Pages

Sabtu, 26 Mei 2012

Tanah Sawah


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,  baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti  halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan” dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dar i air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemu kan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak.
Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain, sehingga sifat-sifat tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya. Koenigs (1950), orang yang pertama kali melakukan penelitian sifat morfologi tanah sawah sekitar Bogor, mengemukakan adanya profil tanah sawah yang khas, pada tanah kering yang disawahkan di daerah tersebut. Namun demikian, karena perbedaan berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan tanah sawah, ternyata profil tanah sawah yang khas tersebut tidak selalu dapat terbentuk. Pada tanah rawa yang disawahkan, atau pada tanah dengan air tanah yang dangkal, tidak terlihat adanya profil tanah yang khas seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950), meskipun bermacam-macam perubahan sifat tanah akibat penyawahan telah terjadi. Bahkan pada tanah kering yang disawahkanpun, seperti pada Vertisol dan beberapa jenis tanah lain, tidak semuanya dapat membentuk profil tanah yang khas tersebut. Penggunaan tanah kering untuk padi sawah dapat menyebabkan peruba han sifat morfologi dan sifat fisiko-kimia tanah secara permanen, sehingga dapat menyeb abkan perubahan klasifikasi tanah. Dalam tulisan ini, disajikan uraian tentang beberapa macam sifat morfologi dan profil tanah sawah, serta pengaruhnya dalam klasifikasi tanah, khususnya dalam sistem Taksonomi Tanah
Tujuan dan Manfaat
Pada makalah ini akan dirangkum sejumlah hasil penelitian mengenai permasalahan dan pengelolaan serta klasifikasi dari tanah sawah. Tulisan ini bertujuan untuk memperlihatkan bagimana permasalahan dan pengelolaan serta klasifikasi secara morfologi dari tanah sawah tersebut, sedangkan Manfaatnya diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi mayrakat umum dan mahasiswa khususnya.



PEMBAHASAN
Permasalahan Tanah Sawah
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,  baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti  halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan” dengan membuat saluran-salur an drainase. Sawah yang airnya berasal dar i air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemu kan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak.
Tanah sawah biasanya tergenang dalam jangka waktu yang lama hal ini akan menyebabkan tanah ini akan mengalami perubahan morfologi kimia, fisika dan biologi dari tanah sawah. Perubahan sifat ini akan lebih menampakkan pada sifat fisik diamana kita akan lebih terlihat dari perubahan warna, dan tekstur.
Tanah sawah dapat terbentuk dari tanah kering dan tanah basah atau tanah rawa sehingga karakterisasi sawah-sawah tersebut akan sangat dipengaruhi oleh bahan pembentuk tanahnya. Tanah sawah dari tanah kering umumnya terdapat didaerah dataran rendah , dataran tinggi volkan atau non volkan yang pada awalnya merupakan tanah kering yang tidak pernah jenuh air sehingga morfologinya akan sangat berbeda dengan tanah sawah dari tanah rawa yang awalnya memang sudah jenuh air.
Pengelolaan Tanah Sawah
Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Tanah Sawah
Tanah sawah merupakan tanah buatan manusia. Karena itu, sifat-sifat tanahnya sangat dipengaruhi oleh perbuatan manusia. Kegiatan manusia yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan profil tanah sawah, antara lain, adalah (1) cara pembuatan sawah dan (2) cara budi daya padi sawah.
  1. Cara pembuatan sawah
Cara pembuatan sawah tergantung dari beber apa hal, antara lain, kondisi relief/topografi dan hidrologi tanah asalnya.
Relief
Bila relief/topografi tanah asal berombak atau berlereng, maka lebih dulu harus dibuat teras bangku. Sawah pada teras, sifatnya sangat berubah dibandingkan dengan tanah asalnya, karena terjadinya penggalian dan penimbunan pada waktu pembuatan teras. Cara pembuatan ter as adalah dengan jalan menggali lereng atas, dan menimbun lereng bawah. Akibatnya, susunan horizon tanah asalnya da pat hilang sama sekali. Makin curam lereng, maka teras semakin sempit dan  penggalian serta penimbunan semakin dalam. Dalam satu petak sawah yang baru dibu at dengan cara ini, mungki n akan ditemukan lebih dari satu jenis tanah, yaitu Entisol atau Inceptisol pada bagian tanah yang ditimbun atau digali, selain tanah asl inya di bagian tengah petakan. Perubahan sifat tanah selanjutnya, terjadi akibat pelumpuran/pengolahan tanah dalam
keadaan tergenang dan penggenangan lapisan olah selama pertumbuhan padi, sehingga terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke lapisan bawah. Lama kelamaan tanah dalam satu petak sawah akan mempunyai sifat morfologi dan sifat-sifat tanah lain, yang mendekati kesamaan terutama pada lapisan atas, atau bila sudah berumur ratusan tahun, pada seluruh solum tanah.
Hidrologi 
Pembuatan sawah dari lahan rawa dilakukan dengan membuat saluran-saluran drai nase, agar lahan menjadi lebih kering, atau tidak terus-menerus tergenang. Karena itu, sifat tanah akan berubah karena terjadi proses “pengeringan” tanah, mulai dari lapisan atas ke lapisan bawah. Sebaliknya, pada tanah kering yang disawahkan, akan terjadi proses “p embasahan” dari lapisan atas ke lapisan bawah. Apabila tanah ra wa yang “dikeringkan” tersebut banyak mengandung bahan sulfidik (pirit, FeS ), maka profil tanah sawah yang terbentuk banyak mengandung karatan jarosit (K Fe  (SO ) (OH)6).
  1. Cara budi daya padi sawah
Pola tanam dan penggenangan
Tanah sawah yang ditanami padi tiga kali setahun, yakni padi-padi-padi, akan tergenang terus-menerus sepanjang tahun. Sawah dengan pergiliran tanaman padi-padi-palawi ja, setiap tahunnya mengalami masa tergenang yang lebih lama dibandingkan dengan masa kering. Sedangkan sawah dengan pola tanam padi-palawija-bera, mengalami masa tergenang lebih singkat dibandingkan masa keringnya. Akibat adanya perbedaan pola tanam, yang menyebabkan perbedaan lamanya penggenangan tersebut, maka terjadilah perbedaan sifat-sifat morfologi tanah sawah. Sifat-sifat tanah sawah, termasuk sifat morfologinya, juga berubah setiap musim akibat penggunaan tanah yang berbeda. Dalam hal ini, sifat tanah pada saat ditanami padi sawah (basah), berbeda dengan waktu ditanami palawija atau bera. Namun demikian, sawah-sawah yang mempunyai profil tanah yang khas yang telah dikeringkan puluhan tahun, seperti halnya (bekas) tanah sawah di sekitar Bo gor, masih menunjukkan adanya lapisan tapak bajak, lapisan  Fe, dan lapisan Mn, meskipun lapisan atas tidak lagi berwarna pucat, melainkan kecoklatan mendekati warna tanah asalnya. Sifat-sifat tanah sawah yang  tidak berubah , baik sewaktu digunakan untuk bertanam padi sawah maupun waktu digunakan untuk bertanam palawija atau bera, disebut  sifat tanah sawah permanen .
Penambahan lumpur bersama air irigasi
Air pengairan mengandung l umpur ya ng diendapkan pada petak sawah. Oleh karena itu, selalu ada penambahan lumpur pada lapisan olah. Kualitas dan jumlah lumpur yang diendapkan sangat beragam, tergantung dari sumber lumpur dan banyaknya air. Akibatnya, lapisan olah semakin tebal karena penambahan lumpur tersebut.
Penambahan bahan kimia/unsur hara dengan sengaja dan praktek pengolahan tanah
Pemberian pupuk, baik pupuk buatan maupun pupuk kandang, kapur dan bahan amelioran lain akan berpengaruh terhadap sifat tanah sawah. Demikian juga praktek pengolah an tanah sawah yang di lakukan dengan cara mencampur dan membalik horizon tanah, pelumpuran, dan pemadata n, dapat mempengaruhi sifat dan perkembangan profil tanah.
Cara budi daya
Pembuatan sawah diawali dengan perataan tanah dan pembuatan pematang. Tanah sawah yang diolah dalam keadaan jenuh air, dengan cara “bajak-garu-bajak-g ar u” hingga halus, baru kemudian ditanami benih padi, menyebabkan struktur tanah hancur hingga menjadi lumpur yang cocok untuk padi sawah. Tanah sawah yang dilumpurkan, jika kemudian sawah dikeringkan untuk ditanami palawija, akan menjadi masif atau tidak berstruktur, oleh karena itu harus diolah lagi. Penggenangan sedalam 5–10 cm selama 4 – 5 bulan pertanaman padi, menyebabkan terjadinya kondisi reduksi selama jangka waktu tersebut.
Profil tanah sawah dan pembentukannya
Faktor penting dalam proses pembentukan profil tanah sawah adalah genangan air di permukaan, dan penggenangan serta pengeringan yang bergantian. Proses pembentukan profil tanah sawah melip uti berbagai proses, yaitu (a) proses utama berupa pengaruh kond isi reduksi-oksidasi (redoks) yang bergantian; (b) penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah; dan (c) perubahan sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi tanah, akibat penggenangan pada tanah kering yang disawahkan, atau perbaikan drainase pada tan ah rawa yang disawahkan. Secara lebih rinci, proses pembe ntukan profil tanah sawah meliputi (a) gleisasi dan eluviasi; (b) pembentukan karatan besi (Fe) dan mangan (Mn); (c) pembentukan warna kelabu ( grayzation ); (d) pemb entukan selaput ( cutan ); (e) penyebaran kembali basa basa; dan (f) akumulasi dan dekomposisi bahan organik.
Profil tanah sawah tipikal
Berdasarkan proses pembentukan tanah seperti telah di uraikan, maka terbentuklah profil tanah sawah dengan sifat morfolog i yang berbeda-beda, tergantung dari sifat tanah a salnya. Profil tanah sawah yang tipikal (khas), atau Aquorizem  (Kanno, 1978), yang terbentuk pada tanah kering dengan air tanah dalam, seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950), sedikit berbeda dengan profil tanah sawah tipikal dengan air tanah yang agak dangkal (Moormann and van Breemen, 1978) (Gambar 1).


Koenigs (1950)              Moormann dan van Breemen (1978) 
               
Gambar 1. Profil tanah sawah tipikal menurut Koenigs (1950), serta Moormann dan van     Breemen (1978) .
Pada tanah kering dengan air tanah dalam yang disawahkan, akan terbentuk susunan horizon sebagai berikut: 1)  lapisan olah yang tereduksi dan tercuci (eluviasi) (Ap); 2)  lapisan tapak bajak (Adg); 3)  horizon iluviasi Fe (Bir) di atas horizon iluviasi Mn (Bmn), yang sebagian besar teroksidasi; 4)  horizon tanah asal, yang tidak terpengaruh persawahan (Bw, Bt). Bila air tanah agak dangkal, maka di bawah horizon tersebut kemudian ditemukan: 5)  horizon i luviasi (penimbunan) Mn (Bmn) di atas h orizon iluviasi Fe (Bir); 6)  horizon tereduksi permanen (Cg).Pengamatan di berbag ai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa lebih banyak tanah sawah yang  tidak  menunjukkan profil tanah yang tipikal tersebut, dibandingkan dengan yang memilikinya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan sawah di Indonesia, antara lain, dibuat pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal, atau lahan rawa yang dikeringkan, penyawahan yang terus-menerus dilakukan sepanjang tahun, tekstur tana h yang terlalu kasar atau terlalu halus, tanah yang mengembang dan mengkerut, da n sebagainya. Karena banyak tanah sawah di Indonesia terdapat di daerah pelembahan atau dataran aluvial yang terus-menerus tergenang air, baik dari air hujan, luapan sungai maupun air tanah yang dangkal, dan kondisi relief/topografi yang tidak memungkinkan  gerakan air ke ba wah solum tanah, maka horizon iluviasi Fe dan Mn ataupun lapisan tapak bajak sulit terbentuk. Demikian juga, tekstur tanah yang terlalu kasar atau terlalu halus, atau adanya sifat tanah mengembang dan mengkerut, me nghalangi pembentukan horizon-horizon tersebut. Menurut Kawaguchi dan Kyuma (1977) seperti halnya di Indonesia, profil tanah sawah tipikal ( Aquorizem ) hanya terbentuk, pada lahan kering yang disawahkan yang tidak mengandung mineral liat-2:1. Tanah yang hanya digenangi air pada waktu penyawahan, dan kemudian dikeringkan untuk tanaman palawija atau bera pada musim berikutnya, dalam bahasa Jepang disebut “ kanden ”. Dengan penggunaan tanah seperti itu, profil tanah sawah tipikal di Jepang dapat terbentuk dalam jangka waktu 10–40 tahun. Menurut Kanno (1 978), di Jepang juga banyak tana h sawah yang tidak memiliki susunan horizon seperti tanah sawah tipikal tersebut, karena keragaman dalam pengaruh air tanah dan air genangan (hidromorfisme).
Klasifikasi Morfologi Tanah Sawah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar