I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sungai merupakan torehan diatas
permukaan bumi yang merupakan penampang permukaan bumi dan penyalur alamiah
aliran air dan material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu
daerah pengaliran ketempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara kelaut.(Soewarno,
2000)
Air merupakan sumber daya alam
yang tak akan habis dipakai namun akan hilang kualitasnya jika tidak
dilestarikan, sehingga perlunya pelestarian, namun air juga dapat mendatangkan
masalah bagi manusia. Air adalah sumber daya alam yang dapat terbarukan dan
dapat dijumpai dimana-mana, meskipun secara kuantitas maupun kualitas masih
terbatas keberadaan maupun ketersediaannya baik ditinjau secara geografis
maupun menurut musim. Oleh sebabitu, peningkatan penggunaannya akan
mengakibatkan intervensi manusia terhadap sumber daya air makin besar. (Effendi,
Hefni. 2003)
Daerah
aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah ekosistem yang dibatasi oleh pemisahan
topografi dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur air, sedimen,
unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui outlet tungal. DAS sebagai
sistem hidrologis yang terbuka terdiri dari tiga komponen utama dalam sistem
tersebut yaitu input berupa hujan, proses yaitu DAS sebagai pengatur dan outpot
yang berupa aliran permukaan, sedimen dan unsur hara.
Karakteristik
DAS mempengaruhi debit penguluaran air dalam suatu sistem sungai. Faktor-faktor
pengontrol karakteristik DAS antara lain : faktor giologi, faktor hidrologi dan
tataguna lahan. Faktor geologi terdiri dari geomorfologi dan litologi.
Tanah
dan air merupakan sumber daya yang paling fundamental yang dimilki oleh
manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bias mendapatkan bahan
pangan, papan, sandang, tambang dan tempat dilaksankannya berbagai aktifitas.
Pengahargaan terhadap tanah sudah berlangsung sejak manusia menghuni bumi ini, bahkan sampai sekarang
kebanyakan penduduk bumi adalah peladang dan menggunakan alat sederhana untuk
memproduksi makanan. (Rayes, 2007)
Sumber daya tanah dan air oleh
beberapa ahli dianggap sebagai sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui “non renewlable” atau jika sekali pakai
mengalami kerusakan atau kehilangan akan membutuhkan waktu pemulihan yang
relatif lama (Reyes,2007).
Hal tersebut akan memungkinkan terjadinya perubahan tatanan
dan siklus hidrologi wilayah seperti makin tidak meratanya sebaran dan
keberadaan air, baik secara spasial maupun temporal serta penurunan mutu air.
Pada saat yang sama efisiensi pemanfaatan dan penggunaan air semakin rendah dan
seringkali mengabaikan wilayah aliran air tersebut berasal, atau Daerah Aliran
Sungai (DAS). Seiring dengan perkembangan kota, maka sebagian besar kawasan
hulu dari DAS telah mengalami tekanan degradasi terutama akibat pembalakan,
peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman, dan perubahan fungsi kawasan.
Kondisi tersebut sangat nyata terlihat pada kawasan rawa-rawa bantaran yang
membentang di sepanjang sungai bagian Hulu dan bagian hilir anak sungai-sungai
lain, sebagian besar telah berubah menjadi kawasan ekonomi dan permukiman. (Effendi,
Hefni, 2003)
Kemampuan pengukuran debit aliran sangat
diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit
aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air
suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberday air permukaan yang ada.
(Arsyad, 2006)
Desa Kusu adalah salah satu dari
sekian desa yang terdapat di daerah
Sofifi dimana di Desa ini adalah desa yang memiliki anak sungai yang dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai
sumber air utama untuk kehidupan sehari-hari, namun dengan seiring berjalanya
waktu DAS tersebut tidak lagi dijaga kelestariannya sehingga terjadi pencemaran
yang berdampak pada ekonomi masyarakat setempat. Dari aspek ekologi dan
lingkungan ternyata sungai tersebut tidak lagi memiliki aliran yang bagus
dimungkinkan karena daerah hulu juga sudah tidak dilestarikan lagi.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk menghitung debit air sungai Kusu Kec. Oba Utara,
Kota Tidore Kepulauan.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Karakteristik Sungai
Karakteristik daerah aliran sungai (DAS) meliputi pola drainase, tekstur
aliran, luas dan bentuk DAS. Pola drainase adalah penyususn keseluruhan lebah
suatu individu sungai dan anak-anak sungai. Pola drainase suatu DAS diantranya
dendritik paralel, dan radial. Pola dendritik mempunyai percabangan pohon.
Cabang sungai menyambung induknya dari segala arah bentuk sudut miring secara
berpasangan. Pola parallel cabang sungai umumnya secara dan menyambung pada
sungai utama dengan arah yang hampir tegak lurus, pola radial membentuk
jaringan melingkar dengan anak sungai yang hampir sejajar mengalir kearah
sungai utama, karakteristik suatu daerah aliran sungai (DAS) dapat digambarkan
oleh fluktasi debit sungai. Hal ini dapat dijelaskan dengan proses siklus
hidrologi pada suatu daerah aliran sungai (DAS).
Karakteristik DAS mempengaruhi debit pengeluaran air sungai air dalam
suatu sistem sungai. Faktor-faktor pengontrol karaklteristik DAS antara lain :
faktor geologi, faktor hidrologi dan tata guna lahan. Faktor geologi terdiri
dari geomorfologi dan litologi. Faktor geomorfologi terdiri dari sistem sungai
(Segmen sungai, hubungan antar cabang sungai, panjang sungai, slope sungai).
Sistem cekungan penyaluran, (ukuran cekungan, bentuk cekungan, relief cekungan,
tekstur cekungan). Faktor litologi berupa pemunculan mata air dan batuan kedap
dan lulus air. Faktor hidrologi berupa distribusi hujan pada DAS dan kapasitas
infiltrasi dari tanah. (Chay Asdak. 2002)
Bentuk
daerah aliran sungai (DAS) yang memanjang dan sempit cenderung sedikit
menimbulkan laju aliran permukaan dari pada buntuk DAS yang lebar. Aliran
permukaan terkonsentrasi lambat pada DAS bentuk memanjang dari pada melebar
pada jarak yang sama untuk kedua bentuk DAS.
2.2 Pengertian Debit Air
Karena pengertian
debit sangat luas maka dalam beberapa kajian di berikan beberapa pengertian
agar tidak keluar dari topik yang telah di tetapkan yaitu ”DEBIT AIR”, maka
dari itu yang di bahas hanya debit air sungai saja.
Dalam hidrologi
dikemukakan, debit air sungai adalah, tinggi permukaan air sungai yang terukur
oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau
dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air
(dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per
satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan
meter kubik per detik (m3/dt). Dalam laporan-laporan teknis, debit
aliran biasanya ditunjukan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran
adalah suatu prilaku debit sebagai respon adanya perubahan karateristik
biogeofisik yang ber langsung dalam suatu DAS (oleh adanya pengelolaan DAS) dan
atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan).
Kemampuan pengukuran
debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air di suatu
wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan
mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberday air
permukaan yang ada. (Suwandi, 2000)
2.3
Proses
Terbentuknya Debit
Sungai itu terbentuk dgn adanya
aliran air dari satu atau beberapa sumber air yang berada di
ketinggian,umpamanya disebuah puncak bukit atau gunung yg tinggi, dimana air
hujan sangat banyak jatuh di daerah itu, kemudian terkumpul dibagian yang
cekung, lama kelamaan dikarenakan sudah terlalu penuh, akhirnya mengalir keluar
melalui bagian bibir cekungan yang paling mudah tergerus air, selanjutnya air
itu akan mengalir di atas permukaan tanah yang paling rendah, mungkin mula mula
merata, namun karena ada bagian- bagian dipermukaan tanah yg tidak begitu
keras,maka mudahlah terkikis, sehingga menjadi alur alur yang tercipta makin
hari makin panjang, seiring dengan makin deras dan makin seringnya air mengalir
di alur itu, maka semakin panjang dan semakin dalam, alur itu akan berbelok,
atau
bercabang, apabila air yang mengalir
disitu terhalang oleh batu sebesar alur itu, atau batu yang banyak, demikian
juga dgn sungai di bawah permukaan tanah, terjadi dari air yang mengalir dari
atas, kemudian menemukan bagian-bagan yang dapat di tembus ke bawah permukaan
tanah dan mengalir ke arah dataran rendah yg rendah.lama kelamaan sungai itu
akan semakin lebar. (Suwandi, 2000).
Gambar 1.
Ilustrasi Terbentuknya Debit Air
|
2.4 Faktor Penentu Debit Air
1. Intensitas hujan
Karena curah hujan
merupakan salah satu faktor utama yang memiliki komponen musiman yang dapat
secara cepat mempengaruhi debit air, dan siklus tahunan dengan karakteristik
musim hujan panjang (kemarau pendek), atau kemarau panjang (musim hujan
pendek). Yang menyebabkan bertambahnya debit air. (Suwandi, 2000).
2. Pengundulan Hutan
Fungsi utama hutan
dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan tanah yang mempunyai
kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut tertahan
dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah
di daerah hulu merupakan cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena itu
hutan yang terjaga dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan
sumber-sumber air pada musim kemarau. Sebaiknya hutan yang gundul akan menjadi
malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di hilir. Pada musim hujan, air hujan
yang jatuh di atas lahan yang gundul akan menggerus tanah yang kemiringannya tinggi.
Sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali
infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi tanah longsor dan atau banjir bandang
yang membawa kandungan lumpur. (Suwandi, 2000).
3. Pengalihan hutan
menjadi lahan pertanian
Risiko penebangan
hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya dengan penggundulan hutan.
Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat erosi. Selain akan meningkatnya
kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai sebagai akibat
dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air dengan
meningkatnya kandungan hara dalam air sungai.Kebanyakan kawasan hutan yang
diubah menjadi lahan pertanian mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila
tidak memperhatikan faktor konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam,
pembuatan teras dan lain-lain. (Suwandi, 2000).
4. Intersepsi
Adalah proses ketika
air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas permukaan tanah, tertahan
bebereapa saat, untuk diuapkan kembali(”hilang”) ke atmosfer atau diserap oleh
vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya
curah hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di daerah
bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah dan dengan
demikian, meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting dalam penentu
faktor debit air, pengelola daerah aliran sungai harus tetap memperhitungkan
besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat
mempengaruhi neraca air regional. Penggantian dari satu jenis vegetasi menjadi
jenis vegetasi lain yang berbeda, sebagai contoh, dapat mempengaruhi hasil air
di daerah tersebut. (Suwandi, 2000).
5. Evaporasi dan
Transpirasi
Evaporasi
transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau kelompok yang dapat
menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, mengapa dikatakan
salah satu komponen penentu debit air, karena melalu kedua proses ini dapat
membuat air baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari per mukan air,
tanah dan permukaan daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di
udara dengan adanya uap air diudara maka akan terjadi hujan, dengan adanya
hujan tadi maka debit air di DAS akan bertambah juga. Sedikit demi sedikit. (Suwandi, 2000).
III.
METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1
Tempat dan Waktu
Praktikum
ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kusu dan berlangsung pada
tanggal 30 September 2011 pukul 16.00 – 17.00.
3.2 Alat
Dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan
pad praktikum ini adalah sebagai berikut : Tali Rafia, Penampang Kayu, Meteran,
Stop Watch, Alat tulis Menulis, Pelampung kayu, kamera dan Air sungai wadah
percobaan.
3.3 Metode Praktikum
Metode yang dipakai dalam praktikum
ini adalah metode debit apung (Float
Area Methode) caranya dengan menempatkan benda yang tidak
dapat tenggelam dipermukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat
waktu yang diperlukanoelh benda apung tersebut bergerak dari satu titk
pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah dilakukan. (Soeseno,
Slamet. 1971.).
3.4 Pelaksanaan Praktikum
Dalam
pelaksanaan praktikum ini meliputi beberapa tahap yaitu :
1.
Survei tempat praktikum
2.
Penyiapan alat dan bahan
3.
Mengukur lebar badan sungai menggunakan meteran
4.
Memasang patok menggunakan penampang kayu pada
badan sungai dimana panjang setiap patok adalah 1 meter.
5.
Setelah pemasangan penampang selesai ditarik
sejauh beberapa meter dan dipasang penampang yang yang lain juga.
6.
Setelah penampang dipasang dan di ikat dari
ujung penampang yang satu dengan penampang yang lain menggunakan tali.
7.
Pelampung disiapkan dan diluncurkan seiring
dengan diset waktu jalannya pelampung.
8.
Setelah pelampung sampai pada penampang ujung
maka waktu dihentikan dan dicatat.
9.
Pengukuran dilakukan pada setiap penampang yang
dipatok pada badan sungai dengan ukuran 1 meter.
3.5 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data menggunkan
analisa data deskriptif dan matematis dimana setiap objek yang diamati dan
diukur semuanya dianalisis. Untuk analisa data matematis menggunakan persamaan
sebagai berikut.
Rumus : Q
= A x V
Ket : A = Luas Penampang Sungai ( P x L x T )
V = Kecepatan
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Tabel 1. Hasil Pengukuran Debit Sungai
di Kali Kusu.
No
|
Titik Pengamatan
(Per
1 M)
|
V (m/det)
|
A
|
Rata-rata
(V x A) (cm/det)
|
1
|
I
|
7,35/31,29
|
6
|
1,38
|
2
|
II
|
7,35/21,1
|
8
|
2,72
|
3
|
III
|
7,42/21,73
|
9,5
|
3,23
|
4
|
IV
|
7,42/22,87
|
8
|
2,56
|
5
|
V
|
7,39/60,05
|
7,39
|
0,89
|
Rata-rata (Q = V1 x A1 ) + (V2
x A2 ) +........ (Vn
x An) =
|
10,
78 Cm/det
|
Sumber : Data Primer diolah 2000
4.2
Pembahasan
Hasil
pengukuran debit air pada DAS kali Kusu menunjukkan rata-rata 10,78 cm/det.
Angka tersebut berdasarkan hasil pengukuran dilapangan dan analisis. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sumber mata air yang terdapat di DAS kali Kusu.
Dari data diats
dapat di jelaskan bahwa pada
masing-masing titim debitnya berbeda-beda karena dipengaruhi oleh kedalaman
permukaan air. Jika dilihat dari perbandingan penampang I sampai dengan V menunjukkan kecepatan debit air yang sangat
signifikan (A1 : 1,38 Cm/det dan A5 : 0,89
Cm/det) dengan kedalaman air pada plot A1 : 6 cm sehingga volume air
mengalir terlalu rendah dan kecepatan mengalir air sungai menjadi cepat jika
dibandigkan dengan A5 pada kedalaman 7,39). Namun kemudian sama halnya dengan
penampang yang lainnya. Yang mempunyai jumlah debit airnya yang berbeda pula.
Dari
hasil tersebut ternya kondisi air kali kusu tidak begitu laju, dengan berbagai
jenis vegetasi yang ada berupa coklat, kelapa, pala dandurian serta tanaman
penutup tanah paku-pakuan yang terdapat dipinggiran badan sungai, selain itu
substrat sungai yang didominasi oleh pasir dan ada sedikit batua sedimen
menyebabkan alirannya tidak begitu laju.
Pada
hasil pengukuran debit air yang terdapat DAS kali Kusu ada beberapa faktor yang memepengaruhi
debit air sungai Kusu tersebut.
Intensitas Hujan
Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama
yang memiliki komponen musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air,
dan siklus tahunan dengan karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek),
atau kemarau panjang (musim hujan pendek). Yang menyebabkan bertambahnya debit
air. Sedangkan debit air sungai yang terdapat di kali kusu ternya dominansinya
adalah air hujan dimana jika terjadi hujan maka debit air sungai akan semakin
tinggi
Pengundulan
Hutan
Pada daerah hulu dari kali Kusu sudah sangat mungkin
ada penebangan pohon yang berlebihan sehingga debit air kali Kusu sudah sangat
rendah padahal fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai
penahan tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh
di daerah tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan
menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan cadangan air bagi sumber
air sungai. Oleh karena itu hutan yang terjaga dengan baik akan memberikan
manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber air pada musim kemarau. Sebaiknya
hutan yang gundul akan menjadi malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di
hilir. Pada musim hujan, air hujan yang jatuh di atas lahan yang gundul akan
menggerus tanah yang kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan akan
menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah
terjadi tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur.
Pengalihan Hutan
Menjadi Lahan Pertanian
Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan
pertanian sama besarnya dengan penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai
dapat terjadi akibat erosi. Selain akan meningkatnya kandungan zat padat
tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai sebagai akibat dari sedimentasi,
juga akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air dengan meningkatnya kandungan
hara dalam air sungai.Kebanyakan kawasan hutan yang diubah menjadi lahan
pertanian mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila tidak memperhatikan
faktor konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan
lain-lain.
Intersepsi
Adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan
vegetasi diatas permukaan tanah, tertahan bebereapa saat, untuk diuapkan
kembali(”hilang”) ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan.
Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan
berhenti. Setiap kali hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada sebagian air yang
tak pernah mencapai permukaan tanah dan dengan demikian, meskipun intersepsi
dianggap bukan faktor penting dalam penentu faktor debit air, pengelola daerah
aliran sungai harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air
yang hilang sebagai air intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional.
Penggantian dari satu jenis vegetasi menjadi jenis vegetasi lain yang berbeda,
sebagai contoh, dapat mempengaruhi hasil air di daerah tersebut.
Evaporasi
dan Transpirasi
Evaporasi transpirasi juga
merupakan salah satu komponen atau kelompok yang dapat menentukan besar
kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, mengapa dikatakan salah satu komponen
penentu debit air, karena melalu kedua proses ini dapat membuat air baru, sebab
kedua proses ini menguapkan air dari per mukan air, tanah dan permukaan daun,
serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di udara dengan adanya uap air
diudara maka akan terjadi hujan, dengan adanya hujan tadi maka debit air di DAS
akan bertambah juga. Sedikit demi sedikit.
Dilihat dari faktor yang
mempengaruhi debit air sungai Kusu yang terbuang ke laut tiap detik/tehun. Hal
ini sangat disesalkan karena tidak ada pengelolaan yang lebih bermanfaat untuk
masyrakat Kusu pada Khususnya dan Maluku Utara umumnya.
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari
penguraian isi laporan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada kecepatan
debit air dari penampang I sampai dengan V mempunyai kecepatn yang berbeda-beda
dengan nilai yang ada antara penampang dihitung rata-rata sehingga mendapat
nilai akhir dari perhitungan debit air sungai adalah o,11 m/det.
5.2
Saran
Sebagai
saran saya harapkan jika pada praktikum pengukuran debit air sungai nanti lebih
baik jika dilakukan pengukuran pada dua sungai yang berbeda untuk melihat
perbandingan debit air sungai yang berbeda tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Arsyad, S. 2006.
Konservasi Tanah Dan Air. IPB Press. Bogor
Chay Asdak. 2002. Hidrologi
dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Rayes. L. 2007. Pengelolaan
Sumber Daya Tanah Dan Air. Andi. Yogyakarta.
Soewarno. 2000. Hidrologi.
Nova. Bandung
Suwandi, 2000. Tugas Makalah
Mata Kuliah Hidrologi. Fakultas Kehutanan UGM. Yoyakarta.
Soeseno, Slamet. 1971. Pengelolaan DAS Terpadu.
Kanesius, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar