan
|
Perihal/Tentang
|
1.
|
Undang-Undang
|
1/1958
|
|
Penghapusan tanah-tanah partikelir
|
2.
|
Undang-Undang
|
2/1960
|
|
Perjanjian bagi hasil
|
3.
|
Undang-Undang
|
5/1960
|
|
Peraturan dasar pokok-pokok agrarian
|
4.
|
Undang-Undang
|
38/Prp/1960
|
|
Penggunaan dan penetapan luas tanah
bentuk tanaman-tanaman tertentu
|
5.
|
Undang-Undang
|
56/1960
|
|
Penetapan luas tanah pertanian
|
6.
|
Undang-Undang
|
20/1960
|
|
Perubahan tentang bahan Undang-undang No 38 Prp tahun 1960
|
7.
|
Undang-Undang
|
2/1964
|
|
Pengadilan Landreform
|
8.
|
Undang-Undang
|
7/1970
|
|
Penghapusan pengadilan landreform
|
3. Masalah-Masalah Lahan dan Tanah.
3.1. Masalah Fisik.
Masalah fisik lahan dan
tanah meliputi antara lain :
- Pencemaran Tanah.
Tanah dikatakan tercemar apabila terjadi perubahan fisik, kimiawi
dan biologi tanah sampai derajat merugikan manusia. Pencemaran tanah terutama berkaitan dengan masalah
sampah dan buangan limbah pabrik.
Menurut Reksohadiprodja dan Brodjonegoro (1992) yang dimaksud sampah atau
buangan padat adalah : semua sisa yang tidak terpakai lagi dalam bentuk
padat. Sampah
padat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu:
§ Garbage yaitu sampah organic yang dapat membusuk seperti sayuran,
daging dan lainnya.
§ Rubbish yaitu sampah yang dapat membusuk dan terbakar seperti
plastic dan kaca.
§ Ashes yaitu abu sisa dari pembakaran
arang, kayu, dan bahan bakar fosil.
§ Carcasses yaitu bangkai binatang.
§ Sampah jalanan dan pasir.
§ Sampah industri yaitu sampah yang berasal dari proses industri
kadang kala mengandung zat kimia yang bisa berbahaya bagi manusia dan
lingkungan.
- Kerusakan lahan dan tanah.
Kerusakan tanah telah menimbulkan penurunan nilai
biologis tanah. Secara
global proses kerusakan tanah mencakup :
§ Degradasi vegetasi.
§ Erosi air.
§ Erosi angin.
§ Penggaraman.
§ Kehilangan kesuburan tanah.
§ Pemadatan dan pengerasan tanah.
Pada tingkat local, kerusakan tanah dapat dilihat dari adanya gejala
perubahan tingkat kemasaman tanah, kontaminasi kandungan logam berat,
water-logging dan polusi oleh kimia organik.Letak georafis dan kondisi
geologis.
3.2.
Masalah Sosial .
Masalah social yang berkaitan dengan lahan antara lain meliputi
system kepemilikan lahan, keresahan social akibat kerusakan tanah, pertumbuhan
penduduk dan kebijaksanaan pemerintah dan pihak terkait yang kuran berpihak
pada aspek perlindungan lahan dan tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar