PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan
untuk bertanam padi sawah, baik
terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah
umum seperti halnya tanah hutan, tanah
perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat
disawahkan asalkan air cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan
pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis
tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat
beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering
yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan”
dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dar i air
irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan
disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemu kan sawah pasang
surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah
lebak.
Penggenangan selama pertumbuhan padi dan
pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai
perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun
sifat-sifat lain, sehingga sifat-sifat tanah dapat sangat berbeda dengan
sifat-sifat tanah asalnya. Koenigs (1950), orang yang pertama kali melakukan
penelitian sifat morfologi tanah sawah sekitar Bogor, mengemukakan adanya
profil tanah sawah yang khas, pada tanah kering yang disawahkan di daerah
tersebut. Namun demikian, karena perbedaan berbagai faktor yang berpengaruh
dalam proses pembentukan tanah sawah, ternyata profil tanah sawah yang khas
tersebut tidak selalu dapat terbentuk. Pada tanah rawa yang disawahkan, atau
pada tanah dengan air tanah yang dangkal, tidak terlihat adanya profil tanah
yang khas seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950), meskipun bermacam-macam
perubahan sifat tanah akibat penyawahan telah terjadi. Bahkan pada tanah kering
yang disawahkanpun, seperti pada Vertisol dan beberapa jenis tanah lain, tidak
semuanya dapat membentuk profil tanah yang khas tersebut. Penggunaan tanah
kering untuk padi sawah dapat menyebabkan peruba han sifat morfologi dan sifat
fisiko-kimia tanah secara permanen, sehingga dapat menyeb abkan perubahan
klasifikasi tanah. Dalam tulisan ini, disajikan uraian tentang beberapa macam
sifat morfologi dan profil tanah sawah, serta pengaruhnya dalam klasifikasi tanah,
khususnya dalam sistem Taksonomi Tanah
Tujuan dan Manfaat
Pada makalah
ini akan dirangkum sejumlah hasil penelitian mengenai permasalahan dan
pengelolaan serta klasifikasi dari tanah sawah. Tulisan ini bertujuan untuk
memperlihatkan bagimana permasalahan dan pengelolaan serta klasifikasi secara
morfologi dari tanah sawah tersebut, sedangkan Manfaatnya diharapkan dapat
menjadi salah satu referensi bagi mayrakat umum dan mahasiswa khususnya.
PEMBAHASAN
Permasalahan Tanah Sawah
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan
untuk bertanam padi sawah, baik
terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah
umum seperti halnya tanah hutan, tanah
perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat
disawahkan asalkan air cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan
pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis
tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat
beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering
yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan”
dengan membuat saluran-salur an drainase. Sawah yang airnya berasal dar i air
irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan
disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemu kan sawah pasang
surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak.
Tanah sawah biasanya tergenang dalam jangka
waktu yang lama hal ini akan menyebabkan tanah ini akan mengalami perubahan
morfologi kimia, fisika dan biologi dari tanah sawah. Perubahan sifat ini akan
lebih menampakkan pada sifat fisik diamana kita akan lebih terlihat dari
perubahan warna, dan tekstur.
Tanah sawah dapat terbentuk dari tanah
kering dan tanah basah atau tanah rawa sehingga karakterisasi sawah-sawah
tersebut akan sangat dipengaruhi oleh bahan pembentuk tanahnya. Tanah sawah
dari tanah kering umumnya terdapat didaerah dataran rendah , dataran tinggi
volkan atau non volkan yang pada awalnya merupakan tanah kering yang tidak
pernah jenuh air sehingga morfologinya akan sangat berbeda dengan tanah sawah
dari tanah rawa yang awalnya memang sudah jenuh air.
Pengelolaan Tanah Sawah
Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Tanah
Sawah
Tanah sawah merupakan tanah buatan manusia. Karena itu,
sifat-sifat tanahnya sangat dipengaruhi oleh perbuatan manusia. Kegiatan
manusia yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan profil tanah sawah,
antara lain, adalah (1) cara pembuatan sawah dan (2) cara budi daya padi sawah.
- Cara pembuatan sawah
Cara pembuatan sawah tergantung dari beber apa hal,
antara lain, kondisi relief/topografi dan hidrologi tanah asalnya.
Relief
Bila relief/topografi tanah asal berombak atau
berlereng, maka lebih dulu harus dibuat teras bangku. Sawah pada teras,
sifatnya sangat berubah dibandingkan dengan tanah asalnya, karena terjadinya
penggalian dan penimbunan pada waktu pembuatan teras. Cara pembuatan ter as
adalah dengan jalan menggali lereng atas, dan menimbun lereng bawah. Akibatnya,
susunan horizon tanah asalnya da pat hilang sama sekali. Makin curam lereng,
maka teras semakin sempit dan penggalian
serta penimbunan semakin dalam. Dalam satu petak sawah yang baru dibu at dengan
cara ini, mungki n akan ditemukan lebih dari satu jenis tanah, yaitu Entisol
atau Inceptisol pada bagian tanah yang ditimbun atau digali, selain tanah asl
inya di bagian tengah petakan. Perubahan sifat tanah selanjutnya, terjadi
akibat pelumpuran/pengolahan tanah dalam
keadaan tergenang dan penggenangan lapisan olah selama
pertumbuhan padi, sehingga terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke
lapisan bawah. Lama kelamaan tanah dalam satu petak sawah akan mempunyai sifat
morfologi dan sifat-sifat tanah lain, yang mendekati kesamaan terutama pada
lapisan atas, atau bila sudah berumur ratusan tahun, pada seluruh solum tanah.
Hidrologi
Pembuatan sawah dari lahan rawa dilakukan dengan membuat
saluran-saluran drai nase, agar lahan menjadi lebih kering, atau tidak
terus-menerus tergenang. Karena itu, sifat tanah akan berubah karena terjadi
proses “pengeringan” tanah, mulai dari lapisan atas ke lapisan bawah.
Sebaliknya, pada tanah kering yang disawahkan, akan terjadi proses “p
embasahan” dari lapisan atas ke lapisan bawah. Apabila tanah ra wa yang
“dikeringkan” tersebut banyak mengandung bahan sulfidik (pirit, FeS ), maka
profil tanah sawah yang terbentuk banyak mengandung karatan jarosit (K Fe (SO ) (OH)6).
- Cara budi daya padi sawah
Pola tanam dan penggenangan
Tanah sawah yang ditanami padi tiga kali setahun, yakni
padi-padi-padi, akan tergenang terus-menerus sepanjang tahun. Sawah dengan
pergiliran tanaman padi-padi-palawi ja, setiap tahunnya mengalami masa
tergenang yang lebih lama dibandingkan dengan masa kering. Sedangkan sawah
dengan pola tanam padi-palawija-bera, mengalami masa tergenang lebih singkat
dibandingkan masa keringnya. Akibat adanya perbedaan pola tanam, yang
menyebabkan perbedaan lamanya penggenangan tersebut, maka terjadilah perbedaan
sifat-sifat morfologi tanah sawah. Sifat-sifat tanah sawah, termasuk sifat
morfologinya, juga berubah setiap musim akibat penggunaan tanah yang berbeda.
Dalam hal ini, sifat tanah pada saat ditanami padi sawah (basah), berbeda
dengan waktu ditanami palawija atau bera. Namun demikian, sawah-sawah yang
mempunyai profil tanah yang khas yang telah dikeringkan puluhan tahun, seperti
halnya (bekas) tanah sawah di sekitar Bo gor, masih menunjukkan adanya lapisan
tapak bajak, lapisan Fe, dan lapisan Mn,
meskipun lapisan atas tidak lagi berwarna pucat, melainkan kecoklatan mendekati
warna tanah asalnya. Sifat-sifat tanah sawah yang tidak berubah , baik sewaktu digunakan
untuk bertanam padi sawah maupun waktu digunakan untuk bertanam palawija atau
bera, disebut sifat tanah sawah
permanen .
Penambahan lumpur bersama air irigasi
Air pengairan mengandung l umpur ya ng diendapkan pada
petak sawah. Oleh karena itu, selalu ada penambahan lumpur pada lapisan olah.
Kualitas dan jumlah lumpur yang diendapkan sangat beragam, tergantung dari
sumber lumpur dan banyaknya air. Akibatnya, lapisan olah semakin tebal karena
penambahan lumpur tersebut.
Penambahan bahan kimia/unsur hara dengan sengaja
dan praktek pengolahan tanah
Pemberian pupuk, baik pupuk buatan maupun pupuk kandang,
kapur dan bahan amelioran lain akan berpengaruh terhadap sifat tanah sawah.
Demikian juga praktek pengolah an tanah sawah yang di lakukan dengan cara
mencampur dan membalik horizon tanah, pelumpuran, dan pemadata n, dapat
mempengaruhi sifat dan perkembangan profil tanah.
Cara budi daya
Pembuatan sawah diawali dengan perataan tanah dan
pembuatan pematang. Tanah sawah yang diolah dalam keadaan jenuh air, dengan
cara “bajak-garu-bajak-g ar u” hingga halus, baru kemudian ditanami benih padi,
menyebabkan struktur tanah hancur hingga menjadi lumpur yang cocok untuk padi
sawah. Tanah sawah yang dilumpurkan, jika kemudian sawah dikeringkan untuk
ditanami palawija, akan menjadi masif atau tidak berstruktur, oleh karena itu
harus diolah lagi. Penggenangan sedalam 5–10 cm selama 4 – 5 bulan pertanaman
padi, menyebabkan terjadinya kondisi reduksi selama jangka waktu tersebut.
Profil tanah sawah dan pembentukannya
Faktor penting dalam proses pembentukan profil tanah
sawah adalah genangan air di permukaan, dan penggenangan serta pengeringan yang
bergantian. Proses pembentukan profil tanah sawah melip uti berbagai proses,
yaitu (a) proses utama berupa pengaruh kond isi reduksi-oksidasi (redoks) yang
bergantian; (b) penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah; dan
(c) perubahan sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi tanah, akibat penggenangan
pada tanah kering yang disawahkan, atau perbaikan drainase pada tan ah rawa
yang disawahkan. Secara lebih rinci, proses pembe ntukan profil tanah sawah
meliputi (a) gleisasi dan eluviasi; (b) pembentukan karatan besi (Fe) dan
mangan (Mn); (c) pembentukan warna kelabu ( grayzation ); (d) pemb
entukan selaput ( cutan ); (e) penyebaran kembali basa basa; dan (f)
akumulasi dan dekomposisi bahan organik.
Profil tanah sawah tipikal
Berdasarkan proses pembentukan tanah seperti telah di
uraikan, maka terbentuklah profil tanah sawah dengan sifat morfolog i yang
berbeda-beda, tergantung dari sifat tanah a salnya. Profil tanah sawah yang
tipikal (khas), atau Aquorizem
(Kanno, 1978), yang terbentuk pada tanah kering dengan air tanah dalam,
seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950), sedikit berbeda dengan profil
tanah sawah tipikal dengan air tanah yang agak dangkal (Moormann and van
Breemen, 1978) (Gambar 1).
|
Koenigs (1950) Moormann dan van Breemen
(1978)
Gambar 1. Profil tanah sawah tipikal menurut Koenigs
(1950), serta Moormann dan van Breemen
(1978) .
Pada tanah kering dengan air tanah dalam
yang disawahkan, akan terbentuk susunan horizon sebagai berikut: 1) lapisan olah yang tereduksi dan tercuci
(eluviasi) (Ap); 2) lapisan tapak bajak
(Adg); 3) horizon iluviasi Fe (Bir) di
atas horizon iluviasi Mn (Bmn), yang sebagian besar teroksidasi; 4) horizon tanah asal, yang tidak terpengaruh
persawahan (Bw, Bt). Bila air tanah agak dangkal, maka di bawah horizon
tersebut kemudian ditemukan: 5) horizon
i luviasi (penimbunan) Mn (Bmn) di atas h orizon iluviasi Fe (Bir); 6) horizon tereduksi permanen (Cg).Pengamatan di
berbag ai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa lebih banyak tanah sawah yang tidak
menunjukkan profil tanah yang tipikal tersebut, dibandingkan dengan yang
memilikinya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan sawah di Indonesia, antara
lain, dibuat pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal, atau lahan rawa
yang dikeringkan, penyawahan yang terus-menerus dilakukan sepanjang tahun,
tekstur tana h yang terlalu kasar atau terlalu halus, tanah yang mengembang dan
mengkerut, da n sebagainya. Karena banyak tanah sawah di Indonesia terdapat di
daerah pelembahan atau dataran aluvial yang terus-menerus tergenang air, baik
dari air hujan, luapan sungai maupun air tanah yang dangkal, dan kondisi
relief/topografi yang tidak memungkinkan
gerakan air ke ba wah solum tanah, maka horizon iluviasi Fe dan Mn
ataupun lapisan tapak bajak sulit terbentuk. Demikian juga, tekstur tanah yang
terlalu kasar atau terlalu halus, atau adanya sifat tanah mengembang dan
mengkerut, me nghalangi pembentukan horizon-horizon tersebut. Menurut Kawaguchi
dan Kyuma (1977) seperti halnya di Indonesia, profil tanah sawah tipikal (
Aquorizem ) hanya terbentuk, pada lahan kering yang disawahkan yang tidak
mengandung mineral liat-2:1. Tanah yang hanya digenangi air pada waktu
penyawahan, dan kemudian dikeringkan untuk tanaman palawija atau bera pada
musim berikutnya, dalam bahasa Jepang disebut “ kanden ”. Dengan
penggunaan tanah seperti itu, profil tanah sawah tipikal di Jepang dapat
terbentuk dalam jangka waktu 10–40 tahun. Menurut Kanno (1 978), di Jepang juga
banyak tana h sawah yang tidak memiliki susunan horizon seperti tanah sawah
tipikal tersebut, karena keragaman dalam pengaruh air tanah dan air genangan
(hidromorfisme).
Klasifikasi Morfologi Tanah Sawah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar