Pages

Sabtu, 26 Mei 2012

Perkembangan dan Pembentukan Tanah di Desa kusu Kec. Oba Utara, Maluku Utara


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Tanah yang terbentuk di permukaan bumi secara langsung atau tidak berkembang Dari bahan mineral dan dari batuan bahagian kulit bumi yang terdiri daripada mineral dan bahan organik. Tanah sangat penting peranannya bagi semua kehidupan di bumi, kerana tanah mampu mendukung kehidupan tumbuhan di mana tumbuhan menyediakan makanan dan oksigen kemudian menyerap karbon dioksida dan nitrogen. Komposisi tanah berbeza-beza pada satu lokasi dengan lokasi yang lain.. Banyak orang, bila memikirkan kata tanah membanyangkan suatu bahan yang mendukung tumbuhan yang sedang tumbuh. Pengertian seperti ini lebih umum, karena defenisi seperti ini mencakup tidak saja tanah dalam arti biasa, tetapi juga batu, air, salju dan bahkan udarayang semuanya mampu mendukung kehidupan tumbuhan. Tentusaja petani mempunyai konsep-konsep tanah yang praktis, dengan menganggap sebagai medium tempat tanaman tumbuh
Pemahaman fungsi tanah sebagai media tumbuh dimulai sejak peradaban manusia mulai beralih dari manusia pengumpul pangan yang tidak menetap menjadi manusia pemukim yang mulai melakukan pemindah tanaman/nopangan ke areal dekat mereka tinggal. Pada tahap berikutnya, mulai berkembang pemahaman fungsi tanah sebagai penyedia nutrisi bagi tanaman tersebut, sehingga produksi yang di capai tanaman tergantung pada kemampuan tanah dalam menyediakan nutrisi (kesuburan tanah)
Tanah merupakan sumber utama zat hara untuk tanaman dan tempat sejumlah perubahan penting dalam siklus pangan. Susunan anorganik dalam tanah, yang dibentuk dari pelapukan padas dan pengkristalan mineral-mineral, dapat digolongkan pada liat, debu, pasir dan krikil. Komponen tambahan yang sangat penting adalah bahan organic yang di sebut humus. Liat dan humus merupakan koloid di mana partikelnya memiliki luas permukaan yang besar; keduanya siap menyerap zat hara dan mempertahankannya untuk diisap akar kemudian. Suatu penampang melintang
Kita melihat bahwa tanah yang berada di Desa Kusu masih di katakan tanah yang muda karena masih belum berkembang lanjut dan  belum di olah untuk di jadikan suatu lahan pertanian, untuk pemanfaatannya para petani masih menggunakan teknik TOT (tanpa olah tanah) dan yang paling dominan untuk komoditi tahunan adalah kelapa sedangkan,  keadaan topografinya tidak bergelombang, sehingga butuh indentifikasi lanjut tentang keadaan tanah,dengan melihat profil tanah, sehingga bisa dibuat suatu kesimpulan tentang penggunaan tanah/lahan di Desa Kusu.

1.2. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui  karakteristik tanah dan mengidentifikasikan tanah-tanah di Desa Kusu Kec. Oba Utara. Kota Tidore Kepulauan.

1.3. Manfaat Praktikum

            Adapun manfaat dari praktikum ini adalah sebagai bahan informasi bagi masyarakat dan sebagai studi referensi bagi seluruh pembaca khususnya mahsiswa ilmu tanah tentang pembentukan pelapukan dan pedogenesis serta genesa tanah.
















II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelapukan Dan Pedogenesis
Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan/atau biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Kiranya penting untuk diketahui bahwa proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut secara menyeluruh dan membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi tanah atau batuan klastika mempunyai komposisi yang dapat sangat berbeda dengan batuan asalnya. Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk (asal) nya, tetapi juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama (duration) pelapukan dan proses jenis pembentukan tanah itu sendiri (Boggs, 1995).
Dalam kehidupan sehari-hari, proses pelapukan sering terjadi. batu kecil yang terus ditetesi oleh air hujan maupun air biasa lama kelamaan akan melapuk dan menjadi tanah. peristiwa itu sering disebut dengan pelapukan fisika. batu yang ditumbuhi lumut lama kelamaan akan pecah dan hancur. peristiwa tersebut sering disebut pelapukan biologi.Dan masih banyak lagi contoh-contoh pelapukan.
Tenaga yang berperan dalam proses pelapukan bemacam-macam:
            Pada umumnya tanah melalui proses panjang yang di namakan pelapukan dimana pelapulkan ini memakan waktu yang sangat panjang dan melalui tahap-tahap yang begitu sulit. Pelapukan sendiri terdiri dari beberapa proses pelapukan di antaranya pelapukan fisika, kimia, biologi.

2.2. Pelapukan Fisika
Pelapukan fisika atau sering di sebut sebagai pelapukan mekanik adalah pelapukan yang terjadi di akibatkan karena  terjadinya proses gesek menggesek antara batuan yang satu dan batuan yang lain terjadi di sungai. Pelapukan fisik adalah proses dimana batuan pecah menjadi kepingan yang lebih kecil, tetapi tanpa mengalami perubahan komposisi kimia dan mineral yang berarti. Pelapukan fisik ini dapat menghasilkan fragment/kristal kecil sampai blok kekar (joint block) yang berukuran besar.
Pelapukan fisika terjadi akibat hancurnya material utama (induk) kemudian diikuti oleh pengurangan ukuran butirnya. Batuan hancur akibat adanya tekanan (stess) yang bekerja sepanjang zona lemah dari material tersebut antara lain : bidang perlapisan dan rekahan.
Tekanan yang mengakibatkan peristiwa disintegrasi dibentuk karena adanya pengembangan (expansi) dari batuan atau mineral itu sendiri atau akibat tekanan yang disebabkan oleh material yang berasal dari luar. Seperti pada pelapukan kimia, proses pelapukan fisika juga dipengaruhi oleh proses endogen dan eksogen. Rata-rata faktor yang paling berpengaruh dari pelapukan ini adalah iklim dan vegetasi (eksogen). Faktor lainnya berkaitan dengan struktur dan komposisi dari batuan itu sendiri

Jenis pelapukan fisik:
• Stress release: batuan yang muncul ke permukaan bumi melepaskan stress menghasilkan kekar atau retakan yang sejajar permukaan topografi
• Frost action and hydro-fracturing: pembekuan air dalam batuan. Proses ini tergantung:
1.keberadaan pori dan retakan dalam batuan
2.keberadaan air/cairan dalam pori
3.temperatur yang turun naik dalam jangka waktu tertentu.
• Salt weathering: pertumbuhan kristal pada batuan.
• Insolation weathering: akibat pemanasan dan pendinginan permukaan karena pengaruh matahari
• Alternate wetting and drying: pengaruh penyerapan dan pengeringan dengan cepat
.
 
2.3. Pelapukan Kimia
Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogy suatu batuan dapat berubah. Mineral dalam batuan yang di rusak oleh air kemudian bereaksi dengan udara (O2 atau CO2), menyebabkan sebagian dari mineral itu menjadi larutan. Selain itu, bagian unsure mineral yang lain dapat bergabung dengan unsure setempat membentuk Kristal mineral baru.
Kecepatan pelapukan kimia tergantung dari iklim, komposisi mineral dan ukuran butir dari batuan yang mengalami pelapukan. Pelapukan akan berjalan cepat pada daerah yang lembab (humid) atau panas dari pada di daerah kering atau sangat dingin.
Jenis Pelapukan Kimia
1. Hidrolisis adalah reaksi antara mineral silikat dan asam (larutan mengandung ion H+) dimana memungkinkan pelarut mineral silikat dan membebaskan kation logam dan silika. Mineral lempung seperti kaolin, ilit dan smektit besar kemungkinan hasil dari proses pelapukan kimia jenis ini (Boggs, 1995). Pelapukan jenis ini memegang peran terpenting dalam pelapukan kimia.
2. Hidrasi adalah proses penambahan air pada suatu mineral sehingga membentuk mineral baru. Lawan dari hidrasi adalah dehidrasi, dimana mineral kehilangan air sehingga berbentuk anhydrous. Proses terakhir ini sangat jarang terjadi pada pelapukan, karena pada proses pelapukan selalu ada air. Contoh yang umum dari proses ini adalah penambahan air pada mineral hematit sehingga membentuk gutit.
3. Oksidasi berlangsung pada besi atau mangan yang pada umumnya terbentuk pada mineral silikat seperti biotit dan piroksen. Elemen lain yang mudah teroksidasi pada proses pelapukan adalah sulfur, contohnya pada pirit (Fe2S).
4. Reduksi terjadi dimana kebutuhan oksigen (umumnya oleh jasad hidup) lebih banyak dari pada oksigen yang tersedia. Kondisi seperti ini membuat besi menambah elektron dari Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah larut sehingga lebih mobil, sedangkan Fe3+ mungkin hilang pada sistem pelapukan dalam pelarutan.
5. Pelarutan mineral yang mudah larut seperti kalsit, dolomit dan gipsum oleh air hujan selama pelapukan akan cenderung terbentuk komposisi yang baru.
6. Pergantian ion adalah proses dalam pelapukan dimana ion dalam larutan seperti pergantian Na oleh Ca. Umumnya terjadi pada mineral lempung.

2.4. Pelapukan Biologi
Tanah (soil) adalah suatu hasil pelapukan biologi (Selley, 1988), dimana komposisinya terdiri atas komponen batuan dan humus yang umumnya berasal dari tetumbuhan. Bagi geologiawan studi tanah ini (umumnya disebut pedologi) lebih dipusatkan pada tanah purba (paleosoil),dimana akan membantu untuk mengetahui perkembangan sejarah geologi pada daerah yang bersangkutan. Akan tetapi perlu kiranya diketahui bahwa ciri dan ketebalan tanah hasil pelapukan sangat erat hubungannya dengan batuan induk (bedrock), iklim (curah hujan dan temperatur), kemiringan lereng dari batuan induk itu sendiri.
Pedologist (ahli tanah) membagi tanah menjadi tiga zona.

1. Zona A atau “lapisan eluvial”, merupakan bagian paling atas pada umumnya berwarna gelap karena humus. Zona A ini merupakan zona dimana kimia (terutama oksidasi) dan biologi berlangsung kuat. Pada zona ini material halus (lempung) dicuci dan terbawa ke bawah lewat di antara butiran.
2. Zona B atau “lapisan iluvial”, material halus (lempung) yang tercuci dari zona A akan terperangkap pada lapisan ini. Zona B ini dikuasai oleh mineral dan sedikit sedikit jasad hidup.
3. Zona C adalah zona terbawah dimana pelapukan fisik berlangsung lebih kuat dibandingkan pelapukan jenis yang lain. Ke bawah zona C ini berubah secara berangsur menjadi batuan induk yang belum lapuk.
Ketebalan setiap zona sangat bervareasi pada setiap tempat. Demikian juga keberadaan setiap zona tidak selalu dijumpai. Ketebalan zona sangat tergantung dari kecepatan pelapukan, iklim, komosisi dan topografi batuan induk.
Fosil tanah atau tanah purba atau paleosoil adalah suatu istilah untuk tanah yang berada di bawah bidang ketidakselarasan. Tanah purba ini merupakan bukti bahwa lapisan itu pernah tersingkap pada permukaan. Akan tetapi perlu diingat bahwa tanah purba di bawah ketidakselarasan ini tentu bagian atasnya pernah tererosi sebelum terendapkan lapisan penutupnya. Lapisan tanah purba dalam runtunan batuan sedimen pada umumnya ditemukan pada endapan sungai dan delta. Tanah purba ini juga umum ditemukan di bawah lapisan batubara dimana kaya akan akar dan sering berwarna putih karena proses pencucian yang intensif (Selley, 1988).
Peranan tanah purba ini semakin besar dimasa kini; sehingga timbul pertanyaan bagaimana mengenali tanah purba ini dengan mudah. Fenwick (1985) memberikan kreteria sebagai berikut:
1.      Hadirnya suatu lapisan yang kaya akan jasad hidup
2.      Lapisan merah yang semakin jelas kearah atas
3.      Penurunan tanda mineral lapuk kearah atas
4.      Terganggunya struktur organic oleh aktivitas jasad hidup (seperti cacing) atau proses fisik (conthnya pengkristalan es)

2.5. Pelapukan Batuan
Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan/atau biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Kiranya penting untuk diketahui bahwa proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut secara menyeluruh dan membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi tanah atau batuan klastika mempunyai komposisi yang dapat sangat berbeda dengan batuan asalnya. Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk (asal) nya, tetapi juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama (duration) pelapukan dan proses jenis pembentukan tanah itu sendiri (Boggs, 1995).
Pelapukan Fisik
Pelapukan fisik adalah proses dimana batuan pecah menjadi kepingan yang lebih kecil, tetapi tanpa mengalami perubahan komposisi kimia dan mineral yang berarti. Pelapukan fisik ini dapat menghasilkan fragment/kristal kecil sampai blok kekar (joint block) yang berukuran besar.
Jenis pelapukan fisik:
• Stress release: batuan yang muncul ke permukaan bumi melepaskan stress       menghasilkan kekar atau retakan yang sejajar permukaan topografi.
• Frost action and hydro-fracturing: pembekuan air dalam batuan. Proses ini tergantung:
1.      Keberadaan pori dan retakan dalam batuan
2.      Keberadaan air/cairan dalam pori
3.      Temperatur yang turun naik dalam jangka waktu tertentu.
• Salt weathering: pertumbuhan kristal pada batuan.
• Insolation weathering: akibat pemanasan dan pendinginan permukaan karena pengaruh matahari
• Alternate wetting and drying: pengaruh penyerapan dan pengeringan dengan cepat.
Pelapukan Kimia
Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu batuan dapat berubah. Mineral dalam batuan yang dirusak oleh air kemudian bereaksi dengan udara (O2 atau CO2), menyebabkan sebagaian dari mineral itu menjadi larutan. Selain itu, bagian unsur mineral yang lain dapat bergabung dengan unsur setempat membentuk kristal mineral baru.
Kecepatan pelapukan kimia tergantung dari iklim, komposisi mineral dan ukuran butir dari batuan yang mengalami pelapukan. Pelapukan akan berjalan cepat pada daerah yang lembab (humid) atau panas dari pada di daerah kering atau sangat dingin.
Jenis pelapukan kimia
1.      Hidrolisis adalah reaksi antara mineral silikat dan asam (larutan mengandung ion H+) dimana memungkinkan pelarut mineral silikat dan membebaskan kation logam dan silika. Mineral lempung seperti kaolin, ilit dan smektit besar kemungkinan hasil dari proses pelapukan kimia jenis ini (Boggs, 1995). Pelapukan jenis ini memegang peran terpenting dalam pelapukan kimia.
2.      Hidrasi adalah proses penambahan air pada suatu mineral sehingga membentuk mineral baru. Lawan dari hidrasi adalah dehidrasi, dimana mineral kehilangan air sehingga berbentuk anhydrous. Proses terakhir ini sangat jarang terjadi pada pelapukan, karena pada proses pelapukan selalu ada air. Contoh yang umum dari proses ini adalah penambahan air pada mineral hematit sehingga membentuk gutit.
3.      Oksidasi berlangsung pada besi atau mangan yang pada umumnya terbentuk pada mineral silikat seperti biotit dan piroksen. Elemen lain yang mudah teroksidasi pada proses pelapukan adalah sulfur, contohnya pada pirit (Fe2S).
4.      Reduksi terjadi dimana kebutuhan oksigen (umumnya oleh jasad hidup) lebih banyak dari pada oksigen yang tersedia. Kondisi seperti ini membuat besi menambah elektron dari Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah larut sehingga lebih mobil, sedangkan Fe3+ mungkin hilang pada sistem pelapukan dalam pelarutan.
5.      Pelarutan mineral yang mudah larut seperti kalsit, dolomit dan gipsum oleh air hujan selama pelapukan akan cenderung terbentuk komposisi yang baru.
6.      Pergantian ion adalah proses dalam pelapukan dimana ion dalam larutan seperti pergantian Na oleh Ca. Umumnya terjadi pada mineral lempung.


2.6. Klasifikasi Tanah
Padanan system kalsifikasi tanah berikut ini merupakan pendekatan yang hanya di dasarkan atas morfogenik dan belum di dasarkan atas hasil analsis kuantitatif sifat fisik dan kimia tanah :

System Dudal-Soepraptohardjo
(1957-1961)
Modifikasi Pusat Penelitian Tanah Bogor
(1978-1982)
FAO/UNESCO
(1974)
USDA SIOL
Taxosnomi (1975)
  1. Tanah Aluvial

  1. Brown Podosolik Andosol
  2. Brown Forest Soil
  3. Grumusol
  4. Latosol


  1. Litosol


  1. Mediteran

  1. Organosol
  2. Podsol
  3. Podsolik merah kuning
  4. Podsolik coklat
  5. Podsolik coklat kekelabuan
  6. Regosol
  7. Renzina
  8. Renzina
  9. Tanah-tanah Bergelei
Glei humus
Glei humus
Rendah
Hidromorf  Kelabu
Alluvial Hidromorf
  1. Planosol
Tanah Aluvial

Andosol

Kambisol
Grumusol
Kambisol
Latosol
Lateritik
Litosol


Mediteran

Organosol
Podsol
Podsolik

Kambisolik
Podsolik

Regosol
Rezina
Ranker
Gleisol

Gleisol Humik
Gleisol

Podsolik Gleiik
Gleisolik hidrik
Planosol
Flufisol

Andosol

Cambisol
Vertisol
Cambisol
Nitosol
Ferralsol
Lithosol


Luvisol

Histosol
Podsol
Acrisol

Cambisol
Acrisol

Regosol
Renzina
Ranker
Gleysol




Acrisol
Gleyc
Planosol
Entisol
Inceptisol
Inceptisol

Inceptisol
Vertisol
Inceptisol
Ultisol
Oxsisol
Entisol
(lithic subgroup)
Alfisol
Inceptisol
Histosol
Spodosol
Ultisol

Inceptisol
Ultisol

Entisol
Rendoll
Rendoll
Aquik sub-group





Aqualf






















III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu

Praktikum ini di lakukan di Desa Kusu, Kec. Oba Utara, Tidore Kepulauan, dengan ketinggian dibawah -10 m dpl (di atas permukaan laut), dengan waktu pelaksananan hari Jumat, 30 April 2010 pukul 10:00- sampai selesai

3.2.  Alat Dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini
-          Pacul
-          Linggis
-          Altimeter (Mengukur ketinggian tempat)
-          Kartu Profil
-          Kamera Digital ( untuk dokumentasi )
-          Pisau /Parang
-          Kertas plastik
-          Alat tulis menulis

Adapun Bahan yang digunakan dalam praktikum ini
-          Tanah
-          Air

3.3. Metode Praktikum
            Ada beberapa metode yang di pakai dalam praktikum  yaitu pada table berikut
Tabel 1. Jenis-jenis kegiatan dan metode yang di pakai dalam praktikum
Jenis Pengamatan Di lapangan
Metode
-          Warna Tanah
-          Tekstur
-          Struktur
-          Pori tanah
-          Perakaran
-          Horison Penciri
Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung. Rasa (Pirit)
Pengamatan Langsung
Pengamatan Langsung
Pengamatan Langsung
Pengamatan Langsung

3.4. Pelaksanaan Praktikum

3.4.1    Penyiapan lahan dan pembuatan Profil Tanah
Lahan yang dipakai dalam praktikum ini yaitu lahan yang berada pada tengah lereng yang berada di Utara selatan bujur timur dengan ketinggian tempat 100 m dari permukaan laut, diukur menggunakan  altimeter (alat untuk mengukur ketinggian tempat) dan profil tanah yang betul-betul mewakili.  Di buat dengan menggali lubang tegak lurus, menggunakan pacul sampai kedalaman 130 cm, dengan lebar permukaan tanah 75 cm.
3.4.2        Penetapan Horizon Tanah
Penetapan batas lapisan dengan menggunakan metode pijan (rasa kepadatn tanah) kemudian horison.
3.4.3        Mengidentifikasi Profil Tanah
Tanah di identifikasi menggunakan kartu profil, bersama dengan mengamati profil tanah : meliputi keadaan fisik dan lingkungan, bahan induk, relif tipe lereng, bentuk lereng, panjang keadaan batu, erosi, lapisan tanah, nomor lapisan , symbol lapisan, dalam lapisan, batas lapisan tanah, batas topografi, warna tanah, tekstur tanah, pori tanah, konsistensi, pH tanah, kadar air tanah, perakaran tanaman, dan jenis tanah.
3.4.4        Pengambilan Sample
Sample tanah diambil di setiap lapisan/horison tanah, yang dapat mewakili untuk tiap-tiap horison, untuk horison A, pengambilan sampel menggunakan pisau dan di isi kedalam kantong plastik, sedangkan pada Horison B, pengambilannya dilakukan sama halnya seperti yang dilakukan pada horison A , cara pengambilan sampel di lakukan menggunakan cara mekanik, yaitu di tusukkan pisau kedalam tanah kemudian tanah  di cungkil dan di letakkan di dalam kantong plastik.



3.5. Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati diantarnya terihat pada tabel berikut :
Jenis Pengamatan Di lapangan
Metode
-          Warna Tanah
-          Tekstur
-          Struktur
-          Pori tanah
-          Perakaran
-          Horison Penciri
Pengamatan langsung
Pengamatan langsung Rasa (Pirit)
Pengamatan Langsung
Pengamatan Langsung
Pengamatan Langsung
Pengamatan Langsung



3.6. Teknik Analisis Data
  Analisis data dalam praktikum ini menggunakan teknik anlisis Deskripsi di mana setiap objek yang di amati semuanya akan di analisis.














IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik, Morfologi, Fisika Dan Kimia

Karakteristik  tanah yang di temukan di lokasi praktek yakni di Desa Kusu. Kec. Oba Utara. Kota Tidore kepulauan adalah tanah Inceptisol Dan karakteristiknya sebagai berikut :
  1. Bahan induk yang resisten terhadap pelapukan
  2. Banyak mengandung abu vulkan dan tidak memenuhi sifat-sifat andik
  3. Posisi dalam bentang lahan yang ekstrim yaitu daerah curam atau lembab
  4. Permukaan geomrfologi yang muda sehingga pembentuksn tanah baru mulai.
Sifat fisik kimia tanah inceptisol yang di temukan di Desa Kusu adalah kejenuhan basa rendah dengan kapasitas kation (cara Na-asetat pH 7) dan kapasitas penukaran kation mengandung C dan N tinggi tetap Nisbah C/N (C/N ratio) rendah, kadar P rendah karena terfiksasi Kuat ( Olsen 1954) sukar mengalami peptisasi, berat jernis kurang dari 0,85 dan pada kapasitas lapang kelanggasan tanah lebih dari 15%.
Sifat fisik tanah yang terdapat di daerah praktikum adalah tersedianya air tanah yang dangkal sampai dalam horizon tanah datar dan agak berombak.
Tabel : sifat fisik tanah yang di temukan di desa Kusu
Horison
Sifat Fisik Tanah
Horizon I (A)

-          Warna hitam
-          Tekstur halus
Horizon II (B1)
-          Warna hitam kecoklatan
-          Tekstur Lempung debuan
Horizon III (B2)
-          Warna kecoklatan
-          Tekstur Lempung debuan
Horizon IV (B3)
-          Warna hitam keabuan
-          Tekstur pasir
Sumber : Analisis Data Primer 2010
Inceptisol yang di temukan di lokasi Desa Kusu berasal dari bahan induk batuan sedimen. Karena inceptisol yang terdapat di lokasi praktek merupakan tanah yang belum berkembang lanjut dan mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini karena proses pelapukan bahan induknya belum lanjut. Bentuk wilayah yang terdapat di lokasi praktek datar. Kesuburan tanahnya sangat subur dan jeluk efektifnya dari dangkal hingga dalam.  Di dataran tersebut ada umumnya di Tanami tanaman tahunan atau tanaman permanen untuk menjaga kelestarian tanah (munir, 1983). Selain itu jenis inceptisol yang ditemukan mempunyai karakteristik dari kombinasi tersedinya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari tiga bulan berturut-turut dalam musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit akumulasi, bahan dari batuan induk. Tekstur yang di temukan adalah lebih halus dari pasir berlempung dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan katin fraksi lempung yang sedan sampai tinggi. Penyebarab liat ke dalam tanah tidak dapat di ukur. Kisaran kadar C-Organik dan kapasitas tukar kation (KTK) dalam inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tampat. Kecual daerah kering mulai dari kutub sampai tropika.
Morfologi daerah bentang lahan desa Kusu adalah datar. Tanah yang terdapat di daerah tersebut terjadi akibat proses pelapukan dari batuan induk sedimen. Di indikasikan di daerah tersebut jauh dari daerah gunung merapi maka dapat di tarik kesimpulan batuan yang melapuk itu tersebut adalah batuan sedimen.

4.2.  Genesa Tanah

Material penyusun tanah dapat berasal dari hasil pelapukan batuan induknya atau material yang berasal dari hasil transportasi dari tempat lain.
Pembentukan lapisan-lapisan atau horison-horison yang dapat diamati pada profil tanah yang di buat pada praktikum genesa tanah pada desa Kusu Kec. Oba Utara Kota Tidore Kepulauan di temukan bahwa Proses proses yang terjadi pada tanah di daerah tersebut  melibatkan penambahan, penghilangan, transformasi dan tranlokasi dari meterial yang menyusun tanah. Mineral berasal dari hasil pelapukan batuan sedimen  yang mengalami perubahan membentuk mineral-mineral sekunder dan komponen lainnya yang terlarut didalam air, komponen komponen tersebut kemudian berpindah dari satu tempat ketempat lainnya melalui aktivitas air ataupun aktivitas biota-biota tanah. Perubahan dan perpindahan material yang terdapat didalam tanah yang menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan tanah yang jelas. Pelapukan batuan dasar akan menghasilkan material induk dimana soil terbentuk. Tanah yang di amati di lokasi praktikum menandakan bahwa tanah tersebut belum berkembang lanjut karena di lihat dari tekstur yang berhasil di identifikasi dengan cara metode pirit di ketahui bahwa bahan induk yang terdapat masih belum mengalami pelapukan yang lanjut.























V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah di uraikan di atas maka dapat di tarik kesimpulan adalah sebagai berikut :
  1. Tanah yang terdapat di Desa Kusu adalah tanah Inceptisol karena memiliki sifat umumnya yaitu memiliki horison penciri kambik, strukturnya telah terbentuk karena lokasi memiliki sifat dan ciri tersebut
  2. Pelapukan tanah yang terdapat pada Desa Kusu belum mengalami pelapukan lanjut.
  3. Tanah yang terdapat ada Desa Kusu merpakan pelapukan dari batuan induk sedimen.
  4. Tanah yang terdapat di daerah tersebut masih sangat muda karena tanah tersebut  adalah tanah inceptisol.
5.2. Saran
Dari hasil di atas dapat kami sarankan :
Diharapkan kepada mahasiswa pertanian, pemerintah maupn dinas Pertanian agar sering-sering turun ke lapangan melakukan apenelitian maupun analisis tanah sehingga data di lapngan bias dijadikan informasi awal terhadap masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui jenis tanah yang terletak di daerah mereka sehingga juga dapat mengetahui tingkat kesuburan tanah.











LAMPIRAN





























DAFTAR PUSTAKA

Rachman, IA. 2008  Pedoman pengamatan tanah di lapangan. Fakultas Pertanian   Unkhair. Ternate
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Di Indonesia. PT. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta

http://hiperkes.com/search/rock+cycle+siklus+batuan-%C2%AB+geo+wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar